Kriiieeetttt.......krekk
"Oke george, calm down gue cuma mau mengecek kondisi lo doang. Okee"
Irene terlihat sedang menyeimbangkan badannya, kini dia nekat naik kerumah pohonnya buat mengecek seberapa parah kondisinya. Tiba tibaa..
Kreeek...ngeeekkk
"WAAAAAAAA HEY...WAITT"
Bruukk.....sreekkk..bussshh......kreeek...shh
Sekarang kondisinya makin parah setelah Irene naik dan membuatnya terduduk jatuh. Rumah pohonnya kini oleng kiri. Bentuknya hampir hancur.
"George, are you okay?" Irene ragu ragu bertanya pada rumah pohonnya yang untungnya ngga bergerak lagi. Kemudian dia memposisikan duduknya dengan nyaman, mencoba ngobrol dengan george.
"Kayaknya udah mendingan kan george? Tau ngga tadi Wendy kesini" lalu dimulai lah sesi curhat sampahnya berpuluh puluh menit.
Setelah lelah curhat, Irene menikmati pemandangan sambil merasakan semilir angin dan cuit cuit burung. Tiba tiba pandangannya terganggu.
"Pleaseee. Gue lagi menenangkan diri kenapa pake liat Mino segala?" Irene bete saat liat kebawah sana Mino sedang sibuk mencuci mobilnya yang hampir selese.
"Tau ngga gue sebel banget ke dia. Tapi kenapa Dad sama Mom kaya percaya banget ke dia sih? Udah gitu dibela terus. Ih"
Irene memejamkan matanya lalu mencoba (lagi) menikmati angin yang menerpa wajahnya, mencoba rileks dengan semua emosinya. Tenaaang.
Saat matanya terbuka dia liat Mino udah duduk didepan rumahnya dengan macbook didepannya, iphone 7+ yang tergeletak berjejer dengan kameranya, lalu iphone X ditangannya. Tangan kanannya sibuk menggeser kursor dan mengetik sesuatu di macbooknya sedangkan tangan kirinya memegang iphonenya, terlihat sibuk menelfon seseorang.
"Tuh liat, dia ribet banget sih. Kalo sibuk kenapa ngga balik ke Paris aja? Gue juga ngga butuh ditemenin"
Irene mengambil tumpukan kertas sketsa yang kosong, tangannya kemudian disibukkan menggambar di puluhan lembar kertas tersebut. Sampai dia ngga sadar dia udah menghabiskan siangnya disana. Sesekali dia melirik ke arah Mino yang kini sibuk dengan kameranya.
Tiba tiba Irene terlonjak kaget saat kamera Mino mengarah kepadanya.
"Siaalll. Aduuh dia liat gue ngga ya?" Irene buru buru pindah tempat buat sembunyi dari Mino. "Kalo dia liat gue trus mikir yang aneh aneh gimana coba?"Irene membulatkan matanya "Heey, ngapain juga gue pusing mikirin pendapat dia sih. Ugh!" Detik berikutnya mata Irene udah mau copot aja setelah melihat puluhan kertas sketsa nya. "GEZZZ, APAAN INI. IRENE BEGO. Jadi dari tadi gue gambar dia? Aaarrgh"
Irene buru buru menyembunyikan puluhan kertas tersebut lalu bersiap mau turun. Sebelumnya dia liat salah satu gambarnya, lalu bergumam "Yaa, sebenernya dia lumayan. Cuma nyebelin"
***
"Suho, bego! Lo dengerin gue ngga sih" Irene kesal dan hampir melempar garpunya.
"Iya, Suho" ulang Mino "Mantan lo itu kan? Beda berapa huruf doang sama Sehun"
"Ya beda jauh laah! Lo bego banget sih, jumlah hurufnya aja beda. Sebenernya lo dari tadi dengerin gue ngga sih!"
Mino mengangkat bahunya, terlihat ngga peduli. "Tenang aja, Suho pasti udah bahagia kok sekarang"
"Kenapa?" Irene ingin tau.
"Karena dia udah terlepas dari lo. Pfftt" Mino mencoba menahan tawanya.
"Maksud lo apa!"
"Ya ampun muka lo Rene tegang gitu. Hahaha gue bercanda kok" Mino meraih gelas disampingnya. "Tapi lo beneran bisa masak ternyata"
Muka Irene merah padam. Malu, kecewa, dan marah banget. Dia pikir Mino ngga bakal sejahat itu, ternyata dia salah. Musuh tetaplah musuh. Mino anggap dia apa daritadi? Lelucon?
Irene melempar serbet ke meja dengan penuh emosi, dia memundurkan kursi lalu berlari menuju kamarnya.
"Loh.. Rene....sorry..gue" Mino mengejar Irene yang hampir nangis. Tepat saat didepan kamarnya, Irene menutup keras pintunya, membuat Mino kaget dan menyesal.
"Rene.." Tok tok "Buka pintunya dong Rene" Tok tok tok "Sorry, tadi gue ngga tau kalo lo serius" nada Mino penuh dengan penyesalan.
Terdengar isakan Irene dari dalam.
"Sial" umpat Mino pelan. "Gue tau gue nyebelin, lo boleh tampar gue, pukul gue kalo itu yang lo mau"
Tok tok tok
"Rene sorry" Mino menghela napas, ngga terdengar apapun dari dalam. "Harusnya gue tau bercanda kaya gitu ngga lucu. Karena gue juga pernah diposisi lo, dimana kita ngga bisa ngedapetin someone special yang kita sayang" suara Mino menerawang jauh, seperti mengenang kejadian pahit. "Bedanya orang yang masih lo sayang masih ada di dunia ini"
"Rene, buka pintunya. Lo ngga papa kan? Kalo lo masih marah lo ngga perlu keluar, tapi seenggaknya lo ngga papa"
Perlahan Irene membuka sedikit pintunya, sedikit banget. Tangisnya udah berhenti.
"Iya gue ngga papa. Lo pikir gue bakal ngapain?" Irene masih merajuk
Terdengar helaan napas lega diluar.
"Kenapa?"
"Apa?" Tanya Mino bingung.
"Kenapa? Apa yang terjadi sama someone special lo?" Irene ingin tau.
Mino terdiam cukup lama, sangat lama dan Irene pikir dia bakal ngga dapet jawabannya. Sampai tiba tiba Mino berkata pelan.
"Dia meninggal, Jisoo"
"Jisoo?"
"Iya, Kim Jisoo. Gadis paling cantik dan paling anggun yang pernah gue lihat. Gadis sesempurna dia harus meninggal" suara Mino parau.
"Kenapa?"
"Gue bunuh" Suara Mino begitu penuh penyesalan. Irene tersentak kaget.
"Kalo aja waktu itu gue sabar dan mau mengerti sedikit. Kalo aja waktu itu gue ngga emosi dan marahin dia. Kalo aja waktu itu gue ngga nyetir pas hujan deres." Sesal Mino
"Tapi, bukan lo yang bunuh dia. Itu kecelakaan"
-to be continue-
Sorry gue bakal slow update gaisss
