"Tapi kan bukan lo yang bunuh dia. Itu kecelakaan"
"Lo ngga tau Rene gimana rasanya saat orang yang lo sayang begitu menderita dan kesakitan, tapi lo ngga bisa nolong apapun" kata Mino frustasi. "Kesedihan paling dalam buat gue bukan saat Jisoo meninggal, tapi saat dia butuh gue, dan gue ngga disampingnya." Suara Mino bergetar.
"Butuh waktu lama buat mindahin badan gue barang cuma satu senti ke deket dia. Tapi tangan kita mencoba saling menggapai, supaya ga kepisah jauh." Mino memberi jeda pada ceritanya. "Sampai akhirnya, tangan kami ngga pernah bisa saling menggapai"
Irene tercekat denger kisah yang Mino alami. Kesedihannya belum seberapa jika dibandingkan dengan cowo yang kini duduk bersandar pada pintu kamarnya.
"Sampai sekarang gue ngga berani bawa mobil pas hujan hujan"
Irene paham, Mino pasti trauma banget. Dan pasti butuh waktu lama buat Mino memberanikan diri bawa mobil lagi.
"Do you still love her?" Irene bertanya hati hati.
Mino membuang napasnya lagi. "Only her, only her inside. Setelah Jisoo pergi, gue jadi cinta banget kamera dan fotografi. Karena dulu gue kehilangan banyak momen sama dia"
Irene tersenyum, tanpa sadar airmatanya menetes. Irene juga merasa gitu, cuma Suho, cuma Suho yang sampai saat ini dihatinya. Lalu dia ikut duduk bersandar pada pintu kamarnya.
"Rene..." panggil Mino dari luar
"Hnngg.."
"Lo udah maafin gue kan? Sorry gue malah cerita yang aneh aneh. Jangan pikirin omongan gue tadi"
Irene mengangguk, meski Mino ngga liat dia. Lalu sedikit tertawa "Siapa juga yang mikirin"
"Haha oiya lo kan benci sama gue" Mino tertawa hambar.
"Bagus kalo lo nyadar" Irene masih mencoba sarkas, tapi dia masih ketawa.
"Sekarang, ceritain tentang Suho"
"Hnng?"
"Gantian, sekarang giliran lo yang cerita"
Irene terdiam, lalu mengambil napas dalam sebelum cerita. "Suho adalah cinta pertama gue. Dia cowo tergentle yang pernah gue temui. Orang yang selalu bangga sama hasil karya gue"
"Ohh, trus kenapa putus?"
"Klasik No, long distance relationship. Padahal pas gue cerita ke dia kalo gue dapet beasiswa dia seneng banget dan dukung gue" Irene tersenyum pahit kalo inget saat itu. "Gue pikir dia bakal nunggu gue. Nyatanya gue yang salah paham"
"Emang dia bilang apa?" tanya Mino
"Dia bilang dia bakal tetep sayang ke gue. Dia ngga bilang bakal nunggu gue. Bodohnya gue selama ini" Irene tertawa lagi, kali ini sambil menahan air matanya.
"Lo bego ya Rene" kata Mino. "Tapi si Suho emang brengsek sih"
Irene kaget denger penuturan Mino yang penuh emosi.
"Harusnya dia ngga ngasih harapan palsu ke lo dan lebih tegas Rene"
"Iya mau gimana lagi. Gue sayang sama dia. Dan itu bikin gue bego"
"Iya, cinta emang bikin siapa aja jadi bego"
Lalu hening untuk beberapa lama. Irene tersenyum, rasanya aneh jadi akrab sama Mino. Apalagi mereka bahas hal privasi yang selama ini Irene tutupi. Untung mereka ngga saling liat wajah satu sama lain.
"Jadi, lo udah maafin gue kan Rene?"
"Belum dong"
"Astaga. Ribet banget sih. Trus gue harus apa biar dimaafin?"