CHAPTER 6
Christa tidak henti memandang sosok mengagumkan yang saat ini sedang berbicara di depan. Selain Christa tidak begitu paham dengan bahasa Jerman, pikirannya juga dipenuhi dengan wajah lelaki itu. Setiap lelaki itu tersenyum di sela bicaranya, secara otomatis Christa juga tersenyum. Lengkungan bibir lelaki itu mampu membuat Christa terkesima.
Dalam benak Christa, tidak pernah terbayangkan jika akan bertemu lagi dengan lelaki yang menegurnya duduk di tengah hujan salju. Pipi Christa agak menghangat saat teringat suara berat lelaki itu.
Astaga! Christa melebarkan matanya, jadi lelaki yang ia temui malam itu adalah pemilik yayasan anak ini? Christa mencoba mengingat sikap atau perkataannya pada malam itu. Ia agak lega saat ia tidak mengatakan macam-macam. Setidaknya pertemuan pertema mereka tidak memalukan.
Seperti ia mengingatmu saja, Christa! Rutuk suara dari dalam hatinya.
Christa tidak percaya tentang cinta pandangan pertama, karena Christa juga belum pernah mengalami. Namun, sepertinya saat ini Christa meyakini tentang hal itu. Elizabeth yang sedari tadi heran dengan sikap diam Christa langsung paham. Bergantian mengamati antara Christa dengan lelaki yang saat ini berbicara di depan, akhirnya Elizabeth dapat menarik kesimpulan. Bahwa temannya ini terpesona dengan sosok Manuel Lewandowski.
Pelan, Elizabeth menyenggol bahu Christa. Sembari mengerling jahil Elizabeth bertanya. "Tampan, bukan?" Christa menoleh dan mengulum senyum, sembari mengangguk. "Tidak mencoba mengambil gambarnya? Aku fotokan." Tawar Elizabeth yang langsung disambut gelengan cepat oleh Christa.
"Kumohon, jangan!" Elizabeth mengerutkan keningnya. "Kenapa?"
Christa menggelengkan kepalanya. "Tidak usah, itu tidak perlu." Lalu mereka menerima balon warna warni yang ternyata digunakan untuk rangkaian acara itu.
Lalu pelan Christa bertanya pada Elizabeth. "Hmm, dia bernama Manuel?"
Elizabeth menggeleng. "Yep! Manuel Lewandowski. Dia pemilik yayasan ini. Dengar-dengar, dia juga memiliki saham di Allianz Arena."
"Allianz Arena?" Christa bertanya dengan kening berkerut. Elizabeth menatapnya aneh. "Iya, kau tahu Allianz Arena, bukan?"
Perlahan Christa menggeleng, hingga membuat temannya menggeleng dramatis –tak percaya. Tidak percaya. "Astaga, Christa! Kau hidup di zaman apa?" Christa hanya meringis.
"Kapan hari akan aku jelaskan. Kalau perlu aku ajak kesana."
Christa berbinar. "Janji ya?" Elizabeth mengangguk. "Dia berkata apa saja?" Tanya Christa sambil menatap depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowfall in Munich (ENDING)
General FictionHanya satu yang ada di benak Christa, jika selama ia kuliah di Jerman dan ternyata memiliki kekasih, ia akan berusaha menjaga keperawanannya. Bagaimanapun juga, pola pergaulan Eropa berbeda dengan Indonesia. Hingga suatu malam bersalju ia bertemu de...