CHAPTER 10
Manuel masih terpekur di dalam mobilnya. Ia mencengkeram erat kemudi. Rahangnya mengetat, seolah sedang menahan sesuatu dalam dirinya. Ia mencoba mengatur nafasnya yang beberapa saat memburu. Sekuat tenaga ia menormalkan ekspresinya saat berada di dekat gadis itu. Sekali lagi ia menoleh ke arah flat yang dihuni Christa.
Manuel menghembuskan nafas kasar, ia merasa sesak di bagian bawahnya. Sial! Lelaki itu tahu, ia saat ini sedang dilanda gairah. Apalagi saat melihat Christa begitu segar setelah membersihkan diri, pasti kulit itu begitu sejuk jika bersentuhan dengan kulitnya yang hangat. Manuel meremang, bahkan celananya semakin sesak.
"Sialan!" Makinya pada diri sendiri. Ini sesuatu yang mustahil untuknya. Selama ini ia tidak seperti itu dengan perempuan, tapi mengapa dengan Christa ia sama sekali merasa berbeda. Setelah memukul kemudi, ia melajukan kendaraannya menuju rumahnya. Ia butuh berendam, masa bodoh jika ia akan terkena flu atau bahkan demam.
Beberapa saat kemudian Manuel sudah berada di rumahnya. Ia terbebas dari pertanyaan Jimmy maupun Robert, karena kedua temannya itu belum kembali ke rumah. Ia segera mengisi bath up dengan air hangat. Ia masih cukup waras, musim dingin seperti ini tidak mungkin berendam air dingin.
Manuel melucuti semua pakaiannya. Ia mengamati pantulan tubuh polosnya di cermin. Lalu ia berendam. Ia memejamkan mata saat badannya terkena hangatnya air merasuk ke dalam pori-porinya. Manuel mencoba mengingat kenangan dengan kekasihnya. Berharap bayangan tubuh mungil Christa enyah dari fantasinya.
Benar saja, ia kembali mengingat percintaannya dengan mantan kekasihnya beberapa tahun lalu, tanpa sadar Manuel menyentuh dirinya sendiri. Nafasnya memberat. Matanya terpejam erat. Tidak butuh waktu lama, ia mencapai kepuasan seorang diri. Namun, begitu ia membuka mata dengan nafas memburu ia sadar, bahwa yang ia lakukan salah. Selalu seperti itu. Ia selalu merasa bersalah dengan dirinya sendiri dan mantan kekasihnya.
"Aku sudah sembuh." Bisik Manuel dengan rintihan. "Aku sudah sembuh." Rapalnya berkali-kali. "Mengapa aku masih seperti ini?"
***
Sudah seminggu sejak ia dijemput dan diajak Manuel makan malam, hingga sat ini belum ada kabar lagi dari lelaki tampan itu. Bahkan mengirim pesan pun tidak. "Kau kenapa?"
Elizabeth menepuk pundak Christa sekilas, ia langsung duduk di samping Christa. "Kuperhatikan sejak datang, kuliah, sampai sekarang akan pulang, kau seperti tidak berada di sini. Ada masalah?"
Christa tersenyum dan menggeleng pelan, ia begitu bersyukur memiliki teman yang baik seperti Elizabeth. Ah, ia juga bersyukur memiliki Marco, kekasih dari temannya ini juga selalu membantu Christa. "Tidak apa. Rindu rumah." Christa tidak mungkin menjawab karena memikirkan Manuel, bisa heboh temannya nanti.
"Homesick ternyata. Sabar, Christa! Aku dulu juga seperti itu. Bahkan dulu aku baru berusia delapan belas tahun di sini. Apalagi aku anak tunggal." Christa memandang Elizabeth. "Lalu apa yang kau lakukan?" Elizabeth yang sedang memasukkan buku ke dalam tas menoleh. Lalu menghentikan kegiatannya. "Zaman sekarang serba canggih, Christa. Aku bisa menghubungi mereka kapanpun. Lagipula Inggris juga tidak begitu jauh jika naik pesawat. Hehehe..."
Christa tertawa pelan. Lalu ia terdiam, ia ingin menanyakan sesuatu pada Elizabeth. "El, bolehkah aku bertanya?" Elizabeth mengangguk. "Tanya apa?"
"Apa benar, jika dua orang lawan jenis bisa berhubungan intim meski baru bertemu beberapa jam saja?" Pertanyaan itu hampir membuat Elizabeth tersedak ludahnya sendiri. "Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"
Christa meringis dan menggeleng pelan. "Aku hanya bertanya saja. Jawab saja! Please!" Elizabeth memicing curiga pada Christa. "Aku tidak tahu apa yang membuatmu bertanya seperti itu, tapi baiklah akan aku jawab. Ya bisa saja kalau memang sama-sama suka. Kau pernah dengar istilah one night stand, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowfall in Munich (ENDING)
General FictionHanya satu yang ada di benak Christa, jika selama ia kuliah di Jerman dan ternyata memiliki kekasih, ia akan berusaha menjaga keperawanannya. Bagaimanapun juga, pola pergaulan Eropa berbeda dengan Indonesia. Hingga suatu malam bersalju ia bertemu de...