CHAPTER 7

5.7K 324 12
                                    

CHAPTER 7


Robert tampak mengedarkan pandangannya saat tidak menemukan batang hidung Manuel. Lelaki paruh baya itu bahkan sudah mencari keluar namun tetap saja Manu tidak ada. Ia mendekat pada Jimmy yang sedang berbincang dengan beberapa kolega yang mengikuti acara di rumah itu. Tepukan pelan itu membuat Jimmy menoleh, lalu mengikuti Robert setelah sebelumnya mohon diri dengan orang yang ia ajak berbincang.

"Ada apa, Rob?" Tanya Jimmy saat mereka sudah berdua. "Kau tahu dimana Manu?" Tanyanya dengan masih mencari keberadaan Manu. Jimmy mengerutkan keningnya lalu menggeleng.

"Aku tidak tahu, bukankah setelah memasang papan nama ia masuk bersamamu?" Robert mengangguk. "Iya, tapi ia sekarang tidak ada. Padahal ada kegiatan yang harus ia lakukan."

Jimmy ikut mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan lelaki berambut pirang itu. "Mungkin ia sudah berada di lantai atas. Bukankah acara selanjutnya ada di lantai atas?" Celetukkan Jimmy membuat Robert menganggukkan kepalanya. "Mungkin juga."

Acara selanjutnya yang dimaksud adalah membuat karya-karya bersama anak-anak lalu hasil karya itu akan menjadi hiasan di dinding Manus. Lalu Robert menatap Jimmy, menimbang-nimbang apakah ia harus mengutarakan pada Jimmy atau tidak.

"Jim..."

"Ya?"

Robert mengusap dahi lebarnya. "Hari ini aku merasa Manu sedikit berbeda." Jimmy menatap Robert seksama. "Berbeda bagaimana?"

Robert mengendikkan bahunya sekilas. "Entahlah, aku hanya merasa sepanjang ia berbicara di depan tadi, ia sering melihat ke arah yang sama."

"Ke arah yang sama?" Robert mengangguk. "Ia juga tampak memperhatikan sesuatu, aku tidak tahu apa, karena tertutup dengan banyak orang."

Jimmy semakin bingung mendengar perkataan Robert. Bahkan lelaki berlesung pipi itu menggaruk kepala belakangnya. "Aku tidak mengerti, Rob. Sungguh." Robert menatapnya datar. "Lupakan."

Lalu lelaki paruh baya itu melenggang meninggalkan Jimmy yang masih kebingungan dengan perkataannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lalu lelaki paruh baya itu melenggang meninggalkan Jimmy yang masih kebingungan dengan perkataannya. Kadang Robert merasa memiliki dua anak yang berbeda karakter. Manuel yang cenderung pendiam –meski tidak selalu--, Manu yang serba tanggap meski baru sepatah dua patah kata yang ia lontarkan, berbeda dengan Jimmy yang kadang tingkat lambannya sedang kambuh –sering membuatnya pusing kepala. Namun, untuk urusan negosiasi atau kesepakatan, Jimmy selalu bisa diandalkan. Tidak heran, Jimmy mantan playboy yang saat ini sudah sadar. Ketajaman lidah dan pengaruh Jimmy selalu menjadi pion terdepan bagi mereka. Jimmy sekarang menjadi sosok suami dan ayah yang luar biasa. Family man kalau Robert boleh menambahkan. Bagaimanapun juga perbedaan antara Manuel dan Jimmy, Robert begitu menyayangi mereka.

Robert melangkahkan kakinya menapaki tiap tangga menuju lantai dua. Meski sudah kepala enam, ia masih bugar. Namun tetap saja, faktor umur tidak bisa ia tepis, ia tidak sebugar dahulu. Sembari melihat sekelilingnya yang berwarna lembut Robert mengerutkan kening saat ruangan yang nantinya akan digunakan untuk prakarya sudah dibuka.

Snowfall in Munich (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang