CHAPTER 19.1

4.7K 261 23
                                    

CHAPTER 19.1

Christa mengerjapkan matanya saat merasakan hawa dingin menusuk tulangnya. Bahkan ia merasakan tubuhnya menggigil kedinginan. Ingin sekali ia bergerak namun tubuhnya seolah membeku. Samar-samar ia mendengar beberapa orang sedang berbicara dalam bahasa Jerman. Ia merasakan lengannya tertusuk sesuatu, tak berapa lama ia merasakan tubuhnya rileks.

Entah beberapa saat kemudian, bagai mimpi, tiba-tiba Christa terbangun. Ia mengerjapkan kembali matanya, dan melihat langit-lagit ruangan berwarna putih, bau antiseptik, dan obat-obatan tercium menyengat. Christa pelan-pelan paham, ia berada di rumah sakit. Bagaimana bisa ia berada di rumah sakit? Bukankah ia sedang liburan bersama Manuel.

Manuel...

Seketika tubuhnya meremang saat hatinya menyebut nama itu, hatinya perih mengingat perlakuan Manuel terhadapnya. Habis sudah hidupnya, sesuatu yang seharusnya ia jaga sudah terenggut oleh lelaki yang belum lama menjadi kekasihnya. Sudah tidak ada lagi yang akan ia persembahkan untuk pasangan hidupnya kelak. Hatinya teriris pedih jika mengingat hal itu, apa yang akan ia katakan pada orangtuanya, kakaknya, dan suaminya kelak. Air mata kembali mengalir.

Christa mengepalkan tangannya, hingga merasakan tarikan pada lengannya. Ia menoleh, dan melihat selang bening yang tearah ke lengannya.

Christa tersentak saat tirai putih itu tersibak, ia terdiam saat melihat seorang wanita cantik berjilbab coklat tengah memandangnya penuh syukur. Christa mengerutkan kening saat melihat wajah cantik itu, sepertinya mirip dengan seseorang. Lalu dengan tersenyum perempuan cantik itu mendekat padanya.

"Alhamdulillah, kau sudah sadar." Perempuan itu menggunakan bahasa Jerman. Christa hanya diam saja. Seolah tanggap dengan kebingungan Christa, perempuan itu bertanya dengan bahasa Inggris. "Apa kau dari Asia?"

Christa mengerjap dan perlahan mengangguk. "Indonesia?" Tebak perempuan berjilbab itu. dan Christa kembali mengangguk. Entah mengapa sesaat setelah Christa menjawab demikian, senyum cantik langsung tercetak di wajah cantik itu.

"Ya Allah, aku seneng banget. Aku bisa pakai bahasa Indonesia lagi." Sejenak Christa melongo, karena tiba-tiba perempuan di depannya ini langsung ceria. "Kenalkan, aku Anna Alexander."

Christa paham, ternyata perempuan ini mungkin berasal dari Indonesia. Dengan tersenyum lemah Christa menjawab. "Aku Christa, Mbak. Mbak juga dari Indonesia ya?"

Anna meraih tangan Christa dan mengusap pelan. "Iya, aku ada keturunan Indonesia. Umiku dari Indonesia, kalau Abiku dari sini, Jerman."

"Aku dimana, Mbak?"

Lalu tatapan berbinar itu berganti dengan tatapan prihatin. "Aku tadi menemukanmu pingsan di jalan, untung saja aku dan suamiku berada di belakangmu. Saat ini kita berada di ANregiomed clinic, sekitar dua kilometer dari tempat kamu pingsan tadi. Kamu tadi mencari siapa? Kamu tampak kebingungan."

Christa tiba-tiba teringat, lalu matanya kembali memanas. Melihat itu Anna mengusap pelan pipi Christa. "Ya Allah, jangan nangis. Tenang saja, aku sudah menghubungi temanmu. Kalau tidak salah Elizabeth namanya."

"Dari mana Mbak tahu?" Christa bertanya serak. Lalu Anna memandang dengan menyesal. "Aku mengambil hape di sakumu, dan aku melihat panggilan terakhir. Aku menghubungi nama terakhir yang ada di log panggilan."

Christa kembali memandang Anna. "Pingsanku udah lama, Mbak?"

"Sekitar dua jam. Dan semoga sebentar lagi temanmu akan datang." Perasaan takut menjalari dirinya. Tanpa dapat dicegah, Christa kembali menangis. Selama itu ia pingsan, apakah Manuel tidak mencarinya? Apa Manuel tidak mengkhawatirkannya?

Snowfall in Munich (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang