CHAPTER 19.2

4.4K 256 20
                                    

Maaf kalau banyak typo, ini baru selesai ketik langsung posting... hihihi...


CHAPTER 19.2

Manuel mengerjapkan matanya, ia sedikit merenggangkan tubuhnya. Lalu ia terdiam saat ia tengah berada di dalam mobil. Ia tertidur di dalam mobil. Lelaki itu mengusap dadanya yang merasakan dingin, ia mengerjap saat ia hanya memakai mantel tanpa kaos atau sweater. Tiba-tiba ia merasakan ketakutan, ia teringat, ia tadi berlari ketakutan seperti pengecut sesaat setelah sadar bergumul dengan kekasihnya.

Christa...

Secepat kilat ia membuka pintu mobilnya, sedikit mengumpat saat kepalanya terantuk pintu mobilnya. Dengan tergesa ia berlari menembus dinginnya udara pagi di kota penuh cinta ini. Manuel merutuk dalam hati karena ia meninggalkan Christa begitu saja, seharusnya ia tahu bahwa ketakutan yang tiba-tiba merasukinya akbiat dari kelakuan ibu tirinya. Dan tidak sepantasnya Christa menjadi korbannya.

"Sial!" Manuel kembali mengumpat saat tahu bahwa ia memaksakan dirinya menyatu dengan Christa. Christa, kekasihnya, adalah gadis polos, suci, dan tidak seharusnya ia melakukan hal bejat seperti itu.

Manuel merasakan matanya memanas ketika mengingat tangisan dan penolakan Christa tidak ia gubris sama sekali. Bagaimana pandangan Christa padanya nanti? Apa yang akan dilakukan Christa padanya? Mengapa ia begitu bodoh, padahal ada satu rahasia kelamnya yang belum ia buka pada Christa.

Manuel segera mempercepat larinya saat ia melihat bangunan tempat ia dan Christa menginap. Dalam hati Manuel berdoa, semoga Christa masih tertidur, setidaknya ia ingin menyiapkan dirinya sebelum bertemu dan berbicara dengan Christa.

Tiba-tiba perasaannya tidak menentu saat melihat pintu penginapan terbuka, seingatnya tadi ia menutupnya. Manuel segera masuk dan melangkah menuju kamarnya, tempat ia dan Christa, ---tepatnya tempat dimana ia memaksakan diri menyatu dengan Christa.

Manuel kembali terdiam saat melihat tempat tidur berantakan itu kosong. Perasaan khawatir mulai menyergapnya, ia melangkah menuju kamar mandi dan kosong. Perasaan tidak enak semakin merayapi tiap jengkal dirinya.

Dengan gemetar ia mencari ke semua sudut penginapan. "Christa!" Manuel tidak mengerti mengapa suaranya ikut bergetar, ia ingin menangis sejadi-jadinya. Ia ketakutan, sungguh. Kemana perginya Christa?

"Christa!"

Dengan tangan yang masih gemetar, Manuel mengambil telepon genggamnya. Menekan angka satu, namun tidak ada jawaban bahkan hanya suara operator yang didengarnya. Ia tak putus harapan, berkali-kali ia mencoba dan hasilnya sama.

"Kau kemana Christa?" Manuel masih gemetar, bahkan pandangan tidak fokus. Sungguh, jika ada yang terbiasa melihat Manuel yang terkontrol, saat ini Manuel jauh dari kata baik-baik saja. Manuel begitu kacau, baik fisik maupun psikisnya.

Lalu Manuel menghubungi Jimmy. Beberapa saat kemudian barulan panggilan itu diangkat.

"Ya, Manu?"

Manuel berdehem untuk menetralkan suaranya. "Jim, Christa...dia..."

"Manu, kau baik-baik saja? Ada apa dengan Christa? Mengapa suaramu bergetar?"

Manuel memejamkan matanya yang memanas. "Aku...membuat kesalahan."

"Manuel, jawablah yang jelas! Ada apa sebenarnya?"

Manuel tergugu, Jimmy yang ada di seberang juga terdiam saat mendengar isakan Manuel. Benaknya berujar, pasti ada sesuatu yang membuat Manuel seperti ini. "Christa...menghilang..."

"Apa?! Bagamana bisa?!"

Manuel menjawab dengan serak. "Aku...aku memperkosanya." Bagai tersambar petir, Jimmy langsung ternganga, bahkan Robert yang ada di sebelahnya terdiam melihat perubahan wajah Jimmy.

Snowfall in Munich (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang