Bab 16 Pipit bertemu Dongos

3.5K 144 0
                                    


          Sejak mendengar Pipit bukan anak kandung Umi dan Abi, Pipit lebih banyak diam dan tidak periang seperti sebelumnya. Umi dan Abi mengajak Pipit pergi ke kampung halaman Umi. Jantung Pipit berdebar-debar, Pipit belum bisa menerima kenyatan kalau Pipit adalah anak seorang dukun. Sampai rumah Emak Ibunya Saroh, Pipit ijin keluar pada Uminya.

           "Umi, aku mau keluar, mau jalan-jalan sebentar ya?" pinta Pipit.

           "Ya boleh, tapi jangan jauh-jauh ya!" jawab Umi.

           Pipit berjalan sampai di perbatasan Desa, rasanya saat itu Pipit ingin berlari dan pergi jauh. Pipit termenung di pinggir pohon, banyak lalu lalang orang berjalan, Pipit hanya diam dan cemberut. Mata Pipit menatap sangat tajam ketika melihat Dongos sedang berjalan dan mengelus-elus kepala ayam bangkok. "Rupanya ada juga yang memelihara jin!" gerutu Pipit dalam hati. Pipit melihat jin-jin disamping Dongos. Melihat wanita cantik termenung dibawah pohon, Dongos menghampiri Pipit.

          "Sedang menunggu siapa Ndok?" tanya Dongos.

          "Tidak menunggu siapa-siapa!" jawab Pipit ketus.

          "Kamu bukan orang sini, ya?" tanya Dongos.

          "Ya!" jawab Pipit singkat.

          "Mau mampir ke rumahku?" tanya Dongos berharap.

          "Tidak! terimakasih!" jawab Pipit tegas.

          Dongos masih menatap Pipit dan membaca mantra, tapi Pipit bukan orang bodoh, Pipit pura-pura tidak tahu, dan cuek. Rupanya dari kejauhan Popon mengawasi Dongos dan Pipit. Setelah Dongos pergi berlalu meninggalkan Pipit, Popon buru-buru menghampiri Pipit.

         "Nak, awas hati-hati dengan dukun itu, jangan sampai kamu mau dibawa dia!" ucap Popon berbisik.

        "Aku tahu Bu!" jawab Pipit santai.

        "Syukurlah kalau kamu sudah tahu, kamu mau kemana?" tanya Popon.

        "Aku hanya jalan-jalan saja cari udara segar!" jawab Pipit.

          Popon menatap Pipit dalam-dalam, Popon melihat lesung pipit di pipinya, mengingatkan Popon pada putrinya.

        "Kenapa Ibu menatapku seperti itu?" tanya Pipit heran.

        "Tidak apa-apa, lesung pipitmu itu, mengingatkan Ibu pada putri Ibu, namanya Pipit," jawab Popon sedih.

        "Pipit?" tanya Pipit heran.

        "Iya namanya Pipit, mungkin usianya sama denganmu," jawab Popon sedih.

        "Namaku juga Pipit! kok bisa sama ya? anak Ibu dimana?" tanya Pipit penasaran.

          Popon terkejut mendengar gadis itu bernama Pipit, "namanya kok sama? ah mungkin hanya kebetulan saja!" ucap Popon dalam hati.

        "Bu? kok Ibu menatapku seperti itu?" tanya Pipit heran.

        "Oh, tidak! maksudku, anak Ibu ada diluar Jawa, jauh Nak," jawab Popon sedih.

        "Oh begitu, aku juga baru datang, dulu aku tinggal di luar Jawa," ucap Pipit santai.

          Jantung Popon berdebar sangat kencang, Popon terus memandang Pipit. Mungkin ikatan batin Popon dengan Pipit, Popon merasakan sesuatu yang aneh, apalagi ketika mendengar Pipit pernah tinggal di luar Jawa.

         "Siapa nama Ibumu Nak, siapa tahu Ibu kenal, karena Ibu lahir disini, siapa tahu saja Ibu kenal dengan orangtuamu?" tanya Popon dengan raut wajah serius.

         "Umi Saroh, Bu," jawab Pipit singkat.

          Bagai petir di siang hari, Popon terhentak dan semakin berdebar. Popon terus menatap Pipit tidak berkedip, nafasnya seperti terhenti. Pipit menyadari ada hal aneh dan ada kesamaan nama dan tempat tinggal, langsung berpikir, "jangan-jangan dia Ibuku yang di ceritakan Umi, dan dukun itu? tidak! tidak! tidak! perasaan apa ini? kenapa jantungku jadi berdebar-debar!" teriak batin Pipit sambil menatap Popon.

          "Ibu, aku permisi dulu," ucap Pipit.

          Popon tidak bergeming, mulutnya tidak mampu bicara dan menjawab, matanya terus menatap punggung Pipit.

          Pipit merasakan diperhatikan Popon dari belakang, Pipit berbalik dan menatap Popon yang masih berdiri, "kenapa dia menangis?" bisik hati Pipit. Pipit berjalan menghampiri Popon yang berdiri bagai patung, jantung Pipit berdebar sangat kencang, Pipit berdiri dihadapan Popon dan menghapus air mata Popon.

         "Kenapa menangis Bu? jangan menangis Ibu," ucap Pipit sedih.

          Popon semakin terisak menangis, tiba-tiba Pipit melihat Panjul di atas pohon dan berteriak.

         "Peluklah Ibumu! dia sudah lama menantimu!" teriak Panjul.

          Mata Pipit melotot menatap Panjul, "kenapa dia tahu tentang Ibuku? siapa Panjul!" bisik hati Pipit. Pipit merangkul Popon dan menenangkannya.

***

Pemburu Cinta (Panjul Part 5)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang