Bab 25 Pipit marah pada Panjul

3.2K 124 0
                                    


         Pipit tetap keras dan marah pada Panjul, Pipit terus mengusir Panjul.

        "Pergi! atau kita bertarung!" bentak Pipit.

        "Aku akan pergi! dan tidak akan menemuimu lagi! tapi ada yang ingin aku sampaikan!" ucap Panjul.

         "Udahlah, bicara saja seenakmu! terserah, dan pergi dari hadapanku!" bentak Pipit.

         "Aku sebenarnya ingin menolong Ayahmu, ingin membantu memakaikan kafan dan mengangkatnya! tapi aku tidak tahan dengan baunya! aku tanya pada Bunda, apa yang harus aku lakukan, Bunda bilang, biarkan saja, serahkan pada manusia, aku hanya jin tidak pantas mengurus jenazah dan mencampuri urusan manusia terlalu jauh! Kematian Ayahmu agar menjadi pelajaran untuk orang yang masih hidup, bahwa orang musrik biasanya tidak diterima dibumi. Ayahmu pemuja setan, jasadnya terbakar itu karena perbuatannya sendiri! kamu bilang jin licik, jadi kenapa kamu berharap meminta bantuanku? aku jin! kenapa kamu marah? kematian Ayahmu itu takdir, jangan menyalahkan dirimu sendiri, kalau kamu tidak terima takdir Ayahmu, sama saja menentang Allah, selamat tinggal Pipit!" ucap Panjul pergi.

         Begitu Panjul pergi, Pipit merenungi semua ucapan Panjul, "benar katamu Panjul, semua sudah takdir, jika Ayahku masih hidup, mungkin akan lebih banyak korban! kenapa aku mudah marah menghadapimu Panjul! padahal kamu tidak jahat! andai saja kamu bukan jin, kamu akan jadi teman setiaku!" teriak batin Pipit.

          Mata Pipit mulai mencari keseluruh penjuru ruangan, "kamu benar-benar pergi ya Panjul? sebenarnya aku ingin sekali minta maaf, tapi sudahlah! bagaimanapun kamu tetap jin! aku tidak boleh dekat dan bergantung pada jin! maaf Panjul, lebih baik kamu pergi, aku tidak mau terlena berteman dengan jin, tapi siapa Bunda? kenapa Panjul patuh pada ucapannya? dasar bodoh kamu, Panjul! selalu datang dan pergi seenaknya!" ucap Pipit dalam hatinya.

           Esok harinya Pipit dan Popon kerumah Dongos, banyak orang bergunjing membicarakan Dongos, entah kenapa Pipit marah saat mereka menjelek-jelekan Ayahnya. Pipit menghampiri kerumunan warga dan menakutinya.

          "Bu, Ibu, Bapak-bapak, Akang, Mbak, saya kasih tahu ya? lebih baik tutup mulut jangan membicarakan orang yang sudah meninggal, apalagi semasa hidup Dongos sakti kan? kalau kalian menyebut namanya, arwah Dongos bisa datang dan balas dendam karena kalian sudah menghinanya, jadi stop jangan pernah membicarakan Dongos ya? itu sih kalau percaya! kalau tidak percaya, coba saja nanti malam rasakan!" ucap Pipit menakuti.

         "Wah ngeri ya, iya juga ya, benar tuh! Dongos kan, sakti! nanti peliharaan dia bisa datang dan marah, atau arwah Dongos bisa balas dendam bahaya tuh! ayo bubar, jangan sebut-sebut lagi nama dia!" ucap salah satu warga.

          Merekapun bubar dan ketakutan, Popon melihat tingkah Pipit hanya tersenyum.

          "Nak? kamu kenapa menakuti mereka?" tanya Popon heran.

          "Entahlah Bu, aku tidak suka saja mendengar orang bergunjing, apalagi yang dibicarakan itu Ayahku, telingaku sakit Bu!" jawab Pipit.

           "Tapi mereka tidak tahu kok, kalau kamu anak Dongos," ucap Popon.

           "Iya Bu, ya sudahlah, mereka juga tidak berhak menghakimi Bu, Ayah sudah mendapatkan ganjarannya, supaya mereka tidak membiasakan diri membicarakan keburukan orang lain Bu," ucap Pipit.

           "Ya sudah, katanya mau ketemu Umi? bagaimana kalau kita ke Kota menjenguk Umi dan Abimu?" usul Popon.

            "Ide Ibu jenius, kita jalan-jalan ya Bu, ayo Bu," ajak Pipit.

            Popon dan Pipit pulang kerumah dan mempersiapkan keperluan keluar Kota. Popon sangat bahagia bisa jalan-jalan dengan putrinya.

   ***

Pemburu Cinta (Panjul Part 5)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang