Keringat bercucuran keluar dari sembilan pemuda, seolah alam sedang menunjukan bahwa tanah yang kita pijak hanya untuk orang yang mengenal Tuhannya yaitu Allah Ta'ala. Langit menghitam, petir menggelegar memekik suaranya tembus kebawah bumi. Hujan deras disertai angin kencang mewarnai kedukaan hati seorang putri.Alam tidak bersahabat dengan pendzolim, Penguasa Alam sedang menyadarkan ketentuan takdir, bagi yang sirik dan musrik, tak akan pernah bisa diterima dibumi dan menembus langit.
Satu persatu pemuda mundur dan menyerah, suara dentuman dari kamar praktek Dongos memaksa bulu roma meremang. Hampir dua hari mayat terbujur, tubuh melepuh mengeluarkan cairan.
Pipit mulai memekik dalam batinnya menyaksikan alam begitu benci dengan kematian Dongos. Sebuah api merambat dari dinding dan hordeng. Pipit dan Popon berusaha mengangkat mayat Dongos.
Ledakan kecil terdengar dari kamar Dongos, jin-jin menari-nari dan teriak pesta atas kematian Dongos sang kafir. Popon menyadari, selama hidup dengan Dongos, tidak pernah sekalipun melihat Dongos Sholat, bahkan Dongos tidak mengakui Kekuasaan Allah.
Dongos lebih percaya pada jin yang memberi kesaktian. Dongos lebih memuja keris dan batu akik yang terbungkus dengan kain, Dongos lebih memilih membaca mantra dan menyembah penguasa jin.
Allah sedang membuktikan hasil akhir sang durhaka. Pipit dan Popon berulang kali Takbir, namun tak bisa memecahkan dosa yang tak termaafkan. Air mata mulai membasahi pipi Popon dan Pipit. Panjul secepat kilat berteriak saat api mulai membesar mendekati jenazah Dongos.
"Pipit ayo keluar!" teriak Panjul.
Pipit masih berdiri tak percaya apa yang disaksikannya, Popon menyeret tangan Pipit dan berlari keluar dari rumah Dongos. Hujan tiba-tiba berhenti, tiada tersisa air hujan untuk meredam api.
Rumah Dongos terbakar habis bersama jenazah Dongos. Emosi Pipit memuncak, meskipun Dongos adalah pendosa, Dongos tetaplah Ayahnya. Pipit menyalahkan Panjul yang tidak mau menolong jasad Ayahnya.
"Pergi kamu bodoh! jangan pernah muncul dihadapanku!" teriak Pipit.
"Pipit? apa kau mengusir Ibu? kenapa Nak?" tanya Popon heran.
"Tidak Bu, bukan Ibu, tapi dia! jin bodoh yang selalu menggangguku!" ucap Pipit sedih.
Tidak ada yang bisa dilakukan Pipit dan Popon, mereka tidak bisa menembus rumah Dongos untuk menyelamatkan jenazah Ayahnya. Arang panas masih membara merah. Semua warga panik dan berusaha memadamkan api.
Rumah hangus beserta isinya, ketika warga berusaha membawa air dalam ember, tiba-tiba hujan deras turun memadamkan api. Polisi dan Aparat Desa dalam beberapa jam datang dan akhirnya jenazah Dongos diurus mereka.
Pipit dan Popon pulang, Pipit masih sangat syok, pikirannya selalu dihantui Dongos. "Apa aku yang menyebabkan Ayah meninggal? apa aku anak durhaka? apa aku pembunuh?" suara hati Pipit terus berontak. Saat Popon sudah terlelap, Pipit masih terjaga, bayang-bayang mayat Ayahnya terus menghantui Pipit. Panjul yang mengawasi dari jauh berusaha mengganggu Pipit.
"Tidak usah sedih! orang galak bisa nangis juga, ya!" ejek Panjul.
"Heh kamu! masih berani kamu datang! pergi kamu! aku tidak sudi bicara dengan jin!" teriak Pipit.
"Kenapa kamu marah? apa salahku?" ucap Panjul heran.
"Kamu dengan jin lainnya itu sama saja! sama-sama licik dan jahat!" bentak Pipit.
"Manusia juga ada yang licik dan jahat! kenapa kamu marahnya ke saya?!" ucap Panjul heran.
"Kamu licik! kamu tidak datang untuk membantu menguburkan Ayah! kamu suka kan Ayahku terbakar! licik kamu!" gerutu Pipit.
"Ada hal-hal tidak bisa aku ikut campur, dan kamu sudah jahat berpikir begitu!" ucap Panjul.
"Halah, jin memang suka ngeles! jin memang diciptakan untuk menggangu manusia!" balas Pipit.
"Kalau jin menggangu, kenapa manusia senang sekali memanfaatkan jin? manusia juga sering mengganggu jin!" ucap Panjul lantang.
"Berisik! aku tidak mau mendengar tipu muslihatmu lagi! kamu pura-pura baik! padahal sama saja ingin menghancurkan manusia!" gertak Pipit.
Panjul tetap santai meskipun dicaci maki Pipit. Panjul seperti paham Pipit sedang bersedih.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemburu Cinta (Panjul Part 5)
Mister / ThrillerDewasa 18++ Masih ingat Panjul? Jin Islam yang baik hati? Dalam kisah ini Panjul akan ikut berperan dalam cerita. Tolong sebelum membaca cerita ini, baca dulu cerita "Aku hamil anak jin." Karena jika tidak membaca dari awal, akan bingung dengan soso...