Tante Cantik | 1

42.5K 1.9K 135
                                    

Denting jam kayu di ruangan besar itu berbunyi sembilan kali. Menggema dan terdengar garang karena jam tua itu selesai dibersihkan pagi ini. Sebuah kepala manusia muncul dari balik korden besar berharga puluhan juta yang digantung di plafon. Matanya mengawasi keadaan di luar, rambutnya yang hitam legam menjuntai, kemudian tangannya mengambil salah satu gaun cantik selutut yang digantung di almari kaca.

Wanita itu tersenyum riang keluar dari balik korden, berdiri ke arah cermin yang menempel cantik di dinding. Berbentuk setengah matahari dilapisi kayu jati yang terkesan kokoh. Ia berbalik, melangkah pada ruangan yang disebut ruangan loker untuk semua pegawai menaruh barang pribadi. Ia memutar kunci dan menarik pintu loker ke depan, terdapat kunci lain berbandul bola salju yang berisi kelinci memegang wortel.

Gerincing kunci-kunci saling sedikit menimbulkan suara berisik, tapi tak lama. Karena wanita itu mengambil salah satu bandul kunci, memisahkannya dengan yang lain kemudian mengembalikan sisanya ke dalam loker. Pintu loker kembali ditutup dan wanita itu tampak berpikir, melihat sekeliling memcari sesuatu.

Ia mengambil sebuah gulungan pita berwarna biru, mengambil beberapa puluh senti dan mengguntingnya dengan mudah. Ia menyimpulkan pita itu pada kunci dan mengenakannya di leher. Wanita itu tersenyum dan melangkah keluar ruangan dengan tenang seolah tanpa beban. Wanita itu sampai pada pintu putih yang terdapat kaca tembus pandang dan terkunci.

Ia merundukkan tubuhnya sedikit demi bisa memasukkan kunci ke lubang pintu dan memutarnya. Bunyi klek selalu membuatnya girang, bertepuk tangan sejenak karena bisa keluar tanpa hambatan berarti. Tak seperti sebelumnya, Ia harus mengumpat kesal karena hanya bisa berkeliling di dalam ruangan besar tanpa satu pun penghuni.

Udara malam pukul sembilan malam menyergapnya ketika pintu di belakangnya berbunyi klik, terkunci. Udara yang asli, bukan imitasi yang selalu dihirupnya di dalam ruangan yang mempunyai matahari buatan. Wanita itu merentangkan tangannya, merasakan udara di bawah kedua lengannya. Rambut panjangnya berkibar lembut karena udara menerpanya.

"Aku suka berada di luar," katanya sambil menghirup udara luar sebanyak mungkin, kemudian tersenyum.

Wanita itu berjalan sambil memegang kunci di dadanya dan melempar senyum pada siapapun yang dilihatnya. Senyumannya tak ditanggapi, karena wanita paruh paya bertubuh gendut itu meliriknya sebal. Wanita itu tak peduli, ia merasa senang meski tak ada yang senang dengan kegembiraannya. Sebuah taksi memelankan laju mobilnya ketika mendekati wanita itu.

"Mau naik taksi, Nona?" tanya pria berseragam hijau itu.

"Bisakah kau antar aku ke tempat terang, banyak orang dan ada banyak hal yang bisa kulihat?" tanya wanita itu ramah sambil menunjukkan beberapa lembar uang dari saku gaunnya.

Sopir taksi tampak sedikit berpikir, mereferensikan tempat yang dimaksud wanita di depannya, "bisa, silakan naik."

Wanita itu membuka pintu mobil taksi dan segera masuk, menutupnya dan duduk manis menunggu sopir taksi memandunya malam ini. Ia melihat keramaian kota dari balik kaca gelap mobil taksi, tak terima pandangannya terhalang pun meminta ijin pada sopir.

"Bapak yang baik hati, bisakah aku membuka kaca ini?" tanya wanita itu.

Sopir taksi menoleh sekilas, "boleh, Nona."

"Asik!" Wanita itu lantas membuka kaca jendela dan udara yang masuk begitu banyak.

Ia melongok keluar dari kaca taksi, lampu penerang jalan dan lampu kendaraan belomba menerangi jalanan malam. Ia mengeluarkan tangannya sedikit di luar jendela, tersenyum ketika merasakan udara seperti menambarnya, menyentuhnya cukup kencang.

"Nona mau ke mana dulu? Ke Marisa Mall atau ke taman kota? Sama-sama bisa melihat banyak orang."

"Marisa Mall itu apa?" tanya wanita itu pada sopir taksi.

Whiffler [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang