How Do I....

4.7K 598 50
                                    

Rhea mengerjapkan mata menyesuaikan diri dengan kegelapan ruangan tempatnya disekap.

Ia ingat dengan jelas bagaimana ia dibekap dan diseret paksa dari toilet. Ketika ia meronta berusaha melawan, janitor yang sedang membersihkan toilet itu mereka pukul sampai pingsan sebagai peringatan baginya.

Rhea jadi tak berani bersuara dan bergerak sedikitpun karena mereka terus mengancam akan melukai karyawan restoran yang lain. Harapannya juga semakin tipis ketika kedua bodyguard nya juga tak bisa berbuat banyak bahkan melihat mereka dihajar tanpa banyak perlawanan karena mereka mengancam akan melukai sang ibu bos.

Rhea menyendengkan telinga berusaha menguping percakapan di luar.

"Ia harus tetap disingkirkan. Habisi saja. Ia hanya salah satu dari tujuan kita. Binasakan yang berpotensi jadi pewaris keluarga Radyanta. Masalah product tampering itu hanya pengalih perhatian. Mengerti?"

"Bagaimana dengan Nyonya tua itu, Bos?"

"Kita reset ulang saja prioritas. Setelah istrinya, Jason Radyanta yang pongah itu selanjutnya. Setelah ia tamat, kurasa ibunya yang tak berdaya itu tidak akan jadi masalah besar."

"Siap, Bos. Eh, Bos... Ini tugas berat. Jangan lupa bonus buat kami jika semua beres."

"Mudah itu. Pasti lebih besar dari pelenyapan Radyanta Senior dulu."

"Heh, hati-hati dengan istri Jason sialan itu. Aku dapat laporan ia hmm... Lumayan tangguh."

"Siap, Bos. Waktu kami sergap dia memang membuat kami lumayan kewalahan."

"Hmm... Pokoknya hati-hati. Dan bekerjalah dengan rapi seolah-olah ini murni penculikan demi tebusan, bukan pembunuhan berencana. Oke?"

Lalu terdengar suara pintu tertutup.

Rhea memeras otak dan memutuskan untuk mencari kesempatan bisa keluar dari situasi yang menyangkut nyawanya ini. Ia merasa geram setelah mendengar percakapan tadi.

Jadi benar dugaan Jason bahwa ayahnya dibunuh, bukan kecelakaan, kata Rhea dalam hati.

Rasa gentar karena nyawanya terancam lewat begitu saja terlampaui oleh tekad untuk bisa lolos dari cengkeraman para penjahat itu.

Dok dok dok dok. Rhea memukul pintu. "Hei, kau! Aku haus!"

"Diamlah, Nyonya!"

"Aku haus, bodoh!"

"Dasar wanita gila." Laki-laki itu menyambar sebotol air mineral di meja. "Baik, baik. Kau boleh minum sepuasmu sebelum kau mati."

Laki-laki itu meringis sangat jelek, memperlihatkan sebaris gigi yang tak utuh lagi urutannya saat ia membuka pintu sedikit.

Tapi, braakk. Dengan gerakan yang sangat cepat pintu itu ditendang Rhea dengan keras yang membuat laki-laki itu jatuh terjengkang terdorong pintu.

Rhea tidak memberi kesempatan penjaganya itu berdiri. Beberapa bogem mentah mengenai rahang laki-laki itu yang pasti membuatnya berkunang-kunang dan pusing.

Rhea tak menyia-nyiakan kesempatan untuk kabur. Tak lupa dikuncinya pintu ruangan tadi untuk menghalangi laki-laki penjaganya yang masih teler untuk keluar mencari bantuan.

Namun usaha pelariannya tak semudah yang dibayangkan.

Perjalanannya ke luar rumah dihalangi oleh empat laki-laki dan seorang wanita yang meskipun berhasil dilumpuhkan, tapi tak urung menguras tenaganya. Ia merasa letih tapi dorongan dari dalam jiwanya membuatnya terus kuat.

Pintu pagar tinggal beberapa langkah lagi. Rhea berharap ia segera mendapatkan bantuan di balik tembok tinggi itu. Kedua lengannya terasa ngilu sebagai hasil menahan pukulan yang bertubi-tubi. Napasnya juga serasa tinggal separuh.

The Prince And The Karate GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang