Saat Pulang

4.7K 555 39
                                    

Jason menjemput Rhea dengan raut muka seperti setahun tak bertemu. Ia langsung memeluk dan mencium gadis itu tanpa ragu di tengah lautan penjemput di bandara dan tak sedikit yang memperhatikan sosok tampannya yang memang susah untuk dilewatkan.

Pollux segera menghilang bersama Cassie setelah menyapa sekilas.

"Miss you so much, Wifey...." kata Jason tanpa melepaskan tangannya dari pinggang Rhea di dalam mobil.

"Miss you, too, Jason Radyanta."
balas Rhea lalu mencium bibir Jason tanpa aba-aba.

Jason malah terkejut. "Heiii, tunggu dulu. Ada body snatcher yang menggantikan tubuhmu selama di sana? Atau Cassie memberimu ide-ide cemerlang tentang betapa hebatnya suamimu ini?" Ia meringis jail.

"Hmm, kurasa dua-duanya. Tunggu saja nanti malam aku pasti berubah wujud makhluk Uranus jadi-jadian."

Mata Jason berbinar. "Nanti malam? Aku garis bawahi kata nanti malam, Rhe..." Ia duduk di samping Rhea dengan raut muka sumringah.

"Betul. Mungkin aku akan melolong panjang ke rasi bintang Sirius."

"Atau bukan melolong.... Tapi mendesah..." Jason mengatakannya dengan hati-hati sambil menanti reaksi Rhea. Tapi gadis itu hanya tersenyum simpul dengan wajah memerah yang membuat Jason semakin gemas. Bibir Rhea menjadi sasarannya.

Sopir merangkap bodyguard yang mengintip dari kaca spion ikut tersenyum dan menatap rekan di sampingnya. Mereka punya pikiran yang sama. Bos mereka sudah mati kutu kali ini. Ia sungguh cinta pada istrinya yang tangguh dan tegas itu. Mereka bisa menyimpulkan setelah sederet wanita yang dulu menempel dan bergayut manja pada bos besar lengkap dengan sekeranjang kata rayuan, Tuan Radyanta Junior akhirnya takluk. Yang ini memang beda, Pak Bos yang nampak tergila-gila padanya.

"Jace.... Lapar..." Rhea melepaskan ciuman Jason karena perutnya mulai bernyanyi. "Tadi belum sempat makan siang."

"Oh... Oke. Hermans, resto di bukit ya?" perintah Jason pada sopirnya.

"Siap, Bos."

Hermans membelokkan mobil ke arah jalanan yang lumayan sepi dan semakin jauh semakin menanjak. Pohon-pohon pinus mulai menghiasi kanan kiri jalan.

Mereka sampai di sebuah restoran di atas bukit dengan pemandangan yang sangat indah. Jason tentu saja langsung membooking tempat yang paling eksklusif dengan pemandangan lepas. Tempat itu sebenarnya sedang sepi karena bukan hari libur maupun akhir pekan. Hanya terlihat satu mini van dengan pintu geser samping berisi enam atau tujuh anak muda yang kelihatan seperti akan pergi camping, parkir di situ tak lama setelah Jason dan Rhea datang.

Hermans dan rekan bodyguard nya segera menyingkir kembali ke parkiran karena dirasa keadaan aman dan mereka tak ingin menelan ludah lebih banyak menyaksikan adegan mesra Pak Bos dan istrinya. Atau yang lebih parah, kena sembur atau pecat karena tidak paham situasi.

Jason tak menyia-nyiakan kesempatan sambil menunggu menu yang mereka pesan. Ia memeluk Rhea dari belakang sambil menatap matahari yang mulai terbenam di balik pepohonan.

"Tenang dan damai. Seperti perasaanku sekarang," bisik Jason di telinga Rhea. "Ingin selamanya seperti ini, bersamamu."

Kalau hati bisa meleleh seperti es krim, hati Rhea pasti sudah seperti itu saat ini. Ia ada pada titik batas untuk tak bisa lagi menolak gejolak perasaannya yang sebelumnya masih dipenuhi logika dan segala kemungkinan di masa datang. Ia tak peduli lagi dengan kemungkinan sakit hati dengan hubungan yang too good to be true baginya ini. Ia tak peduli lagi.

"I love you," bisik Rhea perlahan.

Jason menegakkan tubuh, tak percaya yang barusan ia dengar. "Katakan lagi, Rhe...."

The Prince And The Karate GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang