Part 3. Brother In Law

4.8K 255 5
                                    

*****

Hinata membuka matanya dan mendapati wajah tampan Menma yang tersenyum menatapnya. Hinata bertanya dalam hati apakah dia sedang bermimpi? Hinata lalu mengerjabkan matanya tapi wajah tampan suaminya itu masih tetap ada di atas wajahnya. Dia juga merasakan tubuh suaminya yang menindih tubuhnya yang masih polos karena Hinata terlalu lelah untuk memakai kembali piyamanya setelah Menma mencumbunya untuk pertama kalinya. Hinata jadi malu merasakan tubuh telanjang mereka bersentuhan. Hinata makin malu mengingat kegiatan panas yang mereka lakukan beberapa jam yang lalu. Hinata teringat rasa nikmat yang dirasakannya saat cumbuan dan belaian suaminya membuatnya mencapai puncak untuk pertama kalinya. Dia juga mengingat kelembutan suaminya saat memasukinya pertama kali, mencumbunya dan menyemai benihnya di rahimnya yang masih perawan. Wajah Hinata jadi terasa panas karena malu mengingat semua itu.

" Menma? Kau tidak tidur? " tanya Hinata, mencoba mengalihkan Menma dari acara memandangi wajahnya hingga Hinata tersipu malu dibuatnya. Hinata lalu menoleh ke jam digital di atas meja dan kaget saat jam itu sudah menunjukkan angka 5 pagi.

" Jadi kau tidak tidur semalaman? " tanya Hinata.

" Aku terlalu bahagia karena akhirnya kita bisa menyatu hingga aku tidak bisa tidur. " jawab Menma sambil membelai wajah Hinata.

Mendengar ucapan Menma, Hinata jadi merasa bersalah pada suaminya itu. Seharusnya dia menyerahkan dirinya pada suaminya itu sejak pendeta mengesahkan pernikahan mereka dan mengumumkan pada semua orang kalau dirinya adalah istri dari seorang Menma Namikaze. Tapi dirinya malah memanfaatkan kebaikan dan kesabaran Menma itu dengan menunda melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri.

" Maafkan aku Menma.. Maafkan atas semua keegoisanku.. " ucap Hinata. Matanya terasa panas dan dengan tanpa bisa dicegah, air mata mengalir dari kedua mata beriris ungunya.

" Sudahlah.. Jangan menangis. Aku sendiri yang memutuskan untuk menunggumu kan? " hibur Menma sambil menghapus air mata dari wajah istrinya tercinta itu.

" Menma.. " panggil Hinata. Dia menggenggam tangan Menma dan menciumnya sambil terus menangis.

" Sudah ..sudah.. Tidak ada yang perlu kau tangisi Hinata. " ucap Menma lembut sambil mengusap air mata yang membasahi wajah cantik Hinata.

Menma mencium bibir Hinata dan menghisapnya pelan. Hinata mencoba membalasnya dan mereka mulai saling berpagut dengan penuh gairah. Menma kembali mencumbu istrinya itu, membuat suara erangan dan jeritan Hinata memenuhi kamar besar mereka. Para pelayan dan para pekerja yang sudah memulai aktifitas dan pekerjaan mereka di rumah utama itu hanya tersenyum malu dengan wajah memerah saat mendengarnya.

Tidak terasa sudah hampir dua bulan Hinata menjadi Nyonya Namikaze dan hidup bahagia dengan Menma di rumah besar keluarga Namikaze itu. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang tenang dan harmonis. Hinata mulai mencoba mengenal suaminya itu. Dia mencari tahu kebiasaan yang sering dilakukan Menma, apa makanan kesukaannya, model baju kesukaannya, dan semua hal mengenai suaminya itu termasuk keluarga dari suaminya itu. Hinata bertanya pada para pegawai dan pelayan mengenai keluarga suaminya itu karena tidak mau mengganggu Menma yang selalu sibuk dengan pekerjaaan kantornya.

Hinata mulai tahu bahwa Menma adalah anak kedua dari keluarga Namikaze itu. Kakaknya tinggal bersama seorang pamannya di Amerika sejak kelas XII. Saat Hinata bertanya siapa nama kakak dari Menma, mereka hanya bilang bahwa Tuan Muda Pertama mereka itu tidak suka namanya diberitahukan pada orang lain tanpa seijinnya. Hinata jadi penasaran pada kakak dari suaminya itu dan bertanya-tanya kenapa tidak ada satu pun foto keluarga Namikaze yang dipajang di dinding rumah besar itu yang bisa menunjukkan wajah kakak iparnya. Hinata jadi penasaran seperti apa saudara Menma yang selalu dibicarakan suaminya itu.

REPLACEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang