14. Niat Terselubung

4.2K 342 4
                                    

"Saya mau tanya sama kamu."

"Ya?"

"Hubungan kamu serius ya sama pacar kamu? Maksud saya, gini...," Andrew tampak ragu melanjutkan bicara. "Saya pernah lihat kalian. Tapi dari yang saya tangkap, kamu tidak diperlakukan layaknya seperti pacar. Tapi sebelum itu, perlu kamu ingat, saya enggak punya perasaan apapun sama kamu, enggak ada sama sekali. Sorry kalau saya terlalu ikut campur. Saya cuma--"

"Kasihan?" Susan menebak dengan mudah.

Lagi pula mana ada, sih seorang adik berlaku mesra dengan kakaknya? Ya mungkin ada, tapi tidak pada hubungan kakak-adik seperti Susan dan Bagas yang cenderung aneh. mem-bully satu sama lain sebagai ungkapan kasih sayang. Wajar bila Andrew melihat mereka tidak selayaknya pasangan kekasih, hanya pure sibling relation.

"Terima kasih Bapak sudah peduli dengan saya, tapi saya rasa ini bukan urusan Bapak, saya bisa urus urusan saya sendiri," jelas Susan, tegas.

Ini satu-satunya cara membungkam Andrew agar ia tak banyak tanya dan ikut campur.

Andrew mengembus napas pelan. Yang dikatakan Susan benar. Ia hanya kasihan, tapi Susan patut dicintai dengan layak. "Maaf kalau saya lancang."

Susan menatap kepergian Andrew sambil mendecak sebal, "Terima kasih, Susan tumpangannya. Iya, Pak sama-sama." Susan berdialog dengan dirinya sendiri meledek bosnya yang pergi tanpa terima kasih. "Memangnya berat bilang terima kasih!" Susan lajukan mobil.

Dalam perjalanan pulang, Susan resah. bukan karena perkataan Andrew yang ia pikirkan, melainkan permohonan cuti yang ia buat untuk minggu depan harus dipercepat. Susan bingung alasan apa yang mampu membuat Ratih, mau menerima perubahan itu.

"Apa gue bilang gue mau lamaran, ya? Ah, nanti heboh di kantor. Gimana dong?" Mengetuk-ngetuk kening pada kemudi, ia bicara sendiri. Lampu merah ini memberinya jeda untuk berfikir.

___

"Besok? Bukannya cuti kamu minggu depan, ya?"

"Hm, iya, Bu, tapi sepertinya harus dipercepat. Karena urusan ini penting sekali." Susan berusaha berbicara pada atasannya.

"Urusan penting apa memangnya? Kalau kamu enggak mau bilang, saya enggak bisa bantu. Kamu ngomong langsung aja sama HRD sana."

"Saya ada acara lamaran, Bu!" Mau tidak mau alasan itu keluar juga dari mulut Susan.

"Kamu mau nikah?"
___

Siang ini Susan harus membereskan pekerjaan, bertemu klien VVIP. Siapa lagi kalau bukan Anita. Setelah pagi tadi mendapat persetujuan untuk memajukan cuti, Susan harus menyelesaikan projek ini segera.

Hanya dua hari ia diizinkan cutu, hari pertama akan berada pada saat hari H lamaran, dan hari kedua akan berada diperjalanan pulang untuk kembali menekuni rutinitasnya yang monoton.

Anita datang membawa teh ketiga untuk Susan. Butik dengan nuansa putih gading ini terlihat mewah dengan banyak pakaian cantik berjejer di setiap sudut. Manekin ramping berjajar bebalut pajaian indah Dapat Susan lihat pula dari banyaknya pakaian yang dipamerkan, tak ada satupun yang mungkin cukup di tubuh tambunnya, seketika Susan merasa sedih. Ada rasa iri dalam dirinya melihat banyak gadis langsing memakai pakaian membalut tubuh indah mereka, tanpa lemak menonjol tentunya. Matanya tertuju pada sebuah gaun berwarna peach dengan potongan off shoulder.

Cantiknya!

Matanya berbinar melihat gaun itu. Tapi ukuran gaun itu membuat Susan harus mengenyahkan bayangan memakai gaun itu. Ukuran gaunnya kecil, mustahil bisa muat padanya. Susan tak mau menjadi langsing hanya untuk memakai sebuah gaun. Sebuah kebodohan.

Waiting for You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang