31. Gagal Kencan

3.6K 306 20
                                    

"Tante Susan-nya mau pulang, Sayang." Andrew menarik tubuh Tiara dalam pelukan Susan. Tiara makin mengeratkan lingkaran tangan, membuat Susan sesak.

"ENGGAK, ENGGAK, ENGGAK!" Tiara menjerit, membuat Susan pengang, menutup matanya sebelah.

Susan pasrah, sudah hampir satu jam Tiara tidak mau melepaskan pelukan posesif. Andrew kehabisan akal membujuk. Susan kehabisan tenaga mengimbangi gerakan liar Tiara yang terus memberontak dalam dadanya. Untung dalam posisi duduk, minimal Susan bisa menyenderkan punggung pada sofa restoran dalam sebuah mal.

"Yang, kamu cari cara dong, biar Tiara mau lepas. Tiara nurutnya sama kamu doang," kata Andrew pada Susan yang terlihat pasrah dan banjir keringat.

"Kamu enggak lihat, aku sudah lemas begini? Ini anak kamu, yang harus cari cara, ya kamu, Mas!" seru Susan sambil mengipas-ngipas lehernya yang berpeluh dengan tangan.

Andrew mengembus napas keras. "Sayang, ayo kita pulang. Nanti Papa beliin boneka Olaf. Lepas ya." Andrew masih mencoba membujuk Tiara.

"ENGGAK!" Tiara makin mengeratkan pelukan, bergerak memindahkan tangannya yang mungil ke pinggang Susan. Susan meringis.

Bukan keinginan Susan, Tiara amat sulit berpisah dengannya. Susan sendiri heran pesona apa yang ia punya hingga Tiara sangat lengket. Padahal, sepupu-sepupu Susan yang masih anak-anak sangat menghindari Susan karena ia dikenal galak dan mereka lebih mau mendekat pada Citra. Tapi, naluri keibuannya berkata lain ketika tanpa sengaja Susan bertemu Tiara dan memberikan gadis kecil itu cokelat. Tanpa disadari, hal itu langsung membekas di hati Tiara.

"Mas, aku haus." Susan memasang muka memelas pada Andrew karena kehausan.

"Mau minum apa?" Andrew mengambil tisu di atas meja, mengelap kening Susan yang berkeringat.

"Air biasa aja." Dipesankan oleh Andrew dua buah air mineral untuk Susan, ini adalah botol kelima dan keenam yang Susan minta. Di saat seperti ini, saat peluh keluar bagai air keran, ia butuh lebih banyak air untuk mengganti cairan yang keluar.

Susan meminum air dengan sedotan, lalu menyodorkan pada Tiara. "Sayang, minum dulu ya, lepas dulu. Tante gerah, nanti peluk lagi. Tante enggak akan pulang, Tante janji. Tiara sayang."

Tiara menggeleng sambil mengerang.

Susan mendesah lemah. "Aku nyerah, Mas." Ditutupnya air kemasan yang tadi terbuka, diserahkan kepada Andrew.

"Aku juga." Andrew duduk, tubuh pria itu menempel pada lengan Susan, menyandar empuk. Dicolek bahu Tiara beberapa kali. "Gantian dong, Papa yang peluk Tante Susan, masa Tiara terus dari tadi, Papa juga pengin dipeluk." Tiara tak merespons.

Susan menepuk lengan Andrew. "Kamu tuh, sama anak sendiri cemburu!"

"Menang banyak Tiara, yang!"

"Mas, telepon Sasa. Suruh ke sini bawa baju-baju Tiara."

"Kenapa bawa baju Tiara segala?" Andrew menegakkan punggung.

"Udah telepon aja!" perintah Susan.
Andrew menelpon Sasa dan memintanya ke tempat di mana mereka makan.

"Setengah jam lagi Sasa datang," beri tahu Andrew yang baru selesai menelepon.

"Tante, pipis." Tiara mendongak.

Susan dan Andrew saling tersenyum. Tiara akhirnya melepaskan pelukan posesifnya, Susan jadi lega.

"Sama papa, ya pipisnya." Susan meminta Andrew mengantar Tiara ke toilet.

"Sama Tante!" Tiara merengek.

Andrew mengerutkan dahi. "Kan toiletnya, toilet perempuan. Masa aku masuk sih?"

Waiting for You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang