16. Debaran

4.4K 364 22
                                    


Ada perasaan yang tak bisa dijelaskan oleh Andrew sebab tahu berita mengenai lamaran Susan yang sudah menyebar adalah bohong.

Semula ia gusar. Namun, mendapat pencerahan saat mengkonfirmasi langsung kepada Ratih, ternyata, adik dari gadis itu yang melangsungkan lamaran.

Entah sejak kapan Andrew menaruh perhatian. Dari yang Andrew perhatikan sekali waktu ketika gadis itu berinteraksi dengan Tiara, ia bisa merasakan sebuah perasaan tulus terpancar. Mungkin itu pula alasannya kenapa Andrew selalu dibuat penasaran. Logikanya mengatakan Susan bukan tipe idealnya sama sekali. Banyak kali ia berusaha mengenyahkan bayangan gadis itu yang menari di benak. Semakin ia berkilah mengelabui hatinya, semakin gadis itu melekat kuat.

Lagi-lagi ia dibuat penasaran menyaksikan Susan berbincang berdua dengan seorang yang dikenal sebagai office boy di kantor.

Ketidaksengajaan ini seperti takdir yang selalu menuntun mereka bertemu.

Mereka berbincang serius, sesekali Susan menggenggam erat punggung tangan si office boy.

Apa mereka punya hubungan khusus?

Entah apa yang mereka bicarakan, Andrew tak bisa mendengar.
Perasaan tak nyaman bikin Andrew berdiam di tempat.
Mana mungkin Susan memiliki hubungan dengan seorang office boy yang jelas usia mereka cukup jauh? Tapi, bagaimana jika hubungan itu benar adanya?

Terlihat dari kejauhan saat si office boy berbicara, Susan hanya mengangguk dan tersenyum getir merespons. Jangan sampai Andrew lupa cara bernapas.

Saat si office boy mengedarkan pandangan berkeliling, Andrew bertemu mata, si office boy tampak mengenalinya. Lelaki kurus itu tersenyum dan mengangguk padanya.

Andrew membalas ekspresi datar. Langsung dilajukan mobilnya dari parkiran sebuah tempat makan. Tadinya ingin membeli makanan kesukaan Tiara, tapi suasana hatinya rusak melihat mereka.
___

"Terus gimana keadaannya sekarang, Mang?" Susan sedang berada di sebuah tempat makan tak jauh dari kantor. Sengaja Susan mengajak Ujang sebab ada hal yang ingin mereka bicarakan.

Ujang menghela napas pelan seolah masalahnya bisa beres dengan sekali helaan. "Ya begitu, Bu, masih di rumah sakit." Ujang tertunduk lesu.

Dalam beberapa hari terakhir, Susan melihat Ujang tak seperti biasa. Sering melamun, selalu salah membuat apa-apa yang karyawan lain perintah— bikin semua orang senewen. Susan yang pecinta teh dibuat heran pula, kenapa ada kopi di mejanya, walaupun Susan langsung membawa kopi itu ke pantry dan membuat tehnya sendiri. Tapi, tidak dengan karyawan lain yang memilih memarahi Ujang ketika perintah tak sesuai dengan instruksi.

"Saya tahu Mang Ujang lagi bingung, lagi sedih. Memangnya sisa berapa lagi yang belum dibayar?" tanya Susan seraya mengeratkan tangan pada punggung tangan Ujang, menguatkan pada masalah yang tengah dihadapi.

"Masih banyak, Bu." Ujang menunduk sedih.

Sri, istri Ujang berada di rumah sakit untuk melahirkan, tadinya menurut Ujang sudah dibawa ke bidan. Karena sang bayi tak kunjung lahir, bidan menyarankan ke rumah sakit dan harus dilakukan tindakan operasi sesar untuk menyelamatkan keduanya.

Hal ini tentu saja diluar prediksi Ujang, ia kekurangan biaya yang mengakibatkan seluruh pikirannya tersita akibat masalah ini.

Waiting for You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang