CHAPTER 13 : From Now On, We Are...

1.2K 226 6
                                    

Di kedai yang berdiri tepat di samping kampus, yang biasa di sebut Waroeng Jempol oleh para mahasiswa. Di sanalah muda-mudi dengan seragam dengan lima warna yang berbeda tapi sama-sama memakai syal berwarna merah-putih di bagian tubuh yang di inginkan.

Untuk Arka, sang Ketua Umum BEM Universitas, Arka memakai syal merah-putih itu di lengannya, begitupun juga dengan anak fakultas teknik lainnya. Untuk Thalia, yang menjabat sebagai Wakil Ketum BEM Fakultas Ekonomi, gadis dua puluh tahun itu memakai syal merah-putih itu di pergelangan tangan kirinya, begitupun juga dengan anak fakultas ekonomi lainnya yang mengikutinya.

Arka bangkit dari kursinya dengan gelas berisi es teh manis di tangannya, "Makasih buat hari ini, genk. Makasih buat Sean selaku Ketum BEM Fakultas Teknik, makasih juga buat Thalia yang mewakili Ketum BEM Fakultas Ekonomi yang berhalangan hadir dan selaku WaKetum BEM Fakultas Ekonomi, makasih juga buat..." Arka mengucap terima kasih mendalamnya pada para anggota yang sudah bekerja keras untuk kelangsungan agenda hari ini.

"BEM!" Arka menyerukan kata itu dengan lantang sambil mengangkat tinggi gelas cola di tangannya.

"JEMPOL!" Anggota lain menyerukan kata lain dengan lantang pula, dan tentunya sambil mengangkat tinggi gelas cola di tangan mereka

Ya, walaupun hanya Arka yang berbeda, karena ia mengangkat tinggi gelas berisi es teh manis. Ah, bukan hanya Arka, tapi Thalia juga memesan minuman berbeda. Milk shake yang menjadi favoritnya di Waroeng Jempol.

"Dana dari kampus udah ludes." Ucapan Arka ini di respon dengan helaan napas para anggota, "Tapi tetep ya, makan yang banyak. Gue yang traktir." Arka tersenyum.

"WOOO!!!" Waroeng Jempol mendadak bergetar karena teriakan puluhan anggota Arka yang memenuhi kedai.

Beberapa mahasiswa yang sudah selesai makan, dengan santainya menyalakan rokok mereka. Gadis-gadis disana hanya bisa mendengus kesal. Memang sudah sangat biasa tapi saat itu terjadi udara akan semakin pengap.

Thalia mengibas-ibaskan tangannya didepan wajahnya. Ia mendengus pelan. Ia melirik para mahasiswa yang merokok menjauh dari tempat para gadis dan bergerombol. Hanya Arka yang masih duduk di kursinya sambil memainkan ponselnya. Bahkan ia tak terganggu dengan Sean dan Chandra yang tengah merokok di meja yang sama dengannya.

Chandra melirik Arka yang duduk di sebelahnya. Ia baru saja tersadar bahwa Arka yang sudah berhenti merokok duduk di sampingnya. Dengan bodohnya, ia kaget.

"Ka, sorry." Chandra langsung berdiri.

Sean yang kaget juga langsung berdiri. Ia seakan dengan tiba-tiba melupakan kecemburuan dan sikap berdiam dirinya pada Arka sedari pagi tadi.

Arka yang kemudian memberhentikan game-nya untuk sesaat langsung menatap kedua temannya yang sudah berdiri di sekelilingnya. Arka terkekeh.

"Bagus deh kalau lo pada nyadar, sat." Arka tertawa.

"Kita kesono dulu." Chandra dan Sean pergi merapat pada gerombolan yang merokok.

Thalia yang melihat itu terlihat berpikir keras. Sena yang menyadari itu langsung menyenggol lengan Egita, kemudian menunjuk Thalia dengan dagunya. Egita dan Sena menatap aneh ke arah Thalia yang masih menatap Arka yang sibuk dengan game di ponselnya.

"WOY!" Thalia terlonjak kaget berkat kedua teman laknatnya itu.

"Tay emang kalian, oh God." Thalia menghela napasnya.

"Lagian ngeliatin doi sampe segitunya." Sena terkekeh.

"Kalau mau nyamperin ya udah sana, nggak usah ngelirik-lirik mulu." Egita menggoda.

Dearest ThaliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang