CHAPTER 18 : IF I AIN'T GOT YOU

1.3K 235 11
                                    

Kedai roti bakar yang mereka kunjungi dengan rekomendasi dari Rosa adalah kedai yang cukup bagus. Desain kedai itupun sangat modern dan kekinian. Banyak hiasan di dinding dan lampu kelap-kelip di sisi ruangan.

Bahkan di sudut lantai satu ada ruangan khusus yang punya dekorasi paling menarik. Dengan sofa berwarna merah yang menarik dan terlihat nyaman. Mereka di giring oleh Rosa ke sana.

Tepat ada tiga meja di sana. Satu meja yang cukup besar dengan bentuk bundar, yang satunya lagi lebih kecil dengan bentuk kotak, dan yang terakhir adalah meja yang paling kecil dengan bentuk kotak khusus untuk dua orang. Para maba squad dengan naluriah duduk di meja yang lebih kecil dari meja berbentuk bundar.

Posisi melingkar di meja bundar itu---Arka, Thalia, Sean, Sena, Egita dan Chandra--- sudah di duduki oleh ke enamnya. Ada tiga buku menu diatas meja. Thalia langsung mengambil satu dari sana dan dengan otomatis berbagi buku menu itu dengan Arka---alih-alih dengan Sean yang berada di sisi kirinya---.

Sean melirik Thalia yang tengah sibuk melihat buku menu dengan Arka sambil kadang tertawa kecil dengan Arka. Di sisi lain, mata Sena memperhatikan Sean. Sena mengambil satu-satunya buku menu yang tersisa didepannya.

Sena membuka buku menu itu, kemudian menyenggol lengan Sean. Sean sontak menatap Sena yang sibuk menatap buku menu.

"Pesen yang mana?" Tanya Sena.

Sean tak menjawab dan masih menatap Sena. Sena mendongakan kepalanya, kemudian menatap Sean yang masih menatapnya.

"Order, Yan."

"Hng." Sean mengangguk kecil dua kali, kemudian menatap buku menu yang dipegang oleh Sena.

Kembali pada Arka dan Thalia yang masih sibuk melihat-lihat buku menu. Berkali-kali Thalia menunjuk berbagai menu. Arka terkekeh setiap Thalia melakukan itu. Saat mata Arka terpaku pada sisi kanan wajah cantik milik Thalia, secara otomatis sisi bibirnya terangkat. Senyuman cerah Thalia saat melihat gambar-gambar di buku menu itu yang menggugah gigi manisnya membuat Arka tak bisa menahan senyumnya.

Di sisi lain, Egita sibuk melihat-lihat buku menu.

"Kamu 'kan nggak suka manis, yang." Celetuk Chandra.

"Wow, you're really don't know about my taste. Indeed, Chandra." Cibir Egita, "Kebanyakan cewek tuh suka manis, include me of course."

"Kamu kalo di suruh milih makan resto atau kafe, selalu milihnya resto 'kan? Makanya aku kira kamu nggak suka manis."

"Milih resto bukan berarti nggak suka manis 'kan?" Skakmat. Chandra langsung bungkam.

Egita terkekeh, kemudian mencubit gemas pipi Chandra. Di tengah-tengah romansanya dengan Chandra, mata Egita menangkap momen yang membuatnya tersenyum geli. Ia menangkap momen dimana Arka masih saja terpaku pada wajah Thalia sambil tersenyum kecil.

Egita menyenggol lengan Chandra, kemudian menunjuk Arka dengan ujung dagunya. Begitupun juga dengan Sena yang berada di sampingnya. Karena Sena mendongak, Sean yang berada di sampingnya pun ikut mendongak. Ke empatnya menangkap basah Arka yang masih menatap wajah Thalia disana.

Di tengah-tengah suasana itu, Sena melirik Sean. Begitupun juga dengan Chandra. Saat Sena di tangkap basah oleh Sean karena meliriknya, Sena langsung pura-pura sibuk dengan buku menu. Sedangkan Chandra yang juga tertangkap basah oleh Sean masih pada tempatnya, dimana ia menatap Sean yang juga menatapnya. Sean tersenyum kecut, kemudian kembali berbagi buku menu dengan Sena.

Chandra menatap Arka yang masih sibuk terpaku pada wajah Thalia. Chandra menyenggol kaki Arka dengan kakinya. Arka sontak menatap Chandra. Chandra mendecak. Arka tak mengerti, sampai pada matanya dan Egita bertemu. Bisa ia lihat senyuman menggoda Egita padanya.

Dearest ThaliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang