CHAPTER 11 : FIRST IMPRESSION

1.3K 238 14
                                    

"Assalamuallaikum. Mas pulang~" Arka melihat-lihat seluruh penjuru rumah, "Bun? Yah? Dona?"

"Gue kok nggak di panggil juga, Mas?" Tiba-tiba Mino merangkul bahu lebar Arka dari belakang.

"Ngagetin aja lo, sat." Arka protes, "Abis dari mana lo?"

"Rumah Rosa."

"Lah lo ngelancong adeknya Chandra?"

"Ya kali." Mino mendecak, "Bareng Jepri kesono tadi."

Arka mengangguk mengerti, kemudian melenggang menuju dapur untuk meminum segelas air.

"Gimana tadi?" Mino penasaran.

"Gimana apanya?"

"Lo sama Kak Zanet."

"Ya gitu deh."

"Ya gitu deh tuh apaan, Mas?" Dona bersuara. Dona dan Bunda baru saja keluar dari kamar Ayah-Bunda.

"Ngapain lo keluar dari situ?" Mino bertanya.

"Mijetin Ayah." Balas Dona.

"Ayah nggak enak badan, Bun?" Wajah khawatir Arka nampak.

"Biasa, masuk angin Ayah kamu tuh." Balas Bunda.

"Dulu juga kita ngiranya masuk angin 'kan? Tau-taunya..." Arka menghela napasnya, "Mas mau liat Ayah dulu."

"Mas!" Bunda menggeleng, "Ayah baru aja tidur. Jangan di ganggu!"

Arka menundukan kepalanya.

"Mas, jangan khawatir gitu! Ayah 'kan setiap hari udah minum obat herbal, terus Bunda juga selalu masak makanan yang sehat buat Ayah, jadi nggak ada yang perlu di khawatirin." Bunda menepuk-nepuk lengan Arka.

Tubuh Dona bergetar kecil, ia tengah menahan tangisnya. Arka yang melihat itu langsung memeluk Dona. Pria dua puluh tahun itu mengelus lembut surai rambut hitam sang adik.

"Ayah nggak apa-apa, Dek. Udah ya nangisnya." Bunda menepuk-nepuk punggung putri bungsunya itu.

Mino merangkul Bunda, "Ayah itu orang yang kuat. Jadi kita harus percaya sama Ayah." Mino bersuara.

"Dek, liat Mas!" Arka menggenggam erat kedua lengan Dona.

Dengan matanya yang berair, Dona menatap Arka.

"Bener kata Aa kamu. Kita harus percaya sama Ayah. Dan yang pasti kita juga harus sama kuatnya kayak Ayah." Dengan senyum kecilnya Arka berujar.

Dona mengangguk. Bunda tersenyum, kemudian tanpa sadar meneteskan air matanya.

"Bunda!" Arka langsung merangkul Bunda di sisi yang berbeda dari Mino.

"Bunda nangis bukan karena sedih, tapi karena seneng. Bunda bersyukur punya kalian." Bunda terisak.

"Eiy, Bunda." Arka memeluk erat Bunda.

Melihat air mata sang Bunda, Arka yang sedari tadi mencoba tegar tanpa setetes air matanya, pada akhirnya meneteskan air matanya.

"Kita juga bersyukur punya Bunda sama Ayah."

"Oh iya, Mas. Tadi Jenny bawain makanan kesukaan kamu." Bunda berucap.

"Jenny? Tetangga depan rumah?"

Bunda mengangguk.

"Di bungkusnya bagus banget lagi, Mas." Dona pura-pura berbisik di dekat telinga Arka.

"Apaan isinya?"

"Apa lagi kalo bukan ayam krispi?" Bunda terkekeh.

Arka tersenyum, "Padalah baru beberapa minggu lalu dia ngasih ayam kripsi juga."

Dearest ThaliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang