Seperti yang ditanyakan oleh Yunhee, aku memiliki dasar atas apapun yang kupilih lakukan dalam hidupku. Bahkan, termasuk pilihanku sebagai seorang berandal yang tak waras dimata orang.
"Aku berani bertaruh, kesan pertamamu terhadapku pastilah berhubungan dengan penampilanku yang seperti ini. Ditambah banyak hal diluar sana yang kau dengar tentangku, pastilah aku adalah orang yang begitu buruk dimatamu."
Aku harus memulainya dengan kalimat itu. Selain karena itu benar adanya, aku pun tak sedikitpun menyesali apapun kesan orang terhadapku.
"Ya.. kurasa aku ingat pernah berpikir demikian," ucap Yunhee, jujur.
"Jika kau lihat sosokku, aku tak ada baik-baiknya, memang. Aku pemabuk, aku perokok, aku bukan orang yang memiliki agama, pembuat onar, dan aku bahkan dinilai tak waras oleh orang-orang. Tapi, itu pilihanku dan aku bahkan telah menetapkannya sejak awal. Kau tahu kenapa?"
Yunhee menggelengkan kepalanya. Gadis itu menyisir rambut panjangnya dengan jemari tangan kanannya dan menyibakkannya ke belakang. Ia membenarkan kemeja berbahan jeans yang dikenakannya, lalu membenahi posisinya agar lebih jelas menyimak ucapanku.
"Itu yang ingin kuketahui, Taeho. Kau tak peduli orang-orang karena.. kau tampak punya prinsipmu sendiri di mataku. Ya, setelah aku mengenalmu tentu saja," tutur Yunhee.
Aku tersenyum kecil. Ia benar soal itu. Tanpa perlu menyatakannya secara gamblang pada orang-orang, aku memang memiliki sebuah prinsip. Prinsip yang selalu kupegang dalam hidupku, apapun yang terjadi.
"Prinsip. Ya, itu yang ingin kubicarakan. Asal kau tahu, aku benci kemunafikkan, Yunhee. Aku mengatakan ini agar kau tahu bahwa apapun yang kukatakan bukanlah fakta terbalik dari apa yang sebenarnya. Dan apa yang kulakukan.. sekecil apapun itu, aku telah memikirnya matang-matang. Termasuk, menjadi Taeho yang buruk seperti ini," jelasku, penuh tekanan.
Aku mengambil nafas perlahan sebelum melanjutkan ucapanku. Sementara Yunhee, tatapan gadis itu masih terkunci penuh padaku. Ia tampak fokus mendengarkan aku, tanpa berencana menyela sedikit pun. Milkshake vanilla yang dipesannya pun bahkan belum tersentuh lagi sejak perbincangan awal tadi.
"Di dunia ini banyak orang baik, Yunhee. Tapi tidakkah kau pikir akan membosankan jika hanya ada orang baik saja? Lagipula, tak semua orang baik benar-benar baik dari hatinya. Munafik. Mereka yang demikian hanyalah orang-orang munafik bertopeng kebaikan, dimana aku sangat membencinya," lanjutku.
Aku mencoba membaca raut wajah Yunhee ketika aku mengutarakan kalimat-kalimat itu dengan penuh penekanan. Tak tampak kebosanan dan ketidakpercayaan dari wajahnya, jadi itu baik untukku.
Toh aku tak bicara omong kosong padanya.
"Kurasa.. aku agaknya mulai memahaminya," ucap Yunhee, tenang.
"Aku tak mau hidup dalam kemunafikkan, Yunhee. Aku tak mau pula menjerumuskan diriku sendiri ke dalam jurang pengekangan. Jika aku tak harus berpura-pura baik dan dapat memilih menjadi nakal, mengapa tidak?"
Kupikir, Yunhee sedikit tersentak seketika setelah aku mengatakan itu. Maka, aku tersenyum dan melanjutkan.
"Prinsipku adalah kenakalan, Yunhee. Toh aku konsekuen dengan itu hingga saat ini. Dimataku, tak ada yang salah. Nol-nol," ujarku, puas.
Aku tahu Yunhee mungkin akan bingung dengan itu. Tapi, biarkan saja. Aku percaya ia akan dapat memahaminya kelak.
"Nol.. nol?"
"Ya. Kau akan mengetahui sendiri apa yang kumaksudkan dengan itu suatu hari nanti. Mungkin jika kau benar, aku dapatㅡㅡ kau ingin apa?"
Yunhee berpikir sejenak, lalu tersenyum lebar sembari menyatakan keinginannya.
"Ajak aku ketika kau hunting foto. Foto dari atas bukit milikmu yang kulihat baru-baru ini sangaat bagus, Taeho. Berjanjilah padaku kau akan membawaku kesana ketika aku mengetahui maksud ucapanmu tadi, kelak"
Aku mengangguk.
"Tentu saja. Pegang janjiku."
ㅡ
buku ini memang agak berat, maaf jika bingung atau bertanya-tanya
KAMU SEDANG MEMBACA
y o u ✓
Teen Fiction"Aku tak tahu spesies manusia sepertimu masih ada di dunia." ©2018, amyoungiya_