Telah dua bulan berlalu sejak hari perkenalan resmiku dengan sosok lelaki bernama Seo Taeho. Semua berjalan cukup normal untuk sebuah pertemanan.
Aku jadi agaknya mengerti beberapa sisi Taeho yang tak diketahui orang lain. Misalnya, seperti pembicaraan kami beberapa waktu lalu saat aku duduk bersamanya di halaman kampus.
"Yunhee"
"Apa?"
Taeho tiba-tiba membuka suaranya tepat saat aku sibuk membalas pesan masuk di gawaiku. Aku masih mengetikkan kalimat balasanku ketika celetukan Taeho refleks menghentikan aktivitasku.
"Tidakkah kau pikir perempuan juga berhak memimpin sebuah hubungan?"
Aku tak menjawab. Rasanya aneh mendengar pertanyaan semacam itu dari seorang laki-laki. Lebih dari itu, pertanyaan ini terlontar secara tiba-tiba tanpa aba.
"M-Maksudmu? Kenapa tiba-tibaㅡㅡ"
Taeho melihat lurus ke depan. Lelaki itu memotong ucapanku dengan menaikkan dagunya cepat, seakan mengarahkanku pada apa yang ia pandang saat itu.
Tak jauh dari tempatku duduk, tampak sepasang kekasih sedang saling berhadapan mengadu argumen. Entah apa yang mereka perdebatkan, namun lebih dari itu aku masih tak mengerti maksud ucapan Taeho.
"Kau tahu? Aku risih dengan gaya berpacaran pasangan pada umumnya," potong Taeho.
Mendengar pernyataannya itu, jelas aku terkejut.
"Eh? Mengapa?"
"Dimataku, perempuan tidaklah lemah, Yunhee. Tapi, entah mengapa perempuan seakan 'lemah' dalam mayoritas jalinan hubungan dan lelaki seakan berkuasa atas dirinya. Kau tahu? Ketika seorang perempuan dianggap tak dapat mengurus dirinya sendiri, misalnya.."
Taeho melihat kearahku sejenak dan menghela nafas kasar. Ia seakan mengira bahwa aku paham akan perkataannya. Tapi tak salah pula, memang. Agaknya, aku tahu kemana arah pembicaraannya karena.. kurasa aku pun berpikir demikian sebagai seorang perempuan.
"Aku benar-benar tak paham. Kerap kali, laki-laki bersikap sok jual mahal, dan sok penting pada pasangan perempuannya. Ia seakan mengukur seberapa besar perhatian yang harus ia beri untuk sang pacar dengan seberapa banyak rengekan yang diterimanya dari sang pacar," lanjut Taeho.
Lelaki itu tersenyum sinis. Ia melihat kearah pasangan kekasih yang kini telah saling mengejar, menjauh.
Aku tak mengucap sepatah katapun dan hanya menoleh memandang wajah Taeho dari samping. Aku mendengar jelas ucapannya. Bahkan jika dapat dikata jujur, dari lubuk hatiku aku menyetujui ucapannya.
"Entah apa kau pernah memikirkan ini, Yunhee. Tapi dalam pandanganku, seorang perempuan terlalu berharga untuk itu. Kau dan perempuan lainnya bukan manusia lemah yang bisa semudah itu mengemis perhatian laki-laki. Kau dan perempuan lainnya bukan manusia lemah yang bisa menurut dengan laki-laki seratus persen. Bukan, Yunhee. Perempuan terlalu berharga untuk hanya sekadar dijadikan sebagai objek pemuas hasrat dan 'mainan' ," ucap Taeho.
Lalu, lelaki yang mulanya melihat lurus ke depan itu menolehkan rupanya padaku.
"Perempuan terlalu berharga untuk laki-laki. Terlebih lagi.. lelaki sepertiku, Yunhee. Jangan pernah seratus persen menurut denganku dan berlebihan mempercayaiku. Karena aku sendiri tak tahu diriku.. dan apakah suatu hari aku dapat berubah terhadapmu," ucap Taeho, dengan nada yang lebih pelan dari sebelumnya.
Aku mengedipkan kedua mataku, sembari balas memandangnya. Aku tak percaya Taeho memiliki pemikiran seperti itu terhadap seorang perempuan.. sebagai seorang lelaki.
Aku pun tak menyangka ia menutup ucapannya dengan kalimat-kalimat yang sama sekali tak ku duga. Tapi.. ia benar. Aku tak pernah tahu kapan seseorang dapat berubah.
Aku hanya perlu mempertahankan martabatku sebagai perempuan yang berharga, dan berhati-hati.
"Kupikir, aku.. tahu itu. Terimakasih," ucapku.
"Ya. Tampar saja aku dengan kata-kataku sendiri ketika aku sengaja atau tak sengaja melukai perasaanmu, Yunhee. Walau aku sungguh-sungguh soal ini sekarang.. tak ada yang pernah tahu nantinya. Termasuk aku"
ㅡ
antara tersirat dan tak tersirat, aku menyampaikan 'suatu pesan' disini, sesuatu yang tak terkait dengan topik utama chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
y o u ✓
Teen Fiction"Aku tak tahu spesies manusia sepertimu masih ada di dunia." ©2018, amyoungiya_