Aku telah cukup lega ketika Taeho berhasil menyelesaikan tanggung jawabnya untuk meluruskan tanda tanyaku. Seperti yang kupikirkan, tak ada yang pernah tahu pasti akhir cerita kita dengan orang lain, bukan?
Aku benar memahaminya ketika aku menemui sosok Taeho. Tak ada yang pasti, tak ada yang patut sepenuhnya diekspetasi.
Ya, benar. Jika kupikirkan kembali siang hari tadi di bukit.. semuanya menjadi terasa lebih jelas sekarang.
"Jujurlah, Taeho. Aku penasaran akan suatu hal."
Aku membuka mulutku setelah beberapa saat melihat Taeho yang tak hentinya mengambil gambar dengan kameranya.
"Apa?"
Masih dengan kamera yang menutupi sebelah matanya, Taeho menanggapi ucapanku.
"Kau mengajakku mengambil gambar dari atas bukit ini tidak karena alasan kau menyukaiku, bukan? Karena kau tahu aku menyukainya dan kau pernah berjanji akan mengajakku, bukan?"
Mendengar pertanyaanku, Taeho menurunkan kameranya dan agak menundukkan kepalanya melihat pada hamparan hijau bukit.
"Aku tahu kau menyukainya dan aku pernah berjanji, makanya aku mengajakmu kemari. Tapi jika kau berkata bahwa hanya itu alasanku, kau salah besar."
Aku mengernyit. Apakah karena ia mau meluruskan sesuatu denganku setelah kejadian dimana ia sangat mabuk itu?
"Lalu..?"
Taeho tampak berpikir sejenak, sebelum pada akhirnya memutuskan untuk mengakui sesuatu.
"Aku tak pernah ingkar janji, kau tahu itu. Aku berhutang padamu untuk mengajakmu kemari, dan ku yakin kau ingat pula aku pernah mengatakan ini. Tapi tidak hanya itu. Aku benci bersikap munafik, Yunhee. Aku tak akan menyangkalnya. Ya, aku menyukaimu. Aku telah mengatakannya, bukan? Oke, detik ini juga.. lupakanlah," ujar Taeho, dengan suara pelan.
"Eh?"
Aku tak habis pikir dengan jawabannya. Ia mengaku bahwa ia menyukaiku, lalu sedetik kemudian memintaku untuk.. melupakan ucapannya?
"Kau tahu, Yunhee? Sebelum kau berpikiran yang tidak-tidak.. aku ingin meluruskan segalanya denganmu. Aku tak begitu ingat jelas akan ucapanku saat benar-benar mabuk dua hari lalu. Tapi, aku ingat bahwa aku berjanji padamu agar tak berdusta dan menjelaskan segalanya," tutur Taeho.
Ia membalikkan badan dan mulai menatap lurus mataku, disamping jarak yang tak begitu dekat antara aku dan lelaki itu.
"Sebenarnya, awalnya aku tak yakin apa aku benar-benar menyukaimu. Tapi, aku merasa menyesali satu hal.."
"Menyesali.. pertemuanmu denganku?" tebakku.
Taeho menggelengkan kepalanya, tanpa kuduga.
"Tidak. Lebih tepatnya.. menyesali situasi dimana laki-laki dapat semudah itu menjatuhkan perasaannya pada perempuan. Niat awalku mendekatimu hanya karena kupikir kau orang yang nyaman untuk ku jadikan kawan baik. Tapi, hatiku dengan sendirinya berkata lain setelah selang beberapa bulan mengenalmu.."
Aku masih tak menemui dusta dalam pandangan Taeho, jadi kubiarkan saja ia berbicara hingga jelas segalanya.
"Sekilas ingatanku, aku menyalahkan pertemuanku denganmu saat aku mabuk dua hari lalu. Tapi Yunhee.. jika boleh dikata lebih halus, ucapanku tadilah yang sebenarnya adalah alasanku. Menyesali hatiku yang seakan dengan sendirinya terarah padamu," lanjut Taeho.
Aku menahan perasaanku. Aku tak boleh berdebar karenanya. Tak ada yang pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya, jadi aku memilih untuk bersikap realistis saja.
"Prinsipku adalah konsekuensi dan tanggungjawab yang kusebut sebagai prinsip nol-nol. Kau tahu itu. Tapi.. setelah aku banyak memikirkan tentang perasaanku, keyakinanku akan ucapanku sendiri mulai goyah, Yunhee.."
Taeho tampak seperti menghalau keraguan yang tampak dari raut wajahnya, dan memandang lurus wajahku.
"Jujur, aku mulai berspekulasi apa mungkin ucapan yang pernah kuucapkan padamu hanyalah sekadar upayaku agar tampak sebagai laki-laki 'meyakinkan dan berbeda' dimatamu, tanpa kusadari. Aneh, memang. Tapi karena spekulasi itulah, aku mulai memperingatkanmu agar tak menyukaiku, ataupun percaya terlalu banyak padaku untuk berjaga jagaㅡㅡ"
"Itukah alasan kau mengatakan padaku bahwa bisa jadi ucapanmu sendiri adalah dusta yang tak bahkan kau tahu?" potongku.
Taeho mengangguk kecil. Kupikir, aku tahu sekarang. Taeho mungkin telah mulai menaruh perasaannya padaku beberapa bulan sejak kali pertama pertemuanku dengannya di halte bus. Taeho mulai mengajakku bicara, mendekatiku, bahkan berbagai pandangannya padaku.
Tapi, satu hal yang tak bahkan ia sendiri ketahui. Ia benar-benar memiliki pandangan yang berbeda seperti yang ia katakan padaku atau tidak?
ㅡ
yak langsung cek aja bagian duanya
aku publish bareng biar ngga makin bingung hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
y o u ✓
Teen Fiction"Aku tak tahu spesies manusia sepertimu masih ada di dunia." ©2018, amyoungiya_