Aku Seo Taeho. Jika melihat tampak luarku, mungkin tak akan ada orang yang percaya bahwa aku lahir dari keluarga harmonis. Ayah-ibuku rukun, dan adik laki-laki kecilku tumbuh dengan baik.
Memang, kuakui aku adalah seorang berandalan. Tapi itu bukan berarti ayah-ibuku telah menyerah membesarkanku dan membiarkanku melakukan yang ku mau.
Sama sekali bukan itu. Ayah-ibu lah yang mengajarkanku untuk menjadi diriku, dimana pun aku berada. Mereka hanya berkata bahwa di dalam hidup, aku harus memegang prinsip tertentu agar aku tak melenggang jauh dari arah tujuan hidupku.
Aku harus memiliki alasan yang logis akan apa yang aku pilih untuk lakukan. Bukan demi mendapat maklum oleh orang, melainkan.. agar apapun yang kulakukan tak hanya sekadar upaya omong kosong belaka.
"Ibu, aku ijin pergi ke luar hingga malam nanti," pamitku pada Ibu yang sedang duduk membaca surat kabar di sofa.
"Kali ini tak sampai pagi? Kau libur kuliah hari ini. Mau mencari bahan fotomu, kah?" tanya ibu, santai.
Aku terkekeh dan menggelengkan kepalaku. Rambut hitamku yang cukup berantakan kusisir cepat dengan jemari tanganku. Setelah cukup rapi--dari sudut pandang seorang Taeho--, kuraih kemeja kotak-kotak putih yang sedari tadi ku sampirkan di atas sofa. Kukenakan cepat kemeja itu diatas kaus merahku.
"Tidak. Hanya menemani Yunhee membeli novel di toko buku dan aku mungkin hanya pergi sampai waktu makan malam," jawabku, sembari mengenakan sepatu putih yang ku ambil dari rak di dekat pintu rumah.
"Ah, baiklah. Salam untuk teman gadismu itu. Ia tampaknya cukup tahan menghadapimu," goda ibu yang berambut sebahu itu.
"Kurasa. Yunhee cukup berbeda. Kalau begitu aku pergi dulu, Ibu. Ah ya, aku juga telah menata kamar Taejun tadi," ujarku, menunjuk kamar Taejun, adik laki-laki yang berusia tiga tahun.
"Terimakasih, nak. Hati-hati!"
✘✘✘
"Terimakasih telah menemaniku membeli novel tadi. Kau tahu bahwa kau sebenarnya tak perlu melakukannya, Taeho."
Mampir di sebuah toko milkshake yang tak jauh letaknya dari toko buku, aku duduk berhadapan dengan gadis bernama Yunhee ini.
"Ya, memang. Anggap saja aku kurang kerjaan, tapi aku sudah janji padamu sebelumnya dan aku bukan tipikal orang ingkar janji. Mengerti?"
Aku dapat mendengar tawa renyah Yunhee. Agaknya, aku tak cukup mengerti kenapa gadis ini seakan tak lelah-lelahnya tersenyum.
"Siap mengerti, kapten. Ah, hey Taeho. Ada yang ingin kutanyakan padamu. Jika tak kutanyakan, mungkin aku bisa mati penasaranㅡㅡ"
"Tanyakan saja. Aku terbuka dengan semua pertanyaan, termasuk warna celana dalamku saat ini. Itu hitam," timpalku dengan nada candaan, diikuti dengan Yunhee yang dapat menahan tawanya.
"Taeho!! Bukan itu, kau dasar gila hahaha"
Aku tahu apa yang membuatku nyaman berteman dengan gadis ini. Ia serius ketika aku serius, dan turut tertawa ketika ia tahu aku bercanda.
"Kalau begitu cepat katakan, kau lamban"
Aku menunggu Yunhee membuka tanyanya. Ia tampak sedikit ragu sebelum akhirnya melihat kembali ke arahku.
"Kau pernah berkata bahwa.. kau punya alasan atas kegilaanmu, kan? Aku hanya ingin tahu apa maksudmu dengan itu. Tentu saja jika kau berkenan menjawabnya"
Kupikir, aku memang harus secepatnya mengatakan soal ini pada Yunhee. Sekali lagi, bukan agar gadis itu memaklumi kenakalanku.
Bukan, sama sekali bukan. Melainkan.. mungkin agar aku dapat dengan bebas menyatakan diriku yang lebih nyata padanya tanpa menyembunyikan setitik hal pun?
ㅡ
the real thing is start now.
mulai dari sini, siapkan pikiran yang jernih, terbuka dan kritis untuk menangkap gagasan-gagasan yang mungkin.. 'asing' dan out of the box
KAMU SEDANG MEMBACA
y o u ✓
Novela Juvenil"Aku tak tahu spesies manusia sepertimu masih ada di dunia." ©2018, amyoungiya_