"Ya. Ucapanku bisa menjadi bumerang untukku sendiri. Aku sendiri tak sadar apa aku berdusta soal pemikiran yang kuutarakan padamu. Tapi, setelah memikirkannya dengan hati-hati tanpa kehilangan kesadaranku selama dua hari terakhir ini.. aku cukup mengerti sekarang"
Taeho memandang wajahku sekali lagi sebelum ia mengubah posisinya dan memilih untuk melihat lurus pada bangunan kota yang tampak kecil dari atas.
"Itu yang kau hutang untuk jelaskan padaku, Seo Taeho. Luruskan.. segalanya"
Taeho tersenyum kecil, sambil terus melihat ke depan.
"Kupikirkan kembali betul-betul soal apa yang pernah kukatakan padamu, Yunhee. Itu memang benar pandanganku. Soal hubungan, soal kepercayaan, soal berharganya seorang perempuan, dan hal-hal lain yang pernah kuutarakan. Itu bukan dusta yang keluar dari mulutku, Yunhee. Spekulasiku salah, dan aku dapat dengan yakin mengatakannya padamu bahwa ucapanku itu bukanlah omong kosong. Tapi.."
"Tapi?" ulangku.
Lelaki itu menghela nafas pendek.
"Soal perasaanku dan kaitannya dengan prinsip nol-nolku itu.. aku masih tak yakin hingga pagi tadi sebelum menemuimu"
"Maksudmu?"
Taeho kembali mengarahkan pandangannya padaku. Tatapannya seakan menekankan sesuatu bahwa benar tak ada omong kosong dalam setiap kata yang diucapkannya saat ini.
"Dimatamu, cinta adalah soal esensi dimana ketulusan itu berarti konsistensi perasaan dan konsekuensinya. Kupikir, aku sudah berkata bahwa aku juga memikirkan soal pandangan ini.. sebelumnya. Ya, sebelum aku sadar bahwa aku menyukai dirimu"
Taeho diam cukup lama, sebelum pada akhirnya ia melanjutkan ucapannya dengan hati-hati.
"Pertama, ucapanmu itu menohok tepat di hatiku entah mengapa. Tepat di hari ketika kau ucapkan itu, aku ragu akan diriku sendiri. Aku menyukaimu, lalu.. apa? Aku tak memiliki tujuan, dan aku bahkan tak yakin apa perasaanku padamu sungguhan atau hanya bayangan," ucap Taeho.
KAMU SEDANG MEMBACA
y o u ✓
Teen Fiction"Aku tak tahu spesies manusia sepertimu masih ada di dunia." ©2018, amyoungiya_