Pepali untuk #Sejeong

92 14 2
                                    

"Seperti melodi yang indah a a
Kata kata cintanya,  padaku"
.
Pret.
-Vina Panduwinata, dikutip sejeong dalam sejeong's journal

"dasar pria aneh" ucapku pelan menatap kepergiannya.

***
06.30 

"papa kapan pulang mam?" tanyaku sambil menalikan sepatu.

"hari ini,  katanya.  Mama belum terima kabar telegram dari papa lagi"

"ehm,  yaudah aku pergi dulu ya" pamitku dengan tersenyum sambil mengecup lembut tangan mama yang hangat ini.

"neng? " panggil bibi padaku yang membuatku datang ke arahnya. Sedang si pakpos sudah pamit dan pergi dari rumahku.

"ada apa ya bi?" tanyaku pada bibi yang membuat bibi berhenti menatap kepergian si pakpos.

"ini ada kiriman,  dari pangeran mendong. Eh salah, pangeran mendung. Mendong mah tiker kali ya neng hehe" katanya sambil ketawa setelah salah ucap sambil memberiku sekantung berisi buah jambu batu.

"pangeran mendung tuh yang pak pos tadi bukan?" tanyaku penasaran menatap si bibi.

"ah gatau neng.  Tapi yakali si pakpos naksir eneng,  ga sadar umur apa ya"

"ish bibi bisa aja"ucapku sambil tertawa dan menyenggol lengannya. 

****
09.30

"dear adinda,  makanlah. Kamu kemarin banyak makan pedes kan?" -sang pandu mega mendung,  1991 tertulis di daun buah.

Aku tersenyum ngeri setelah membaca tulisan di daun itu. Mungkin dia ngasih ini gegara keinget kemarin pas makan aku pesen level 5 dari 5,pedesnya selevel 5 level geprek bensu.

Tapi yakali juga,  yang gitu dijadiin parameter.

Aku membuka buah yang terbungkus rapi daunnya. Tapi tunggu,  kenapa buahnya masih keras dan kecil?  Warna hijau tua mencolok pula.

Sial, dia memberiku buah mentah.

Ku lempar secara kasar buah itu keatas meja dengan kesal. Aku menyilangkan kedua tanganku dan menatap jahat pada buah itu. 

"buah terkutuk. Aku hampir saja telat berangkat,  laprak tertinggal dan sekarang kau membawa bebanku." rutukku kesal dalam hati.

Kesal,  akupun membuang buah itu ke tong sampah yang ada di luar kelas. Saat aku berbalik,  jinyoung menghadangku dan menghalangi jalanku untuk masuk lewat pintu itu.

"udah baca suratnya?" tanya jinyoung aka jiar yang menghadangku didepan pintu.

"Udah ko" kataku setelah terperanjat kaget dengan menunjukan ekspresi so tenang.  Bohong kalau aku baca surat dia.  Bohong kalau aku paham apa isinya.  Dan bohong kalau surat itu masih ada padaku, malahan surat itu mungkin sudah tergilas di mesin cuci baju sebelum kena banjir atas insiden hujan kemarin.

"jadi gimana, nanti sore bisa kan di kafe bejo?"

"aduh maaf ya. Papaku pulang hari ini. Nanti deh kapan kapan ji" ucapku memelas sedikit dan memberikan ekspresi bersalah.  Sekali lagi,  aku bohong kalau aku mau jemput papa. Yang ada aku mau ketemu doyoung pasca pulang dari seattle kemarin.

"oh oke, salam ke om Ed ya" katanya dengan tenang,  seulas senyum kecewa terpancar diwajahnya,  membuat hatiku sedikit khawatir. Tapi dia santai aja sih orangnya jadi ya aku ga bersalah banget kalau aku nolak HEHE.

will i amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang