▪Chapter 23

605 114 11
                                    

Sudah direvisi...

.
.
.
.

Almira sudah bisa keluar rumah sakit tapi dengan satu syarat ia harus banyak-banyak beristirahat dan ia pun menyanggupi nya.

Damian merangkul tubuh berisi Almira dengan bahagia nya, mereka berdua sekarang berada digedung sederhana yang akan menjadi saksi suci pernikahan nya, karena sewaktu ia dirumah sakit Damian sudah mempersiapkan pernikahan walaupun diselenggarakan dengan sederhana tapi ini sangat berkenan bagi mereka berdua.

"Apa kau bahagia?" Tanya Damian sambil mengelus perut bucit sang calon istri nya.

"Tentu saja, aku sangat bahagia.." Ucap Almira sambil memegang tangan Damian. "Terimakasih! Karena kau telah mencintaiku, moment itu adalah hari yang sangat membahagiakan untuk ku.." Almira mengulas senyum nya.

"Jangan mengatakan hal itu, karena memang mencintaimu seharusnya kulakukan saat pertama aku melihatmu, tapi mata ku sudah terbutakan dengan orang yang belum mencintaiku, dan aku baru menyadarinya jika ada orang yang lebih mencintaiku dan itu adalah kau.."

"Terimakasih!" Kedua tangan Damian sekarang berada dipinggang Almira, dengan sekali tarikan tubuh Almira terdorong mendekat kearah nya sedangkan Almira hanya terdiam dengan wajah yang amat memerah.

"Aku mencintaimu," Bisik Damian dengan memiringkan wajah nya untuk menikmati bibir ranum nan menggoda milik Almira, sedangkan Almira hanya bisa menghembuskan nafasnya dan memejamkan matanya ketika bibir Damian sudah menempel dibibir miliknya, tangan Almira terangkat dengan melingkarkan kedua tangan nya pada tengkuk Damian. Pria itu terus mengecup dan melumat bibir dengan ritme pelan dan berirama. Kadang Almira meringis ketika gigi Damian mengigiti bibir bawahnya, kedua nya terhanyut dengan suatu moment yang menyenangkan.

***

Sekarang hari dimana kebahagiaan itu datang, Damian sudah tampan dengan balutan tuxedo berwarna hitam yang membuat pria itu bertambah tampan dan berwibawa, sedangkan Almira memakai gaun berwarna putih yang didapati hiasan kecil yang melingkari pinggang nya. Pasangan suami-istri itu tengah berada diatas altar dengan sibuk menyalami para undangan yang datang pada hari pernikahan nya.

Mereka kini telah sah menjadi sepasang suami-istri, Damian dan Almira hanya mengundang beberapa orang yang dikenal nya saja. Almira terlihat bahagia namun terlihat sedih secara bersamaanya, bahagia karena malam ini adalah hari pernikahan nya dengan Damian namun disatu sisi ia sedih karena kedua orang tua Damian tak hadir keacara pernikahan, orang tua Damian tak setuju dengan pernikahan ini, kedua orang tua Damian lebih setuju jika Damian menikah dengan Nadin bukan dengan nya.

Sedangkan kedua orang tua Almira telah meninggal dunia akibat insiden kecelakaan yang menimpa kedua nya.

'Ibu, Ayah, lihatlah sekarang Almira sudah menikah dengan pria yang sangat kucintai, restuilah pernikahanku dengan nya.. Ibu, Ayah, sebentar lagi kalian akan mendapatkan cucu dariku, tapi kalian malah meninggalkanku tanpa pernikahanku dan melihat cucu kalian,...'

Damian mengelus bahu Almira. "Kau kenapa melamun?" Tanya Damian.

"Tidak,.." Ucap Almira menggelengkan kepalanya cepat dan tersenyum manis.

"Kau berbohong, sebenarnya apa yang kau pikirkan.."

"Aku memikirkan kedua orang tuamu yang tak hadir dalam pernikahaan kita.."

"Tak perlu memikirkan mereka, ini adalah keputusanku yang terbaik untuk mereka, jika mereka tau apa yang telah terjadi pasti mereka akan mendukung keputusanku.. Biarlah mereka mengetahuinya diwaktu yang tepat.."

"Tap-"

"Sudahlah jangan dipikirkan, kau harus memikirkan kesehatanmu juga bayi kita," Damian memeluk tubuh Almira dan menyalurkan aura ketenangan pada tubuh sang istri.

'Ayah,.. Ibu,.. kau pasti akan menyesal mengetahui apa yang telah terjadi, pasti kalian akan setuju dengan pernikahanku karena aku telah memilih perempuan yang tepat untuk menjadi pendaping hidupku..'

'Terimakasih Kau telah mencintaiku,..'

'Ya Tuhan,.. jangan biarkan kebahagiaanku menghilang,'

..

Nadin mengernyit ketika tungkai kaki nya tak segaja melewati gedung milik Damian yang dulu sering ia kunjungi bersama pemilik gedung.

Nadin melangkahkan kakinya dan masuk kedalam tanpa perhitungan lagi dan betapa ia sangat terkejut ketika melihat seorang pria yang tak lain Damian tengah berada dialtar pernikahan tengah berfose mesra dengan perempuan yang ingin ia lenyapkan.

Ia berjalan beberapa langkah dan matanya membulat melihat tulisan 'happy wedding Damian & Almira'. Nadin benar-benar terkejut melihat nya.

'Apa mereka menikah!'

'Apa aku tidak sedang bermimpi, apa benar mereka berdua telah menikah..'

'Tidak, ini tidak mungkin, pasti aku sedang berhalusinasi,.. mana mungkin mereka berdua menikah, karena aku yakin Damian masih mencintaiku..'

Nadin berjalan berinisiatif bertanya pada salah satu yang hadir disana. "Apa benar mereka sudah menikah?" Tanya nya pada sang tamu.

Tamu wanita itu tersenyum. "Iya, memang mereka sudah menikah,.."

"Mereka serasi bukan!" Ucap tamu itu, Nadin tak menjawab ia melihat pasangan yang baru saja menyandang predikat suami-istri itu yang tengah tersenyum dipenuhi dengan kebahagiaan. Tapi tidak dengan nya ia sangat membenci melihat pasangan baru itu.

Lebih tepatnya ia sangat membenci perempuan yang kini sah menjadi istri Damian.

Ia sudah menyuruh pembunuh bayaran untuk melenyapkan Almira tapi nyata nya pembunuh itu tak bisa melakukan apa yang ia suruh, huh, emosinya mulai tak stabil ingin sekali ia berlari kearah sana dan menusuk perut besar Almira, tapi jika ia melakukan nya sekarang maka sama saja ia akan mempermalukan dirinya sendiri.

'Sabar Nadin, jangan sampai kau melakukan hal konyol yang akan membuat kau dibenci semua orang termasuk Damian,..'

'Aku harus bisa melenyapkan perempuan itu secepatnya, agar Damian bisa kembali padaku,.. yah aku harus melakukan nya,..' Nadin berjalan menjauhi gedung itu dengan kemarahan yang sedang menguasi dirinya.

..

TBC!

Experience of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang