▪Chapter 21

598 115 12
                                    

Damian menunggu diluar ruangan ketika sang dokter memeriksa keadaan Almira. Ia menautkan kedua tangan nya dan memejamkan matanya.

"Ya Tuhan, tolong selamatkan kedua nya, aku berjanji akan menebus semua kesalahan yang telah kulakukan pada nya.." Damian menyesali perbuatan nya, karena ia lebih mencintai Nadin dari pada Almira.

"Damian," Suara dokter memanggil nya, ia membuka matanya dan berbalik menghadap dokter yang sudah paruh baya itu. "Bagaimana dok? Bagaimana dengan janinnya! Apa dia tidak papa.."

Dokter itu hanya tersenyum melihat kekhawatiran yang tersirat dikedua mata pria itu.

"Nona Almira tidak papa dan soal janin yang berada diperut nya dia juga baik-baik saja!" jelasnya membuat Damian tersenyum lebar sehingga ia menitikan air mata nya, ia sangat bahagia mendengar jika keduanya baik-baik saja.

"Syukurlah," Damian bernafas lega sambil mengusap air mata yang berada diujung matanya. Saking ia bahagia, ia jadi seperti ini.

"Nona.. Almira hanya mengalami pendarahan akibat shock dengan suatu hal.." Ada jeda. "Tapi untungnya bayi yang berada dikandungan nya tidak mengalami keguguran.." Lanjutnya.

"Aku sungguh bahagia dok, mendengarnya.." Ungkap Damian dengan tersenyum.

"Terimakasih dok," Dokter itu tersenyum. "Sama-sama, kalau begitu saya permisi.." Damian tersenyum sebagai jawaban.

Damian membuka pintu ruangan, ia melihat Almira yang terbaring tak sadarkan diri. Ia duduk disamping ranjang Almira dan memegang telapak tangan Almira dan menciumi nya dengan perasaan yang amat membuncah.

"Aku mencintaimu.." Bisik Damian pada telinga Almira, walaupun belum sepenuhnya mencintai Almira tapi ia akan bersungguh-sunggu ingin mencintai perempuan yang tengah mengandung itu, ia beralih menatap pada perut Almira dan mengelus nya dengan penuh kasih sayang.

Damian mendekatkan wajahnya pada perut Almira yang membuncit. "Ayah, menyayangimu.." Bisiknya sambil mengecup perut buncit Almira.

Sudahlah lupakan saja perasaanku.. Anggap saja kau tak pernah menndengar ucapan cinta dariku, aku tidak mau kau terbebani oleh rara yang kumiliki..

Ucapan Almira terlintas dalam pikiran nya. "Kau salah, aku sama sekali tak terbebani dengan rasa yang kau miliki justru aku sangat bahagia, tapi maaf aku baru menyadari rasa itu, ketika kau kehilangan kesadaran tak tahukah kau bahwa aku menangisimu, aku takut kehilangan kau ataupun bayi yang berada dalam perutmu.." Damian menghela nafas dan matanya menatap lekat Almira yang masih tak sadarkan diri.

"Aku baru menyadarinya jika aku mencintaimu.." Damian mencium punggung tangan Almira dengan perasaan yang amat bersalah.

"Kumohon buka matamu.. Apakah kau ingin mendengar sebuah ungkapan rasa dariku.." Damian memejamkan matanya dengan berurai air mata. Damian baru menyadari perasaan Almira walaupun ia terlambat tapi ia akan membayarnya.

Nadin-ia salah karena telah mencintai perempuan itu, seharusnya ia tak mencintai perempuan yang ingin melenyapkan Almira. "Aku akan membayar air mata yang keluar dari matamu, dengan sebuah kebahagiaan.." Damian mengucapkan nya dengan serius.

Ia berjanji tak akan memaafkan Nadin-perempuan yang ingin membunuh Almira. Ia akan memberikan pelajaran bagi Nadin yang telah membuat Almira begini.

***

Nadin mengacak-ngacak rambutnya, ia membanting semua barang yang berada didalam kamarnya, ia sungguh geram ketika orang suruhan nya semalam belum juga memberikan kabar padanya. Nadin sudah beberapa kali menelpon nya tapi pria disebrang sana malah menonaktifakan ponsel nya.

"Kenapa mereka tidak memberiku kabar, apa mereka tidak bisa melenyapkan Almira.." Nadin membanting cermin yang berada dikamarnya, kamar itu berantakan dengan pecahan kaca dan barang-barang yang berserakan dilantai.

Nadin meraih foto Damian yang tengah tersenyum bersama nya. "Aku akan menjauhkan perempuan itu dari hidupmu Damian.." ia mengusap foto itu dengan menyeringai lebar. "Jika aku tidak bisa memiliki Damian maka tidak ada satu orang pun yang bisa memiliki Damian.." Nadin beralih menatap foto Damian bersama Almira yang tengah berpelukan ditaman, ia segaja memotretnya.

Nadin menggeram dan merobek foto itu hingga menjadi dua bagian, ia merobek bagian Almira. "Aku membencimu.." Teriak Nadin dengan merobek foto dengan sulutan emosi.

"Jika.. Tidak ada orang yang bisa membunuhmu, maka aku yang akan melakukan nya dengan tanganku sendiri.. Aku tidak peduli jika nanti aku dipenjara yang terpenting aku bisa menjauhkan Almira dari Damian dengan melenyapkan nya.."

"Dasar perempuan sialan! Aku membencimu.."

"Aku tidak akan menyerah! Aku harus bisa melenyapkan Almira dan bayinya.."

"Aku membencimu," Teriak Nadin dengan lantang ia tak memperdulikan orang yang berada dalam rumah.

"Almira-aku akan melenyapkanmu," Teriaknya sambil memegang pisau tajam yang berkilau. Steve yang kebetulan lewat, ia mendengar Nadin-yang berteriak lantang. "Almira, aku akan melenyapkanmu," Steve mengulangi perkataan apa yang didengarnya.

Hah!

Almira..

"Apa hubungan Nadin dengan Almira sehingga Nadin ingin melenyapkan Almira.. Hm aku harus menyelidiki nya dan melindungi Almira dari tingkah laku jahat Nadin.." Guman Steve sambil melangkahkan kakinya menjauhi kamar Nadin.

***

Yang jadi Steve adalah Blake Steven, kalo kalian ingin tau tentang Blake kalian bisa mengunjungi instagram nya, tuh dibawah nama instagram Blake.

Yang jadi Steve adalah Blake Steven, kalo kalian ingin tau tentang Blake kalian bisa mengunjungi instagram nya, tuh dibawah nama instagram Blake

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

..

TBC!

Experience of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang