▪Chapter 4

1.1K 143 22
                                    

Sudah direvisi ...

.
.
.
.

"Kau Demam.." Damian tampak khawatir dengan keadaan Almira yang mengigil.

Almira menggeliat dan membuka matanya perlahan, matanya tampak terkejut ketika matanya melihat Damian yang berada disampingnya. Almira beranjak turun tapi dengan cepat Damian menahannya.

"Kau demam-kau butuh istirahat sekarang. Tidurlah aku akan menjagamu disini.

Almira tampak mengacuhkan perkataan Damian. "Aku mau pulang Damian, jangan coba-coba menahanku," Wajah Almira sangat puncat membuat Damian mengelus pipi Almira-wanita itu menepisnya kasar. "Tidak. Aku tidak apa-apa."

Almira menatap sayu Damian. "Biarkan aku pergi.." Lirih Almira, tapi ia tidak akan membiarkan Almira pergi. "Kau harus disini, tanpa ada penolakan sedikit pun.." Damian menatap datar Almira-jujur saja pria itu sangat khawatir dengan keadaan Almira tapi Damian gengsi untuk mengatakannya.

"Aku harus pulang Damian. Pasti dirumah Thalia menungguku dan mengkhawatirkanku." Almira melepaskan tangan Damian yang mencengkram bahunya.

Tubuh kecilnya mulai berjalan. Lagi-lagi Damian memberhentikan langkahnya. "Kau tidak boleh pulang. ini sudah malam."

"Jangan menghalangi langkahku.." Almira memegang kepalanya yang terasa pusing. "Kau kenapa?" Tanya Damian khawatir. "A-aku t-tidak-" Belum sempat Almira menyelesaikan ucapannya pria itu terlebih dahulu membawa Almira kearah ranjang dan membawa wanita terbaring diranjang yang sama, Damian mendekapnya erat tubuh kecil Almira. "Kau-" Almira ingin membuka mulutnya tapi Damian langsung mengecup bibirnya-wanita itu itu mengerang ketika lidah Damian menjelajahi rongga-rongga mulutnya.

"Apa yang kau lakukan Damian." Teriak Almira marah. "Menciummu." Ucap Damian yang terlihat acuh membuat Almira mendengus sebal melihatnya.

"Sekarang dia malah mencari kesempatan untuk menciumku." Gerutu Almira membatin.

"Apa yang kau lakukan, kau membuatku bertambah membencimu." Almira berbalik dan memunggungi Damian.

Pria itu menatap punggung Almira. "Kau ingin makan sesuatu?"

"Tidak!"

Damian memeluk Almira dibelakang dan tangannya mengelus perut Almira membuat Almira menepis tangan Damian dari sekitaran perutnya. "Jangan menyentuhku." Ucap Almira ketus.

Tangan Almira memegang kepalanya yang berterasa pusing. "Kepalaku terasa berat Damian."

Damian bangun dari tidurnya dan memegang kepala Almira pelan. "Kepalaku pusing." Almira mencengkram kaus hitam yang dipakai Damian.

Damian yang benar-benar khawatir-ia membangunkan Almira. Damian mengambil mantel dan memakaikan-nya ditubuh Almira tak lupa pria itu memngambil kupluk untuk melindungi kepala Almira dari dinginnya malan. Damian membawa Almira ke-klinik yang terdekat dari sini.

"Kau bisa berdiri?" Tanya Damian.

"Kita harus ke klinik untuk memeriksa keadaanmu.." Ucap Damian memapah tubuh Almira yang tak berenergi. Tak berapa lama ia mengangkat tubuh Almira bridal-dan membawanya kearah mobil hitam miliknya.

***

Damian memperhatikan Almira yang disampingnya-wanita itu terlihat sangat pucat bahkan ia tak fokus untuk menyetir. Ia memberhentikan mobilnya dijalanan yang cukup sepi.

"Kenapa kita berhenti disini? Bukankah kita akan ke-klinik!" Ucap Almira yang memejamkan matanya dan memijat-mijat pelipisnya.

"Kau tunggu disini aku akan membeli obat dulu.." Ucap Damian yang memakai topi untuk menutupi matanya agar orang lain tak akan mengenalinya.

Almira menghembuskan nafasnya. "Ada apa denganku, kenapa kepalaku sangat pusing.." Ucap Almira yang tengah menunggu Damian membeli obat di Apotik.

15 menit berlalu ...

Damian keluar dari Apotik dengan membawa sekantung plastik berisi obat untuk Almira-tak lupa Damian membeli air minum.

Damian membuka pintu mobilnya dan masuk kedalam, "Kau harus minum obat, agar rasa pusingmu cepat reda." Damian menyodorkan 2 butir obat kearah Almira dan wanita itu menerimanya.

"Ini minumnya." Almira meminum obatnya beserta air minumnya.

"Obatnya pahit .." Guman Almira yang meneteskan air mata dari ujung matanya. "Aku mual.." Damian membuka kaca jendela mobilnya dengan begitu Almira memuntahkan obat yang baru saja dimakannya.

Almira menutup mulutnya dan berguman pelan. "Pahit," Ucap Almira memandang sedih kearah Damian.

Damian tak tega melihatnya dengan cepat ia membuka selt belt yang terpasang ditubuh Almira dan menarik tangan wanita itu. "Kemarilah.." Damian menarik pelan tubuh Almira membawa wanita itu kebangku kemudi membiarkan Almira duduk dipangkuannya dengan kedua kaki yang terbuka serta tubuh keduanya menempel karena Damian langsung memeluknya begitu erat dan mengelus punggungnya.

"Dasar ..." Damian mengelus rambut Almira yang dilindungi kupluk berwarna hitam miliknya. Dan entah kenapa bibirnya melandas dipuncak kepala Almira dan menciumnya.

Almira tak memberontak sedikitpun wanita itu menutup mulutnya dengan tangan kirinya matanya terlihat berkaca-kaca. "Kenapa kau memuntahkannya?" Ucap Damian lembut mengelus kepala Almira yang menyadarkan pada bahu kokohnya.

"Sangat pahit!" Guman Almira didada bidang milik Damian. "Mau minum.." Tawar Damian membuat wanita itu menggelengkan kepalanya. Tangan Almira mendekap bahu Damian erat. "Kau sudah makan.." Tanya Damian membuat Almira mengangkat kepalanya dan menatap mata hitam pekat milik pria berwajah tampan itu.

Almira ingin beranjak turun dari pangkuan Damian, tapi pria itu malah menahannya tak membiarkan ia beranjak "Disini saja .." Bisik Damian menempelkan keningnya di kening Almira.

Almira membiarkan saja tubuhnya menempel dengan tubuh tegap Damian-untuk kali ini Almira akan menyerah dan membiarkan tubuhnya didekap erat oleh Damian. "Kau tak menjawabnya?"

Almira merinding ketika nafas Damian membelai-belai permukaan wajahnya. "Aku memang belum makan!" Jawab Almira membuat Damian mencengkram bahu Almira dan menatap matanya.

"Kenapa kau tak bilang dari tadi.." Ucap Damian. Kalimatnya tersirat kehawatiran.

Entah dari mana rasa khawatir ini datang tapi yang pasti ia benar-benar khawatir dengan keadaan Almira yang seperti ini.

***

TBC!

Experience of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang