• Aku dan Kematian

14.1K 1.8K 131
                                    

Aku dan Jungkook memutuskan untuk membereskan rumah, karena kami memang sedang libur.

Tentu saja, siapa yang akan bekerja di hari pertama pernikahan mereka?

Ah, mungkin ada, karena sejak tadi pagi, Jungkook memang sudah berurusan dengan pekerjaannya.

Pria itu baru selesai saat pukul tiga sore. Setelah itu, ia mengajakku untuk membereskan rumah.

"Aku sudah menyapu dan mengepel, juga sedikit membersihkan debu-debu. Hanya tinggal mengangkati beberapa barang," ujarku saat Jungkook bertanya apa yang pertama kali harus kami lakukan.

Jungkook mengangguk. "Oke, aku akan mengangkati barangmu ke kamar. Kau bisa susun sendiri, kan?"

"Ya."

Jungkook terlihat mengangkat satu kardus besar berisi buku-buku kuliahku. Aku melihat otot tangannya yang berkontraksi saat ia mengangkat benda yang cukup berat itu. Saat ini Jungkook memang hanya memakai kaos putih polos dan juga celana pendek. Benar-benar tipe pria yang tidak mau diribetkan dengan urusan pakaian rumah.

Jungkook juga menggeser sofa, meja, dan lemari, supaya benda-benda itu berada di tempat yang strategis. Aku sendiri memilih untuk menata buku-buku milikku dan Jungkook di lemari khusus buku.

Sebagai dosen, ia punya banyak buku literatur untuk membantunya mengajar. Sebagian besar berbahasa Inggris, sedang lainnya berbahasa Jerman, Jepang, Prancis, dan China. Aku jadi bingung, apakah Jungkook benar-benar membaca semua buku itu? Jadi dia menguasai semua bahasa asing itu? Jika benar, maka Jeon Jungkook adalah pria yang benar-benar keren.

Kakakku, Kim Namjoon, juga bisa beberapa bahasa dan kupikir itu keren. Semua orang yang dapat menguasai banyak bahasa, mereka adalah orang-orang paling keren, menurutku. Aku juga sebenarnya bisa beberapa bahasa, tapi aku tidak terlalu fasih menggunakan bahasa asing kecuali bahasa Inggris.

"Sudah selesai beres-beresnya?" Jungkook tiba-tiba bertanya, membuatku sedikit terkejut.

Aku mengangguk. "Ya, sudah."

Jungkook balas mengangguk, lalu mengusap peluh di pelipis dan lehernya. Kaosnya benar-benar terlihat basah sekarang, dan dia juga terlihat lelah.

"Oppa, kau ingin air dingin?" tanyaku saat melihatnya tidak berhenti mengipasi diri sendiri.

"Boleh," jawabnya.

Aku pun segera pergi ke dapur untuk membuatkan Jungkook segelas sirup. Sepertinya akan sangat cocok di minum dalam keadaan lelah dan berkeringat.

Aku hampir saja menjatuhkan gelas di tanganku, saat melihat Jungkook yang keluar dari kamar dengan tanpa mengenakan baju atasan apapun.

Ia duduk dengan tenang di kursi makan. Aku pun menarik napas dan berjalan mendekatinya.

Jungkook segera menyambar minumannya saat aku menyodorkan gelas padanya.

Dan aku benar-benar merutuk tentang bagaimana seksinya seorang Jeon Jungkook saat ia minum. Bagaimana keringat yang masih tersisa di lehernya, dengan perlahan bergerak menuruni leher itu. Jakunnya yang bergerak naik-turun saat ia menenggak minuman, semua itu membuatku tidak bisa bernapas. Apalagi ditambah Jungkook tidak memakai baju sekarang. Lengkap sudah penderitaan manisku.

"Terima kasih." Jungkook menyerahkan gelas kosong itu kepadaku dan mengusap bibirnya dengan punggung tangan.

"A-ah, ya."

"Kau mau pergi keluar untuk belanja bahan makanan? Di sini tidak ada apa-apa," kata Jungkook.

"Boleh."

"Kalau begitu ayo ganti baju dan pergi."

Aku mengangguk. Aku berjalan ke arah dapur untuk menaruh gelas kosong itu dan mencucinya.

"Oppa, apa aku harus menaruh gelasnya di rak atas?" ujarku setengah berteriak.

"Ya."

"Tapi aku tidak sampai." Aku merengut. Ini tidak adil, kenapa semua rak di dapur itu selalu tinggi?

Jungkook datang dengan kaos yang masih di tangan. Ia mengambil gelas di tanganku dan menaruhnya di lemari kecil di atas kompor.

Tubuhku terkurung di antara pantry dan tubuh besarnya. Jungkook menurunkan pandangannya, menatap diriku. Mata kami bertemu beberapa saat dan aku benar-benar tidak ingat bagaimana cara mengambil napas.

Ayah, aku bisa mati jika terus seperti ini! Suamiku sangat berbahaya untuk jalan napasku!

***

Kami akhirnya berada di supermarket. Aku mendorong troli menyusuri rak-rak besar di tempat itu.

Kami membeli beberapa alat mandi dan juga bahan-bahan makanan seperti sayur, buah, dan daging.

"Oppa, kau suka kopi atau teh?" tanyaku. Aku sedang bingung memilih antara kedua minuman itu.

"Terserah."

"Jangan menjawab begitu, itu makin membingungkanku," ujarku setengah merengek.

Jungkook menghela napas. "Terserah padamu. Aku suka semua yang kau buat."

Bibirku berkedut menahan senyum saat mendengar jawabannya. Aku akhirnya memasukkan kedua minuman itu ke dalam troli.

Kami pun sampai di bagian makanan ringan dan es krim. Aku memilih beberapa camilan, sedangkan Jungkook memilih beberapa makanan kaleng di rak tak jauh dari tempatku.

"Lihat Oppa yang di sana itu, dia sangat tampan, kan?"

Aku mendengar beberapa gadis tengah berbisik-bisik membicarakan Jungkook.

"Apakah dia sudah menikah?" kata seorang gadis dengan rambut sebahu.

"Semoga belum, aku benar-benar ingin punya suami sepertinya," jawab yang lain.

"Apakah kita harus mendekatinya? Kupikir tubuhku cukup bagus untuk menggaet dirinya," kata gadis dengan baju yang benar-benar membuat mataku risih melihatnya.

Aku mendengus kesal. Beraninya mereka membicarakan suami orang seperti itu. Aku tahu mungkin mereka tidak mengetahui jika Jungkook adalah suamiku, tapi ini benar-benar menyebalkan.

Tiba-tiba aku merasakan ada sebuah tangan besar yang melingkari pinggangku. Jungkook merapatkan diriku kepadanya dan mencium pelipisku.

"Apa sudah selesai belanjanya, Yeobo?"

Oke, aku memang akan cepat mati jika terus bersamanya. []

***
Oke, part ini rada gaje. Abaikan saja :")
Btw, gue seneng deh sama respon baik kalian ke book ini. Sebagai balasannya, gue akan terus nyoba bikin yang terbaik untuk kalian dan yang pasti akan berusaha terus supaya book. Ini bisa update setiap hari 😊

Makasih udah mampir ^^

Dear, Mr. JeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang