Shin Nahee sialan!
Kenapa dia harus membicarakan malam pertama denganku tadi? Ini sangat menyebalkan karena aku bahkan tidak punya jawaban atas pertanyaannya.
"Hei, kau melamun? Apa ada masalah?" tanya Irene, kakak sepupu Jungkook.
Dia, dan beberapa sepupu Jungkook yang lainnya tengah membantuku membersihkan dandananku.
Aku tersenyum melihat wanita yang lima tahun lebih tua dari Jungkook itu. Harusnya aku sudah bisa memanggilnya sebagai Bibi, tapi apakah kau tega memanggil wanita dengan kecantikan luar biasa itu dengan sebutan 'Ahjumma'? Rasanya sangat tidak pantas.
"Tidak, Eonni. Aku baik-baik saja."
"Mungkin ia masih merasa gugup," sahut Lisa yang tengah membereskan hiasan rambutku.
"Benar, apalagi malam ini adalah malam pertama mereka," timpal Eunha.
"Itu benar!"
Sial, kenapa mereka harus mengingatkanku tentang itu lagi?!
Irene tertawa kecil. "Jangan menggodanya, kalian dua bocah nakal!"
"Maaf, Eonni. Tapi bukankah itu fakta?"
"Lisa, sudahlah. Kau tidak lihat wajahnya hampir menyamai udang rebus?" kata Irene.
Mereka bertiga tertawa, meninggalkanku dalam kegugupan sendiri.
Di tengah kegiatan kami, seseorang membuka pintu ruanganku. Kami berempat kompak menengok ke arah pintu. Di sana, Jungkook dengan kemeja putih dan dandanan yang sudah sedikit berantakan, tengah berdiri di pintu.
"Ada apa, Jungkook?" tanya Irene.
"Apa masih lama?" tanyanya.
"Maksudmu?"
"Dia, Noona." Ia melirikku. "Apakah kau masih perlu waktu lama dengan istriku?"
"Tenanglah, Jungkookie, jangan terburu-buru. Tahan sebentar. Kami akan mengembalikan istrimu secepatnya dengan keadaan secantik mungkin," kata Lisa dengan nada menggoda.
"Lisa benar, tahan dulu, oke?" Eunha menimpali.
Jungkook mendesah kesal. "Bukan begitu maksudku, Namjoon Hyung sudah pulang dan dia bilang agar aku pergi menemuinya dan menyuruh dia agar cepat istirahat."
"Aku akan pergi secepatnya. Kau bisa menunggu di kamar saja, Tuan Jeon," ujarku.
Jungkook merengut mendengar ucapanku. "Sudah kubilang panggil aku Oppa, kan?"
Aku melipat bibir ke dalam. "Oke, Oppa."
***
Aku sudah lupa berapa kali aku mengumpat malam ini. Sepertinya aku akan dilempar ke neraka karena terlalu banyak mengumpat, bahkan di hari pernikahanku.
Hanya saja, situasinya memang sangat mendukungku untuk mengeluarkan berbagai sumpah serapah.
Lihat saja, para saudara iparku yang baik hati itu, memaksaku untuk memakai pakaian yang--sumpah demi Tuhan--aku tak pernah membayangkan akan memakainya.
Mereka benar-benar mengancam tidak akan memberiku pakaian sama sekali jika aku menolak permintaan mereka. Sialan, bukan? Untung ipar sendiri.
Aku pun memasuki kamar dengan perlahan. Membuka pintu dan kembali menutupnya dengan gerakan paling pelan.
Kamar sudah terlihat cukup remang. Hanya ada lampu tidur yang tersisa. Aku mendekati ranjang. Jungkook tidur terlentang dengan tanpa memakai atasan apapun.
Sial, wajahku memerah hingga pipiku terasa panas. Kedelapan kotak di perutnya sungguh membuatku ingin berteriak kencang. Dia benar-benar terlihat panas sekarang.
Aku menyingkirkan pikiran kotorku dan menempatkan tubuhku di sebelah Jungkook. Aku berharap semoga aku bisa cepat tidur, namun sepertinya itu tidak akan terjadi mengingat Jeon Jungkook tengah tertidur di sebelahku. Ah, ini menjengkelkan.
***
Pagi ini, Jeon Jungkook bangun dengan tubuh yang terasa sangat pegal. Ah, mungkin saja ini karena kemarin dia harus mengikuti rangkaian acara pernikahan.
Pria itu mencoba bangkit dari tempat tidurnya saat ia sadar ada sesuatu yang melingkari tubuhnya, memeluk badannya bak guling. Kim Nara. Istrinya. Tengah melingkarkan tangan kecilnya di sepanjang perut berbentuk milik Jungkook. Kepalanya bahkan menyandar dengan nyaman di dada bidang Jungkook.
Jungkook menyunggingkan senyuman kecilnya. Nara sangat menggemaskan dengan tubuh yang setengah meringkuk memeluknya. Namun, sedetik kemudian, Jungkook refleks mengumpat saat ia melihat tampilan istrinya saat ini.
"Shit!"
Pria itu mencoba menjauhkan Nara dari tubuhnya. Ini tidak akan baik.
Untuk informasi saja, semua pria normal bangun dengan sesuatu yang juga bangun di antara kedua paha mereka. Dan keadaan Nara yang terlalu menunjukkan kulitnya, tidak akan bagus untuk teman kecil Jungkook di bawah sana.
"Oh Tuhan, sebenarnya siapa yang menyuruhmu memakai pakaian seperti ini!" Jungkook menggerutu di sela napasnya yang sudah mulai tak teratur.
Bayangkan saja, Nara, istrinya, berada di sebelahnya dengan pakaian yang--Jungkook tidak yakin masih bisa disebut pakaian. Lemah, tanpa perlawanan. Jungkook sudah jelas akan menang hanya dengan melihat perbedaan ukuran tubuh mereka.
Jungkook mengusap wajahnya kasar. Ia bangkit dari tempat tidur setelah dengan sekuat tenaga memindahkan kepala Nara ke bantal.
Bukan, bukan karena kepala istrinya yang berat, tetapi karena hasratnya yang sudah diujung, membuat Jungkook sekuat tenaga melawan dirinya sendiri.
"Tidak, tidak, Jeon Jungkook! Sadarkan dirimu!" Jungkook menepuk-nepuk kedua pipinya. "Sekarang aku hanya harus mandi dan menyegarkan diri. Ya, benar. Aku harus mandi."
Pria bermarga Jeon yang terlihat menyedihkan itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar mandi. Ia akan membersihkan diri, setidaknya menjernihkan kembali pikirannya yang sudah terlampau kotor.
Jungkook bisa gila jika seperti ini! Apa yang harus ia lakukan? Bermain solo? Maaf, tapi itu bukan gaya Jungkook.
Ah, aku benar-benar bisa jadi gila! []
***
Oke, oke, Kuki gila. Iya, tau, kok. Tapi, tenang, dedek masih cinta :">Dan ya, gue mau ingetin aja, ini cerita masih rate 15+ yo, jadi ya gitu deh :))
Makasih udah mampir ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mr. Jeon
Fiksi Penggemar"Because she thought that she was nothing even though she was something." Kadang, Nara bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana dia bisa menikah dengan pria sekeren Jeon Jungkook? Apa yang Jungkook lihat dari gadis biasa-biasa saja sepertinya? Namun...