23 : bohong

16.7K 2K 137
                                    


Ketika bangun, Leora merasakan kehangatan telapak tangan itu lagi, matanya mengerjap menoleh untuk melihat siapa orang itu, meski sebenarnya dia sudah tahu siapa.

Mata gadis itu berubah sayu, menatap genggaman tangannya yang sama sekali tidak ingin dia lepaskan, dia rindu dengan tangan hangat yang tidak sama sekali halus itu.

Diam dengan posisi yang sama, Leora menikmati setiap hembusan nafas pelan yang Ryu buat. Sampai kapan? Sampai kapan dia dan Ryu akan secanggung ini.

Leora muak, dia tidak tahan.

Sekian lama bersama Ryu, bersama sifat menyebalkannya itu, Leora merasa aneh ketika sekejap semua itu menghilang.

Dia tidak membenci Alai, pria itu manis, sopan, kelihatan romantis juga, tapi Leora tidak suka itu.

Leora yang sejak dulu selalu bertingkah aktif akan merasa sangat canggung dengan sifat Alai yang bertolak belakang.

Leora tidak nyaman karena harus terus-menerus berusaha menjaga sikap dan mengimbangi sikap halus Alai. Bersama Ryu Leora adalah Leora.

Dia adalah dirinya, tanpa rasa sesak dan tidak nyaman. Itulah rasa nyaman yang sebenarnya.

Pelan Leora melepaskan genggaman mereka, Ryu tampak tidak terganggu hingga sebuah ketukan membangunkan pria itu.

Dia tampak sangat terkejut, dan langsung membuka mata.

Pria menoleh, menatap Leora beberapa lama dengan pandangan yang sulit Leora artikan maknanya.

Kemudian mundur tanpa kata, ketukan lain menyusul dan suara lain terdengar.

"Leora apa kau tidur?" itu suara Alai. Leora sudah mengenal suara itu.

"Tidak, sebentar!"

Ryu bergerak ketika Leora hendak turun dari ranjangnya, pria itu membukakan pintu. Menundukan kepala dengan hormat ketika Alai masuk.

Alai menyorot pria itu curiga, kemudian pandangannya berubah hangat menatap Leora.

"Apa aku mengganggumu?"

Leora menggelengkan kepalanya dengan pelan ketika Alai mendekat, gadis itu memperbaiki posisi duduknya menyambut sang mate dengan senyum manis. Ini aneh, kata ibunya ketika bau harum khas mate tercium rasa cinta dan nyaman akan langsung muncul, tapi Leora tidak kunjung merasakan sensasi itu.

Dia masih kaku, dan tidak nyaman.

"Kudengar kalian akan berangkat besok."

Ah, semua persiapan sudah hampir siap, semua persenjataan pembagian tugas dan beberapa strategi sudah dibuat.

Dan yang mereka lakukan sekarang adalah bersiap dan menunggu. Ketika kaca itu akhirnya pecah, dan melepaskan monsternya, mereka harus sudah siap untuk melawan.

"Aku ingin ikut. Tapi aku harus menjaga perbatasan kerajaan penyihir jadi aku tidak bisa." duduk dihadapan Leora, Alai memasang wajah menyesal. Menyelipkan selain panjang rambut gadis manis itu kebelakang telinganya.

Matanya lembut, jernih dengan warna coklat memukau. Leora beruntung, matenya tampan dan terlihat begitu penyayang.

"Bisakah ...," mata coklat itu berkilau, ada sinar penuh harap disana.

"Aku mendapatkan kabar baik setelah semua ini?"bibir Leora kelu, ada ketulusan dan kecemasan disana. Dan Leora tidal tahu harus membalas seperti apa. Menundukan wajahnya menghindari tatapan Alai, Leora berusaha keras berpikir tapi pikirannya kosong.

Tangan halus itu menangkup wajah Leora, mengajar hingga mata coklat dan biru muda itu bertemu.

Mata Leora teralih, menatap Ryu yang menatap mereka dengan wajah datar dan tenang.

Leora merasaka rasa asing yang mencubit di dadanya. Hati Leora menjerit ketika senyum kecil dari sang pelayan muncul.

Sakit sekali! Leora merasakan sesak tak tertahankan. Tanpa sadar air mata gadis itu menetes, jatuh ketika matanya teralihkan kembali kearah Alai.

"Apa aku tidak bisa mengharapkan hal itu?" Bibir Leora bergetar, semuanya begitu memusingkan dan Leora kalah. Kebingungan akan hati dan pemikirannya yang tak selaras.

"Aku ....,"

Mememjamkan matanya, Leora menyakinkan hatinya.

"Juga berharap semua akan baik-baik saja."

Alai tersenyum, menghapus lembut air mata sang mate, "mungkin malam ini kita bisa berjalan-jalan bersama. Menikmati suasana sebelum semuanya berubah."

Leora mengangguk, dia tidak punya alasan untuk menolak. Jadi Leora mengangguk dan mengiyakan semua.

🕸🕸🕸

Ryu yang meriasanya, memilihkan baju tatanan rambut dan perhiasan yang akan Leora pakai untuk bertemu Alai.

Haruskan Ryu melukiskan perasaanya, dia sedang merias gadis yang dicintainya untuk bertemu pasangan hidup gadis itu.

Wajahnya masih datar, tersenyum kecil ketika wajah manis gadisnya semakin terlihat semakin cantik karena sentuhan kecik Ryu pada wajah yang sudah Ryu hafal setiap inci.

Mata biru masih secantik pertama kali Ryu melihatnya.

Tapi pandangan yang saat ini mengotorinya bukan pandangan yang Ryu kenal.

Dan semua yang Ryu hafal diluar kepalanya tetang si gadis manis, harus pria itu harus perlahan.

"Tunggu aku, aku akan datang ke kamarmu." bisikan itu tampak begitu menyenangkan, entah untuk apa Leora mengatakan hal itu. Menghibur kah? Ryu sama sekali tidak dapat menebak apa yang dirasakan gadis itu sekarang.

Gadis itu keluar dari kamarnya dengan anggun. Meninggalkan Ryu yang berdiri terpaku, pada sosok yang sudah berhasil memaku hati pria itu.

Alai menunggu ditaman belakang kerajaan, malam itu sepi dan gelap, namun lampu-lampu taman yang berjejer cukup untuk menerangi jalan.

"Malam ini gelap sekali, aku rasa aku salah memilih waktu." pria itu menatap langit. Bulan ditutupi awan, tidak satupun bintang terlihat.

"Tidak apa-apa. Tidak ada pilihan lain." Leora berujar pelan. Menunduk memperhatikan langkahnya.

"Yah, kau benar. Setelah semua ini, mungkin kita tidak bisa berjalan-jalan seperti ini lagi." Leora mengangkat kepalanya, ada tanya dimata gadis itu.

"Kenapa?"

Alai tersenyum, mengacak rambut Leora. "Tidak ada yang bisa berjanji apa yang akan terjadi setelah ini, Leora."

Leora mengangguk membenarkan, tidak ada yang dapat berjanji bahkan Ayahnya, Raja Damian.

Di ujung taman, dimalam yang gelap, mata mereka saling bertemu, mengangkat wajah Leora lembut Alai tersenyum ketika mata mereka bertemu. Mendekatkan wajahnya, Alai tersenyum dengan lembut.


Ryu sadar, dia seperti orang bodoh. Duduk menunggu pintu dibuka dengan begitu pasrah. Melirik jam, sudah pukul 00.13 menit.

Leora berbohong? Dan Ryu percaya.

Apa benar seperti itu? Rasa sakit itu semakin nyata.

Bangun Ryu, mau sampai kapan kau tidur dan berharap mimpi indah itu akan kembali berlanjut.

Senyum miris itu tercipta kembali.

Leora tidak akan datang, tidak mungkin.

Dia pergi menemui sang pasangan hidup, dan siapa dirimu Ryu, berani berharap dia akan datang.

Leora tidak datang. Dia tidak akan.

My pure blood butler (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang