24 : maaf

18K 2.4K 454
                                    

Dan ketika suara burung mulai terdengar, langkah buru-buru itu menghiasi koridor, air matanya menetes, dia adalah perempuan paling jahat didunia, dia yang terburuk.

Nafas Leora sesak, berdiri didepan pintu kamar Ryu gadis itu menatap miris kerah pintu yang tertutup rapat, bahkan hanya untuk memegang hendel pintu Leora tidak berani.

Memegang permukaan pintu rasa sesak itu semakin nyata, dia adalah orang yang memberikan harapan, kemudian membuang harapan itu dengan paksa. 

Bayangan tadi masih sangat jelas, hal yang membuat gadis itu terlambat dan tidak tahu harus berbuat apa.  Rasa hangat di bibirnya, karena pria itu, Alai.

Dia bahkan tidak tahu mengapa tidak sama sekali rasa nyaman terasa dihatinya. Rasa sesak yang nyata, menggerogoti seluruh pikiran dan perasaan Leora.

Leora terluka oleh sesuatu yang seharusnya tidak membuatnya terluka. Matenya disana dalam wujud nyata dan Leora disini dengan perasan untuk orang lain. Leora tersiksa oleh rasa bingung, benci kepada dirinya sendiri. Tidak tahu harus berbuat apa, dia bimbang.

Rasa cintanya untuk Alai, sama sekali tidak terasa. Kalau saja bau harum itu tidak tercium, Leora rasa dia tidak akan tahu Alai adalah matenya. Tidak ada perasan semuanya terasa hambar dan mencekik.

Leora bisa saja berpikir untuk meninggalkan Alai, tapi dia tidak bisa. Hati Leora berteriak itu tidak benar, meninggalkan pria yang hanya bisa mencintainya? Leora rasa dia benar-benar egois.

Tangannya terjatuh begitu saja di kedua sisi tubuhnya, dia benar-benar tidak tahu harus apa. Menundukan wajahnya mata gadis itu terpejam, mendekatkan dahinya pada permukaan pintu, namun dada naik turun lain yang menyambut kepalanya. Mata gadis itu terbelalak, mengangkat wajahnya. Mata Ryu dengan kelopak yang menghitam menyambut wajah gadis itu.

Mengerjap mata gadis itu menatap nanar, menelan ludahnya pahit, bibir itu bergetar.

Jeritan Leora memenuhi ruangan, ia menangis keras, hujan deras turun dari kedua matanya. Menarik baju pria di hadapannya, menggenggam erat. Leora benar-benar tidak tahu dia harus bersandar pada siapa saat ini.

"MAAFKAN AKU!! MAAF! MAAF!! MAAF!!! AKU TIDAK TAHU! AKU TIDAK MENGERTI! AKU! ... AKU ...." Leora menangis histeris, perasaan dan otaknya tidak sejalan, dia harus apa.

Pelukan itu melingkupinya, menarik tubuhnya masuk kedalam. Terhempas menuju lantai, dalam posisi duduk dengan pintu yang tertutup dengan sendirinya.

Leora terpaku, tangisannya terhenti mendadak. Wajah itu dekat, terlalu dekat hingga ketika nafas mereka sama-sama tertahan pun Leora menyadarinya.

Mata itu terpejam, dibalut kelopak mata dengan bulu mata panjang yang menyelimuti. Mata gadis itu ikut terpejam, entah bagaimana gadis itu ikut menutup matanya.

Ketika jarak kembali tercipta, Ryu menarik tubuh dalam balutan gaun indah tadi malam kedalam pelukannya, mendekap erat. Menciptakan kehangatan dan kenyamanannya sendiri.

Dan Leora mengikutinya, saling mendekap dalam rasa aman yang hanya milik mereka berdua, entah sampai kapan.

Mungkin saat takdir benar-benar berteriak mendesak, memutuskan Leora kembali kepada takdirnya yang sudah menunggu diluar sana. Dan melepaskan Ryu.

Untuk saat ini, detik ini. Tolong hentikan waktu, tolong. Keduanya menjeritkan hal yang sama, mereka berdua juga menentang takdir bersama, malam ini. 

Semua ini begitu membingungkan. Leora bahkan tidak berani menceritakan hal ini pada sang Bunda, Ivy, dia takut Ivy akan marah.

Menolak takdir adalah hal yang sangat tabu bagi makhluk Immortal. Terlebih takdir dalam perjodohan.

Ryu memang memiliki kemungkinan mencintai orang lain selain matenya, karena dia keturunan Pure Blood terakhir yang hanya bisa berpasangan dengan sesama bangsa Pure Blood dan keturunan campurannya, Diamond Red.

Bangsa Pure Blood yang sudah dibantai habis dan keturunan Diamond Red yang tidak seberapa membuat harapan Ryu soal matenya mengecil.

Berbeda dengan Leora, dia keturunan campuran Demon dan Diamond red, Diamond Red memang hanya bisa berpasangan dengan bangsa Pure Blood dan tentu saja Demon, namun darah Demon dalam hal ini membuat peluang Leora memiliki mate dari berbagai jenis Makhluk Immortal lain menjadi mungkin.

Kenapa begitu sulit? kenapa begitu membingungkan? Kenapa begitu menyakitkan?

Kenapa mereka dipermainkan seperti ini.  Kenapa?

Jahat sekali.

Menarik tubuh Leora lebih dekat, pelan-pelan Ryu medekati tembok. Menyandar disana.

"Besok pagi, kita akan kembali ke Dunia manusia untuk persiapan perang." Ryu berbisik, tidak melonggarkan sama sekali pelukannya kepada sang Nona.

Leora bersandar didada bidang itu, menikmati alunan pelan nafas Ryu.

"Saya akan menjaga Anda, dengan seluruh nyawa saya. Dan semoga, saya mati." tubuh Leora membeku. Mengangkat wajahnya dengan mata terbelalak tidak percaya.

"Apa maksudmu?!!"

Ryu tersenyum, menyelipkan beberapa helai rambut Leora kebelakang telinganya. Menatap paras cantik itu lama, dia semakin mencintai Leora, setiap detiknya.

Pria itu terkekeh, mengelus pipi halus yang ia lindungi sejak lama.

"Tidak peduli sesering apa saya melihat wajah Anda, sering apa saya menyentuhnya, saya terus menerus menyukainya, ketika berpisah karena dikirim untuk menjadi kesatria dulu, saya terus bertanya. Kapan kiranya kita akan bertemu lagi, apa Anda masih mengingat saya. Apa Anda juga merindukan saya."

"Saat ini sudah sangat cukup untuk saya, beberapa tahun bersama Anda sudah sangat berarti untuk saya."

"Jadi Nona. Biarkan saya menjalankan tugas saya dengan baik, biarkan saya yang menjadi pelindung terkuat Anda. Jika saya sekarat, saya mohon. Biarkan saja, dan tinggalkan saya untuk mencari penjaga lain."

Bibir Leora bergerak hendak membantah, namun jari Ryu bergerak cepat menempel lembut diantara bibir itu.

"Membiarkanku Mati karena sudah sekuat tenanga melindungimu Leora adalah ungkapan cinta terakhirku." mata Leora kembali berair. Menelan lidahnya, bibir Leora bergetar.

"Jika aku tetap hidup seperti saat ini, aku hanya akan menyusahkanmu, membuatmu ragu, dan menghalangimu dari takdir yang sudah digariskan untukmu."

"Jadi, disana nanti kumohon, biarkan aku melindungi mu, dan jika aku sekarat tinggalkan aku." bibir pria itu melengkung, matanya tertutup karena senyum tulus dari bibirnya.

Tidak ada keraguan, tidak ada.

Mendekatkan wajahnya Leora menempelkan bibirnya. Ryu menangkup wajah itu, balas memperdalam ciuman mereka.

Begitu kedua wajah itu menjauh, mata Leora terbelalak. Karena bukan hanya wajahnya yang basah, mata kanan pria itu juga menjatuhkan air mata.

"Aku mencintai mu Leora, sangat."

My pure blood butler (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang