5: Kesalahpahaman lainnya

37.8K 3.8K 102
                                    


°Leora°

Aku melangkah pelan-pelan, berusaha tidak menimbulkan suara. Ini hari ke dua Ryu tinggal bersamaku, dan dia bilang dia yang memasakanku sarapan. Aku percaya? Tentu saja tidak!

Oh, yang benar saja. Siapa yang akan percaya pria menyebalkan, sok kuat, sok tampan, sok pintar seperti dia bisa memasak.

Lagipula, siapa yang akan mengajarkannya? Bukankah dia tidak melayani selama beberapa tahun ini karena dia harus menjaga perbatasan dari beberapa kelompok pemberontak.

Kepalaku bergerak mengintip, menyipitkan mataku,

dan tidak kelihatan!

Oh, benar juga. Jaraknya terlalu jauh kalau dari sini.

Aku membukuk, hingga lututku menyentuh lantai, merangkak pelan-pelan mendekati meja tempat bumbu-bumbu dapur.

Pria itu disana, membelakangi dengan celemek merah muda bercorak bunga matahari.

TUNGGU!

DIA, DIA ... BERTELANJANG DADA!

Mataku melotot tak percaya, dia masak tidak memakai baju.

"Mengintip seorang pria itu tidak baik Nona," suaranya membuatku terjungkal kaget.

"Aku tidak mengintip!" seruku mengelak.

"Jadi, memperhatikan seorang pria dengan mata melotot sedang bertelanjang dada itu tidak termasuk dalam kategori mengintip bagimu," sebelah alisnya naik mencemooh.

"Aku, aku hanya kaget, lagipula kenapa kau harus memasak tanpa memakai baju sih?!" tanyaku kesal.

"Panas," suhutnya santai membuatku membelalak kaget. Oh, astaga tinggal bersamanya selama tiga hari saja bisa membuat mataku tidak suci lagi.

Mataku yang malang ....

Bagaimana jika aku tinggal bersamanya selama satu bulan ya? Harus aku akui dia memiliki tubuh yang ehmmm sexy, apalagi tubuhnya tinggi, rambutnya juga panjang. Oh, astaga apa aku akan melihat pandangan seperti ini setiap hari?

"Hilangkan pikiran kotor itu dari otakmu Nona," suaranya berhasil membangunkanku dari lamunan indah tadi.

Tunggu! Indah?!

Astaga, aku harus membersihkan otakku. Bagaimana bisa aku bilang itu lamunan indah. Astaga, aku sakit.

Kepalaku bergerak menggeleng, mengenyahkan pemikiran gila itu dari otakku.

"Sekarang bangun dan sarapan lah Nona," ujarnya membuatku tersentak dan cepat-cepat berdiri.

Mataku memancing memandang pria itu tajam.

Jadi dia benar-benar memasak, ya?

Sungguh aku tidak menyangka pria sepertinya bisa memasak. Entahlah, aku hanya merasa kalah dengan pria menyebalkan itu.

Mata memperhatikannya yang menaruh beberapa makanan diatas meja. Kemudian dengan santainya melepas celemek di badannya.

"Tunggu! Apa yang kau lakukan?" teriak ku panik, tanganku bergerak cepat menutup mata.

"Hm? Melepas ... celemek?" Demi Tuhan, dia membalas ucapanku dengan santai! Tidakkah dia tahu ada anak dibawah umur disini.

Hey, aku masih berada di Senior high school. Aku belum masuk perguruan tinggi.

"Kenapa disini? Kau harus memakai bajumu!" seruku tidak percaya. Apa dia tidak punya malu?

"Memangnya kenapa? kau sudah melihat tubuhku Nona."dia menyeringai. Aku tidak perlu melihat wajahnya untuk mengetahui itu. Dari nada santai itu saja aku sudah dapat menebak.

My pure blood butler (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang