✠0³✠

1.8K 230 5
                                    

ini sudah dua hari sejak seorang pria misterius bernama huang renjun menciumnya. hari ini ia libur, sedangkan kakaknya pulang ke Korea untuk mengurus surat warisan selama beberapa hari.

dan disinilah gadis itu, berdiri menatap satu-persatu pajangan di sana dengan lekat. ia tengah memilih roti yang tampak menarik untuk dibeli.

"Combien est le total?" (Berapa totalnya?)

"17 euro, miss."

aku menyerahkan sejumlah uang kepada penjaga kasir tadi kemudian mengambil kembalianku dan pergi.

kulangkahkan kakiku menapaki tanah yang agak becek bekas hujan. bibirku tak henti-hentinya mengalunkan senandung kecil.

netraku menangkap bayangan seseorang saat ini, huang renjun.

apa yang dilakukannya di lorong sempit seperti ini? dengan lima orang dengan tampang berbahaya? dan memegang pistol?!

kutarik pisauku keluar dari saku dalam coat. perlahan kutaruh belanjaanku di sudut lorong. aku berjalan pelan-pelan menghampirinya, sepertinya mereka tidak sadar dengan eksistensiku karena berdiri membelakangi.

sigap, aku menusuk seseorang dari belakang, ia merintih kesakitan. keempat orang yang tersisa menodongkan pistolnya ke arahku.

aku melirik renjun dan menatapnya panik, 'apa yang harus kulakukan?' kataku melalui tatapan.

'lukai saja mereka, tapi jangan bunuh mereka. ini sangat berbahaya' arahnya tanpa bersuara.

renjun menembak seseorang di sisi kananku. perhatian mereka berhasil teralih pada renjun.

dengan tangkas, aku menancapkan pisauku ke salah satu punggung seseorang yang berada di hadapanku. ia meringis kesakitan.

dalam sekejap, aku mengambil pistolnya dan menarik paksa pisauku. kutodongkan pistol yang kuambil ke arah seseorang dari belakang.

"put your gun down, mister." ucapku agak lantang dengan keberanian seadanya.

namun, orang itu malah berbalik dan menodongkan pistolnya ke arahku.

ketika dia menekan pelatuk pistolnya, aku menunduk sehingga pelurunya tak mengenaiku. lengah, aku menancapkan pisau ke perutnya. ia merintih kesakitan hingga akhirnya terkapar tak berdaya.

aku menodongkan pisauku ke arah pria terakhir yang tersisa.

"put your gun down." ulangku tak takut.

ia masih setia menodongkan pistolnya ke arah renjun.

Tin tin

suara klakson mobil itu mengalihkan perhatiannya. renjun segera menembak kepala orang tadi hingga darahnya mengenai coatku.

tanpa aba-aba, renjun mencengkram tanganku keras lalu mengajakku lari.

—lost—

"siapa yang tadi itu?" tanyaku sembari mengambil ponsel dari tasku.

"kau tidak perlu tau." katanya dingin dan tak acuh.

aku mencebikkan bibir kesal, kemudian menempelkan ponselku di telinga.

"paman, bisakah kau mencarikan identitas seseorang? kau bisa mencarinya lewat cctv di sini."

renjun menatapku terkejut. dengan satu tangan ia mencoba mengambil ponsel milikku.

"oke, terima kasih, paman."

kini, aku tersenyum puas.

"kau tak akan bisa menemukan identitasnya." katanya meremehkan.

aku tertawa keras, "kau meremehkanku ya? pamanku adalah orang yang memiliki koneksi kuat di dunia."

"benarkah? mari kita lihat, apakah pamanmu bisa mencari identitas kelima orang tersebut." ucapnya menantang, ia tersenyum miring.

"oke, mari kita lihat. koneksi pamanku yang luas atau identitas orang itu yang susah ditemukan."

kedua insan yang sedang berada mulut ini tak sadar bahwa mereka sudah sampai di tempat yang mereka tuju.

"turun, kita sudah sampai."

renjun mengernyit mendapati air mukaku yang tampak sedih.

"kenapa? mengakui kekalahanmu?" ucapnya bercanda.

"renjun, aku meninggalkan belanjaanku tadi. aku barusan membuang 17 euro."

kini, pria itu memutarkan bola matanya malas.

"aku akan menggantinya. berapa? 17 euro? ini," katanya sambil menyodorkan uang 100 euro.

"hei, aku ini bergelimang harta tau!" bentakku tak terima.

untuk pertama kalinya aku menyombongkan kekayaanku kepada seseorang yang tidak kukenal.

sekali lagi, renjun memutar bola matanya malas. kemudian memasukkan uang 100 euro itu kedalam kantung celananya.

renjun mengambil sebuah koper di bagasi. sekarang giliran aku yang mengernyit, namun renjun diam saja.

ponselku berdering nyaring, ternyata ada panggilan dari ibu. segera kutekan tombol hijau pada ponselku.

"halo, nak. kau dimana saat ini?"

"aku di apartemen, bu."

"aku memiliki kabar buruk dan kabar baik, ingin yang mana dulu?"

"buruk dahulu." kataku setelah menimang-nimang.

"ayahmu sakit, kakakmu akan menggantikan posisinya sementara."

"hah?! berapa lama?" teriakku kaget.

"1 bulan kira-kira."

"ah, tidak bisakah ibu saja yang menggantikan?"

"ibumu ini bahkan tidak bisa tidur di rumah setiap hari. aku harus menjaga ayahmu dan mengecek perusahaan. "

aku mengerang menyerah, "argh, baiklah. lalu bagaimana dengan kabar baiknya?"

"ada yang akan menemanimu selama kakakmu di sini."

"siapa?" ucapku tak tertarik.

"anak tunggal keluarga huang, dia tinggal di Paris dan kebetulan juga dia kuliah di kampus yang sama denganmu."

tepat saat itu juga nara mengerang kesal, menyalahkan takdir yang membuatnya harus tinggal bersama pria penyandang marga huang ini.

renjun tertawa cekikikan melihatnya.

tbc

lost | renjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang