"Allah menyatukan seorang dengan berbagai cara. Allah mempertemukan seseorang dengan berbagai cara pula. Dan Allah memberi cinta dengan cara yang berbeda pula."
°°°
Muhammad Azzam Adshkan Firdausy.
Seseorang yang kutemui dimasjid kemarin dengan menenteng jas putih dan stetoskopnya. Suaranya merdu, lantunan ayat kursinya menyejukan, kata Nafisya dia hafidz Qur'an. Kulitnya putih, matanya coklat muda, kumis tipis tumbuh di atas bibirnya, serta rambut-rambut halus tumbuh memenuhi bagian samping pipinya dan tinggi semampai. Kata Nafisya dia seorang dokter umum, dan pemilik salah satu restoran di Turki. Pengetahuannya tentang islam luas, dia tahu cara memuliakan wanita dengan benar. Dan mempunyai cara pandang tersendiri,
"Jika kamu menganggap islam itu simpel hanya dengan tauhidnya saja, maka islam adalah rumit karena tentang tanggung jawabmu terhadap tauhid itu. Jika kamu menganggap islam itu rumit dengan segala aturannya, maka islam itu simple hanya dengan kamu menaatinya."
Seseorang yang bersifat dingin, tapi berhati hangat. Bersikap cuek, tapi mempunyai kepedulian tinggi. Contohnya saja, saat melihatku tidak mengenakan sarung tangan di mesjid waktu itu, dia langsung memberiku sarung tangannya. Dan seseorang yang ternyata adalah adik sepupu Nafisya. Seseorang yang aku sebut penguntit di rumahnya sendiri.
Adifa, kamu ceroboh sekali. Aku mengutuk diriku sendiri karena sudah bersikap ceroboh malam itu.
Hari ini aku ada rencana akan mengunjungi perpustakaan setelah jam kuliah berakhir untuk mencari referensi buku untuk tesisku. Tepat pukul 04.00 sore waktu Istanbul, Aku dan Nafisya memasuki area perpus, dan mulai mencari-cari buku kami masing-masing. Dari rak yang satu ke rak yang lain, hal itu kami terus lakukan hingga hampir sejam berlalu. Setelah puas karena capek, dan mendapatkan buku, kamipun memutuskan kembali ke apartemen kami.
"Fa, makan di luar yuk. Kita udah lama ngak makan diluar." Nafisya merangkul pundakku. Sejak kapan dia menjadi ngidam begini."Ayolah aku punya rekomendasi tempat untukmu." Aku hanya menganagguk tersenyum. Aku pikir tidak ada salahnya juga.
Sepuluh menit kemudian, aku sudah terjebak disini. Duduk di restoran khas Turki bersama sahabatku. Yah, memang rencananya mau makan diluar. Tidak ada yang salah juga memang, kami hanya duduk dan menunggu pesanan makanan datang. Tapi, masalahnya adalah Nafisya mengajakku kesebuah restoran milik pria itu. Pria yang jika aku bertemu dengannya selalu berakhir dengan terima kasih.
Apa yang harus aku lakukan sekarang ? melihat ekspresi datarnya tadi membuatku yakin bahwa aku adalah mangsa yang siap dimutilasinya sekarang. Apa dia masih marah padaku karena ku panggil penguntit di rumahnya kemarin ?
Dan kata Nafisya dia akan kembali lima belas menit lagi. Oh Allah, aku sangat frustasi sekarang. Bagaimana jika dia benar-benar ingin balas dendam padaku ? apa sebaiknya aku kabur saja. Pura-pura sakit perut mungkin jadi alasan yan tepat. Astagfirullah, Adifa jangan seudzon.
Benar saja, lima belas menit kemudian pria itu kembali bersama hidangan ditangannya. Entah mengapa aku merasa benda putih yang disebut celemek itu sangat pas menggantung di pinggangnya.
"Yeayyy, hidangan satang. Selamat makan." Kata Nafisya yang langsung menyambar makanan diatas meja setelah dihidangkan oleh pria itu.
Ya Allah, dari bau-baunya saja udah menggoda hidung, ditambah lagi kepul asap yang masih terlihat. Siapa yang dapat menolak hidangannya ?
"Gila kamu, Zam. Itu tangan atau apaan. Bisa lincah gini." Kata Nafisya sambil terus sibuk berkutat dengan makanannya. Ya, dia benar. Pria itu tidak hanya menyihirku dengan lantunan ayat suci surat Arrahman yang kudangar kala dimasjid itu. Tapi, dia juga menyihirku dengan tangan kekarnya. Yang dengannya ia jadikan perantara untk penyembuh dan pengenyang mahluk Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DRS] Cinta Dalam Iman
Romance--Ammeera Adifa Shakira Husein-- "Iman yang membawa cintaku berlayar walaupun tanpa sebuah pelabuhan." Cinta, aku percaya itu Fitrah dan Anugrah dari Allah Swt. Rasa Cinta yang membuat manusia hidup damai menyayangi sesama. Tapi, iman dia...