#25 Seminar

44 7 0
                                    

•••
"Bukan dia yang salah, tapi hatiku. Yang terlalu mengharapkannya. Mungkin Allah cemburu padaku, aku yang salah menempatkan harapan itu."
•••

Sesuai perkataan Nafisya, malam ini dia benar-benar membuat aku, Azzam dan dokter Hanzel berada satu meja makan. Dengan berbagai hidangan yang melambai mengajak kami untuk terus memakannya. Kami makan malam selepas isya, di restoran dekat apartemen Nafisya.

Semuanya tampak biasa saja. Pun wanita di samping Nafisya yang terus memancarkan senyum cantiknya, menampilkan deretan gigi ratanya yang putih. Sedangkan Azzam, pria itu lebih banyak diam disampingku. Lagi pula bukan aku yang mau, Nafisya yang memintanya, walau awalnya kami berdua tak setuju dengan ide sahabatku itu.

Semuanya berjalan seperti itu hingga kita berpisah untuk pulang.

Tak ada penjelasan.
Tak ada sepatah kata yang pria itu keluarkan untukku.
Tidak ada maaf, bahkan sekedar sapa.

Terima kasih telah mengombang-ambingkan hatiku, Zam.

Kami langsung berpisah setelah keluar dari dalam restoran. Aku dan Nafisya memilih naik subway dan Azzam mengantarkan dokter Hanzel pulang.

---

"Fa, mau tea ?" Tawar Nafisnya padaku setelah aku membuka pintu kamar mandi.

Aku menggeleng, tapi dia tetap memberiku segelas teh. Ya mau tidak mau, Ku terima dengan senang hati.

Angin malam langsung menyerbuku saat aku membuka sedikit jendela balkon kamar Nafisya. Ku bawa teh ku dan duduk didekat jendela.

Masih terlihat banyak orang lalu lalang diluar. Aku melirik jam dan ternyata masih jam 10.00 malam.

Hmm,
Pasangan yang sempurna.
Pria muda yang tampan dan wanita karir yang rupawan.
Maha baik Allah, yang tidak pernah salah memberikan jodoh untuk hamba-Nya.

Aku menengguk tehku.
Ternyata aku yang salah. Terlalu banyak berharap pada pria itu.
Allah mungkin cemburu padaku.
Ohh, Allah maafkan hamba karena terlalu berharap pada makluk-Mu dari pada Engkau.

"Fa.."

"Faa!!" Teriak Nafisya disampingku, aku melihatnya. "Ngelamunin apa sih ?"

"Ahh, hmm. Nggak ngelamunin apapun kok. Lagi nikmatin angin malam aja. Sejuk bangett."

Dia menyerngit, "Angin malam kok dinikmatin, gk bagus tau kalau lama-lama. Masuk angin nanti kamu."

Aku hanya membalasnya dengan tersenyum, dan menengguk teh ku lagi.

Lama kami saling diam, memandang sekitar. Jalanan yang ramai sekali orang yang lalu lalang. Banyak pedagang kaki lima yang berjualan. Sampai bunyi notifikasi hp Nafisya mengalihkan fokus kami.

Gadis itu tampak membacanya, dan kemudian menatapku. Lalu, melihat ke arah layar benda pipih itu kembali.

"Faa.. Prahaa!!" Katanya bersemangat sambil menyunggingkan senyumnya yang paling sumringah.

Aku tak mengerti mengapa dia sebahagia itu, tapi aku ikut tertawa karenanya.

"Aku baru dapet e-mail, seminarnya jadi di laksanakan dan mereka memilih Praha untuk tempat seminarnya." Katanya menjelaskan.

"Aku benar-benar ingin menjelajahi seluruh kotanya." Bersemangat sekali sahabatku itu.

"Alhamdulillah kalau jadi, memangnya tanggal berapa ?" Tanyaku padanya.

Dia membaca benda pipih itu lagi, "30 bulan ini, masih ada waktu tiga hari lagi."

Ayo bersiap Fa, katanya sembari menarik tanganku masuk.

---
Makasih ya yang sudah mau mampir dan baca.
Kasih Vott dan Coment, biar author makin semangatt nulisnya.
Semoga kalian menikmati ya.
Salam sayang:v

[DRS] Cinta Dalam ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang