#16 Welcome Back to Indonesia

141 12 0
                                    

"Biarlah ku pendam dalam diam. Terkubur di palung hati dan menepis rasa ini. Selamat tinggal cinta."

...

Bandara Internasional Sokarno-Hatta. Tepat pukul 14.00 WIB. Pesawat Garuda Indonesia penerbangan Turki-Jakarta telah landing. Akupun melangahkan kakiku menuruni tangga pesawat untuk turun. Semilir angin sejuk menyambut kedatanganku saat pertama kalinya kuhentakan kakiku di tanah airku ini.

Akhirnya, aku kembali.

Rasanya tidak sabar untuk memulai satu persatu apapun yang menjadi impianku disini. Terumata melupakan Azzam. Tujuan pertamaku setelah check out adalah rumah. Yap, rasanya rindu sekali. Tempat yang sangat bersejarah bagiku, yang membuatku besar dalam didikan Ummi dan Abi. Akupun memilih menaikki taksi yang aku pesan secara online. Walaupun kalau aku menghubungi Bang Biyan, pasti ia akan siap menjemputku.

Taksi dengan plat nomer B itu akhirnya menjadi pilihanku untuk mengantarku menuju rumah. Roda mobil terus berjalan. Ditempuhnya Jakarta-Bandung dalam beberapa jam.  Rasanya tidak ada yang berubah dari Bandung. Masih sama dengan 4 tahun silam, saat aku pergi meninggalkannya. Hiruk-pikuknya, macetnya, dan suasananya. Taksi yang kutumpangipun terus melaju melawan padatnya aktivitas kehidupan. Aku mengalihkan perhatianku ke luar kaca jendela. Aku lihat banyak angkot kuning hilir-mudik dengan kenet yang terus meneriaki jurusan yang akan mereka tempuh, tak jarang ku lihat beberapa barisan anak muda berseragam putih biru yang duduk di halte menunggu angkutan umum, sepertinya mereka pulang sekolah.

Tak terasa ban mobil taksipun berhenti tepat di halaman rumahku, tak terasa aku sudah sampai ke tujuanku. Rumahku. Akupun turun dan membayar ongkos taksi, lalu aku menggeret koperku memasuki rumah.

"Assalamu'alaikum.." salamku setelah mengetuk pintu rumah. Satu menit berlalu hening, masih tidak ada jawaban. Akupun memilih duduk di bangku teras rumah yang terbuat dari ukiran kayu.

Tapi tak lama setelah itu, pintu rumah terbuka dan menampakkan wanita paruh baya berjilbab merah maron yang tersenyum padaku.

"MasyaAllah.." katanya yang langsung memelukku. Jangan salah, dia Bi Silla wanita kepercayaan Ummi untuk memberlanjakan uang kebutuhan dapur. "Ayo masuk Mbak Adifa." Katanya sambil membawakan koperku.

Aku menggeleng, "Tidak usah bi, aku saja." kataku menarik koperku dengan lembut dari genggaman tangannya. "Ngomong-ngomong, semua ada dirumah kan bi ?" tanyaku sambil menempelkan jari telunjuk ke bibirku. Yang hanya dibalas anggukan oleh Bi Silla yang mengerti kodeku.

Aku melangkah menuju ruang tengah, dimana aku dengar semuanya sedang tertawa bahagia, entah untuk hal apa aku tidak tahu. "Assalamu'alaikum." Aku membuka suara. Sontak membuat semua orang yang ada disana mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Ummi langsung berdiri terkaget tapi kemudian tersenyum dan memelukku. Sementara, Abi menghentikan aktivitas meminum teh hangatnya lalu menyusul Ummi menemuiku. Sementara Bang Biyan menghampiriku.

"MasyaAllah sayang. Alhamdulillah, kamu pulang." kata Ummi sambil memelukku, "Ummi rindu sekali." hampir saja sebenening air menetes dari pelupuk matanya.

"Mau pulang kok ngak ngabarin dulu sih, sayang." Kata Ummi yang masih mengelus punggunggku enggan untuk melepas pelukan rindunya. Ummi, Adifa juga rindu. Sangat rindu.

"Biar Surprise."jawabku sambil tersenyum. Ummi pun melepaskan pelukan hangatnya.

Bang Biyan tersenyum meledek ke arahku, "Kedatanganmu bukan surprise dek. Tapi, bikin tambah stres." Kata Bang Biyan. Yap, seperti itulah Abangku. Bang Biyan, namanya Biyan Haris Husein. Tinggi 179. Umur 24 tahun. Pekerjaan seorang Dosen. Dan jago banget ngebully adiknya. Sebenarnya Abang gue itu baik banget. Tapi, aku sama Bang Biyan itu ngak pernah akur kalau dicampurin dalam satu rumah. Kalaupun akur, ujung-ujungnya itu pasti berantem.

[DRS] Cinta Dalam ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang