"Cincin yang kuidam-idamkan untuk aku persembahkan untuk Ummi, akhirnya kandas direbut olehnya. Pemuda yang diam-diam akan melamar gadisnya."
...
Dear Allah,
Terima kasih Engkau telah membuatku sadar dari harapan semuku ini, dengan menghadirkan kesempurnaan luka.
°°°
Setelah menunggu Azzam menyelesaikan mandinya dan bersiap. Aku, Nafisya, dan Azzampun pergi. Azzam melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tak lupa musik-musik khas turki menggema dalam mobil ini, tapi beberapa menit kemudian Azzam menggantinya dengan bacaan murotal Al-Qur'an.
Seperempat jam kemudian, kamipun sampai di mall. Azzampun memarkirkan mobilnya, dan kemudian kamipun berjalan untuk memasuki mall. Rasanya aku tidak enak, harusnya aku tidak usah ikut. Mengingat mungkin ini janji yang Azzam buat hanya untuk Nafisya.
Tapi sesampainya dimall, Nafisya terus saja mengandeng tanganku sementara Azzam berjalan disamping Nafisya, "Wah, udah lama banget aku ngak main-main kesini lagi." Katanya sambil terus melirik kanan dan kiri.
Azzam hanya tersenyum, "Makanya aku ajak kesini lagi."
Kamipun terus berjalan, menyusuri keramaian mall. Tak lama kemudian kamipun berhenti, ku lihat sepertinya dari ciri-ciri yang ku lihat, ini toko perhiasan. Soalnya benda berkilauan dan berwarna emas dan silver ada dimana-mana, tepatnya tersusun rapih di rak kaca. Ditambah lagi lampu yang dinyalakan, menambah kesan glamour.
"Nah, disini aja Zam." Kata Nafisya yang mulai masuk kedalam dan melihat-lihat. Azzampun mengangguk dan mengikuti Nafisya yang terus mengandeng tanganku.
Ku lihat jam tanganku, tak terasa hampir lima belas menit kami melihat-lihat disini, "Gimana Zam udah dapet ?" tanya Nafisya, akupun hanya terdiam sembari melihat-lihat yang lain. Pikiranku hanya satu, aku ingin sekali membelinya satu untuk Ummi. Yahh, mungkin akan terlihat cantik jika Ummi yang memakainya, tapi sayangnya aku sedang tidak bawa uang. Terpaksa aku hanay menatapnya saja dari tadi. Mau memotonya, takut tidak boleh. Apalah dayaku yang hanya bisa melihat tanpa memegang.
Aku melirik sekilas, kulihat Azzam menggeleng, "Aku lupa dan baru inget, Sya. Aku kan ngak tau selera dia." Mungkin untuk calon istrinya.
"Oh iya yah. Emm, kalau yang ini ?" Azzam menggeleng, "Bagaimana yang ini ?" Azzampun menggeleng lagi. Entah karena tidak suka atau bingung memilih. Hampir setengah jam, mereka melakukan kegiatan seperti itu. Akupun memilih mengambil handphoneku dan memainkannya.
Nafisyapun berhenti, dia melihatku dari ujung kerudungku sampai berhenti di manik mataku, seperti ada yang terpikirkan olehnya, tapi aku tidak tau itu apa, "Fa, coba deh kamu pilih." Kata Nafisya yang menyuruhku untuk memilih.
"Ak—Aku ?" tanyaku yang dibalas anggukan oleh Nafisya, sementara kulihat Azzam, Azzampun hanya tersenyum, "Kenapa harus aku ? aku saja tidak tau."
Azzam yang calon suaminya saja tidak tau, apalagi aku yang tidak pernah kenal siapa wanita itu, pernah bertemu saja tidak. Bagaimana aku bisa mengetahui seleranya, aneh.
"Ayolah, Fa. Tolong bantu aku ya." Katanya Nafisya, kulihat Azzam mengangguk ke arahku.
"Tap—tapi aku tidak tau seleranya." Kataku menggeleng, dan entah mengapa mataku tertuju pada cincin yang akan aku beli untuk Ummi.
Nafisyapun mengambil alih, "Zam, kayaknya aku tau selera dia." Kata Nafisya sambil menunjuk benda melingkar, "Ini" Kata Nafisya, itukan cincin yang aku beli untuk Ummi. Kenapa Nafisya malah memilihnya, memang sih cincinnya cantik, tapi gagal dong beli hadiah buat Ummi. Setelah Nafisya memilihnya, pelayanpun mengambilnya. Tapi, pelayan itu mengambil satu pasang cincin. Aku baru tau jika cincin yang kupilihkan untuk Ummi ada pasangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DRS] Cinta Dalam Iman
Romance--Ammeera Adifa Shakira Husein-- "Iman yang membawa cintaku berlayar walaupun tanpa sebuah pelabuhan." Cinta, aku percaya itu Fitrah dan Anugrah dari Allah Swt. Rasa Cinta yang membuat manusia hidup damai menyayangi sesama. Tapi, iman dia...