"Maaf, bila menganggumu. Aku bahkan tak bermaksud untuk itu."
...
Aku, Azzam dan Pak Ahmeetpun kembali dari Jembatan Galata. Pak Ahmeet melajukan mobilnya menuju apartmentku menembus salju yang turun munghujam bumi. Tak sampai dua jam, kamipun sudah sampai di apartmentku. Akupun turun dari mobil dan pamit kepada mereka. Tak lupa kuucapkan terima kasih pada Azzam dan Pak Ahmeet karena sudah mengantar dan menemaniku jalan-jalan hari ini.
Roda mobil milik Azzam sudah hilang ditelan tikungan jalan. Itu artinya sudah menjauh dari tempatku kini. Guyuran salju yang semakin deras, akhirnya membuatku memutuskan untuk masuk ke apartment. Masih ku lihat beberapa pasang orang, masih berlalu lalang dan masih tampak ramai. Sesampainya di kamar apartment, akupun mengambil kunci cadangan di tasku. Dan setelah itu, akupun masuk kedalam apartementku.
Rasanya badanku benar-benar butuh istirahat sekarang. Lelah. Akupun memilih meletakkan mantel dan tas yang ku kenakan di gantungan dekat sofa ruang tv, sementara sepatu dan kebab yang sempat ku beli tadi sudah ku letakan di tempat yang seharusnya. Kemudian akupun melangkahkan kakiku berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.
Ketika aku hendak memutar knop pintu untuk membukanya. Tiba-tiba pintu itu sudah terbuka dulu, dan menampakkan seorang perempuan dengan kantung mata dan wajah putih dengan tangan yang memegangi mentimun, sepertinya sedang memakai masker. "Astagfirullahaladzim..." kataku terkaget.
"Adifa ? Ternyata kamu sudah pulang ?" Nafisyapun kemudian hanya melenggang keluar kamar mandi.
Aku hanya mengangguk dan kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Setengah jam kemudian akupun keluar, menggenakan piyama yang kubawa tadi. Rasanya benar0benar ingin langsung merebahkan tubuh ini di atas benda berisi kapuk itu.
Tapi suara Nafisya lagi lagi mengagetkanku, "Fa, itu mantel siapa sih ? kok aku ngak pernah liat kamu pake itu." Tanyanya yang kini dengan nada sedikit lebih fresh dari saat keluar kamar mandi.
"Mantelnya Azzam. Dia pinjemin aku mantelnya." Kataku sambil merebahkan tubuhku di pulau kapuk.
"Oh, Azzam" Gadis itu mengambil jeda, "Ehhh tunggu," Nafisya tak melanjutkan perkataannya, ia nampak sedang berpikir sekarang "Hah ? Apa Azzam ? Ngak biasanya Azzam kasih pinjem mantelnya sembarangan, kamu disuruh nyewa berapa ?" tanyanya retoris.
"Daripada kepo, mending kamu urusin cacingmu. Aku udah beliin kebab tuh." Kataku yang mengalihkan perhatiannya.
"Iya kan ? kamu disuruh nyewa kan ? ngaku, Fa." Katanya sambil mengambil kebab di meja makan, dan menyuapnya.
"Dia cuman minjemin kok. Aku ngak suruh nyewa." Jawabku untuk menghentikan pertanyaan Nafisya yang menghujamku. Sementara, Nafisya hanya mengangguk-anggukan kepalanya sambil terus sibuk dengan aktivitas memakannya. "Oh iya Sya. Aku ngembaliinnya gimana ? titip yah. Kalau kamu ketemu Azzam."
Nafisya menatapku sekilas,"Besok kebetulan aku mau ke rumahnya. Kamu sekalian aja ikut, Fa." Katanya.
"Hahh ? Mana bisa, Sya."
"Ngak papa. Sekalian kamu temani aku ke sana." Lanjutnya, akupun hanya mengangguk dan kemudian tidur.
Dibawah sunyinya dan gelapnya malam, suara deringan alarm jam diatas nakas milik Nafisyapun berdering. Ku rasakan kasur diebelahku yang kosong tanpa penghuninya. Rupanya Nafisya sudah bangun duluan. Tak terasa sudah jam 2, akupun bangun dari tidurku dan kemudian mengambil wudhu untuk sholat tahajjud, tak lupa ku matikan alarm yang masih berdering dengan nyaringnya.
Setelah itu ku gelar sajadahku dan memakai mukenaku. Lalu kemudian memulai gerakan shalatku. Setelah shalat tahajjud, akupun kembali ke ruang tv untuk membaca Al-Qur'an disana, kebetulan disana ada sofa yang dekat jendela. Ku buka gorden abu-abu dihadapanku, dan berganti menampakkan kilauan cahaya yang menghiasi kota dua benua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DRS] Cinta Dalam Iman
Romance--Ammeera Adifa Shakira Husein-- "Iman yang membawa cintaku berlayar walaupun tanpa sebuah pelabuhan." Cinta, aku percaya itu Fitrah dan Anugrah dari Allah Swt. Rasa Cinta yang membuat manusia hidup damai menyayangi sesama. Tapi, iman dia...