18

4.3K 345 45
                                    

Sejak Azka dan Hanim bertunangan, setiap hari Ana terpaksa melihat Hanim yang selalu wira-wiri di rumah maupun di kantor. Ana sampai muak melihatnya, bahkan hampir muntah. Sangat tidak cocok dengan penampilannya yang alim namun sangat agresif. Dan ini sudah berlangsung selama dua bulan. Dan selama itu Ana berusaha menghindari Azka baik di rumah maupun di kantor. Syukurlah dia bukan siapa-siapa di kantor, hanya pegawai biasa saja jadi tidak ada alasan dia bisa bertemu Azka di kantor. Mudah-mudahan secara perlahan dia bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Azka, karena sungguh tidak pantas baginya yang berstatus istri orang mencintai calon suami orang lain.

Saat berjalan di lobby, Ana melihat wanita itu melenggang sambil membawa rantang yang pastinya buat Azka.

"Hai calon kakak ipar. Azka ada kan?" Ucap Hanim dengan nada lembut dan santun. Hhhh...kenapa ya aku gak bisa seperti wanita ini tampilannya. Anggun, lembut dan santun bertutur kata.

Ana hanya mengedikkan bahu tanpa menjawab pertanyaan Hanim kemudian meninggalkan Hanim yang melihatnya dengan bingung.

***

Azka mendongak dari layar komputernya saat pintu ruangannya dibuka. Melihat siapa yang masuk entah kenapa Azka langsung sebal. Padahal wanita yang masuk itu adalah calon istrinya. Astaghfirullah....

"Hai, Kak. Aku bawa makan siang untuk kamu."

"Kamu gak perlu repot-repot tiap hari antar makanan ke sini, Hanim. Lagian aku gak bisa setiap hari makan siang sama kamu di kantor." Ucap Azka dengan nada tetap lembut walau dalam hatinya ada rasa dongkol. Dia merasa terganggu dengan sikap posesif Hanim.

"Gak apa-apa kok, Kak. Hanim kan gak mau nanti kakak digoda sama pegawai-pegawai wanita di sini." Hani meletakkan rantang di meja tamu.

"Tapi hari ini aku ada meeting dengan klien sekalian makan siang." Sahut Azka tanpa melihat wajah Hanim yang kecewa. Azka fokus menatap layar komputernya.

Azka menelepon menejer pemasaran, Pak Roy, dan memintanya bersiap-siap untuk menemui klien dari Singapura. Tapi rupanya Pak Roy mengatakan sedang tidak enak badan dan berjanji akan mengutus bawahannya untuk menggantikan dirinya.

Sepuluh menit kemudian pintunya diketuk.

"Masuk."

"Selamat siang, Pak. Saya diutus Pak Roy untuk menggantikannya."

Azka mendongak dan terkejut melihat siapa yang menggantikan Pak Roy. Jantungnya langsung berdetak kencang setiap berada dekat dengan wanita dihadapannya.

"Oh...oke. Apa kamu sudah siapkan semua materinya?" Ucap Azka berusaha menjaga ketenangan dengan bersikap dingin.

"Sudah, Pak." Ana melirik Hanim yang tampak cemberut. Dan dia senang melihatnya. Terserah deh kalau dia dianggap jahat. Sesekali boleh dong bikin hati orang panas. Selama ini aku saja yang dibuat panas olehnya dengan menempeli Azka kemanapun.

"Baik, kita pergi sekarang." Azka berdiri. "Hanim, maaf, saya pergi dulu. Kamu pulang saja karena saya sore baru kembali ke kantor. Assalamu'alaikum."

Hanim mengepalkan kedua tangannya menahan rasa cemburu setiap melihat Azka bersama dengan wanita lain, sekalipun itu kakak iparnya. Bayangkan saja, sudah lebih dari dua bulan mereka bertunangan, tapi sekalipun Azka tak pernah bersikap mesra kepadanya. Bahkan memegang tangannya saja tidak pernah. Ucapan Azka memang selalu lembut kepadanya, tapi tatapan matanya tetap dingin. Tak pernah memandang mesra kepadanya. Apa sih maunya Azka! Apa harus aku dulu yang berinisiatif untuk merayunya? Tapi kan gak cocok dengan penampilanku?  Huhh....jadi serba salah.

Tapi tunggu. Kenapa perasaanku gak enak ya melihat iparnya Azka. Aku gak suka melihatnya dekat-dekat sama Azka. Aku harus mencegah mereka pergi bersama.

Hanim mengejar Azka dan Ana dan akhirnya bertemu mereka saat mereka akan masuk ke mobil.

"Awww....sayang....." Hanim pura2 kesakitan memegang perutnya kemudian berjongkok.

Azka dan Ana menoleh, Ana mencibir Hanim yang dia yakin kalau cuma berpura-pura saja. Sedangkan Azka langsung mendekati Hanim dan membantunya berdiri.

"Kamu kenapa?" Tanya Azka khawatir. Dia bukanlah pria brengsek yang akan mengacuhkan tunangannya yang terjatuh walaupun tak ada nama tunangannya itu dihatinya.

Hanim yang baru kali ini melihat kepedulian Azka kepadanya berpikir untuk memanfaatkan moment ini. "Aww...sshhh...perutku sakit, Kak."

"Kamu tadi bawa mobil?"

"Iya, tapi kayaknya Hanim gak bisa bawa mobil sekarang.....awww..." Ringis Hanim sambil menunjukkan ekspresi kesakitan.

Dasar drama queen, si Azka mau aja dibegoin tunangannya. Yakin deh gue kalau dia cuma pura-pura. Batin Ana.

Azka mengangkat tangan kirinya dan melirik ke jam tangannya, kemudian berkata, " Pak, tolong antar pulang Hanim, saya biar bawa sendiri mobil ini."

Wajah Hanim langsung berubah kecewa mendengar ucapan Azka, sedangkan Ana tertawa ngakak walau hanya dalam hati tentu saja.

"Kak, apa gak bisa kakak saja yang antar Hanim." Mohon Hanim dengan wajah memelas.

"Maaf, gak bisa, kakak ada rapat penting yang tak bisa diwakilkan. Kakak pergi dulu ya." Maka Azka dan Ana masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Hanim yang melotot menatap kepergian mereka.

Sialan! Kenapa susah sekali sih menarik perhatian Azka. Apalagi yang harus aku lakukan supaya dia peduli padaku? Batin Hanim.

"Mbak Hanim, ayo saya antarkan pulang." Ucap supir yang diperintahkan Azka untuk mengantar Hanim tadi.

Mata Hanim langsung melotot menatap supir itu. "Tidak perlu! saya pulang sendiri!" Bentaknya dan dengan langkah tegap berjalan ke parkiran meninggalkan supir Azka yang melongo menatap kepergian Hanim.

"Kok beda ya tiba-tiba." Supir Azka menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

***

Azka membawa mobil dengan kecepatan sedang menuju sebuah hotel bintang lima, tempat mereka akan menjumpai relasi bisnis Azka yang datang dari Singapura. Sejak mereka berangkat dari kantor, tak satupun dari mereka membuka pembicaraan. Suasana sangat hening, hingga Ana merasa bosan. Dia merasa Azka benar-benar mengacuhkannya, dan dia tidak menyukainya. Padahal selama dua bulan ini dia sendiri juga menghindari Azka.

Mereka berhenti di sebuah mesjid.

"Sholat dulu." Ucap Azka singkat.

Ana langsung  melirik ke bawah, ke pakaiannya yang seperti biasa, tampak seksi. Roknya memperlihatkan paha mulusnya dan kemejanya ketat pas badan.

Azka pun mengikuti pandangan Ana saat melirik ke Ana, kemudian mencibir. "Apa kamu gak punya pakaian yang layak? Yang sopan? Kamu gak perlu mengumbar tubuh kamu untuk dinikmati semua orang." Azka bergerak dan mengambil sesuatu di dasboard di depan Ana dan membuat Ana otomatis memundurkan tubuhnya karena takut bersentuhan dengan Azka. Azka mengambil sesuatu dari dalam sana, kemudian menyerahkannya kepada Ana. "Nih, pakai. Ayo turun." Perintah Azka tanpa ingin dibantah.

Ana masih bingung menatap sarung yang ada di pangkuannya. Namun dia tak bisa terlalu lama melamun karena pintu mobil di sisinya dibuka dan Azka kembali memerintahnya untuk sholat ke mesjid. Dengan wajah cemberut dan malu, Ana memakai sarung itu dan turun dari mobil.

"Gue udah kayak inang-inang aja nih pakai kayak gini. Jelek deh." Sungut Ana kesal.

"Kamu tetap cantik kok sekalipun pakai karung beras."

WHAT? Azka memujinya dan mengatakan dia cantik? Si kaku itu?

Ana melirik Azka dan mendapati Azka tersenyum melihatnya. Hatinya langsung menghangat dan berbunga-bunga. Serasa melayang ke langit ke tujuh dipuji Azka, hingga Ana tersipu-sipu.

==============

10112018

Ayooo....mana pendukung Ana-Azka? Kasih likenya ya....

Mana pendukung Hanim? 😂


FORBIDDEN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang