Ana terbangun karena merasa ada yang aneh. Dia merasa tidurnya sangat nyenyak, sangat nyaman. Tidak pernah dia tidur senyenyak ini sejak ibunya meninggal.
Perlahan Ana membuka matanya dan bergerak, namun gerakkannya tidak bisa bebas, sesuatu seperti mengungkungnya. Ana membuka lebar matanya dan terkejut saat matanya membentur wajah tampan seorang pria. Nafas Ana tercekat. Walau dalam keremangan cahaya lampu, dia masih mengenali wajah tampan di depannya ini. Azka.
Ya Tuhan. Kenapa Azka tidur di satu tempat tidur dengannya? Mereka tidak melakukan apa-apa yang terlarang kan? Ini tidak benar! Tapi ini juga sangat nyaman. Ckk, Ana tetapkan pendirianmu! Pilih yang benar!
Tapi Ana memilih meringkuk dengan nyaman dalam dekapan Azka. Ana pura-pura tidur lagi saat Azka tiba-tiba bergerak. Jantungnya berdebar kencang. Mudah-mudahan saja Azka tidak mendengar suara detakan jantungnya.
Tapi tiba-tiba saja kaki Azka menimpa kakinya. Sekarang mereka betul-betul dalam posisi seperti sedang memadu kasih. Detak jantung Ana semakin tidak karuan, bahkan nafasnya sudah terasa sesak karena menahan nafas.
"Bernafaslah. Apa kamu mau mati kehabisan nafas."
Hahh! azka ternyata tahu kalau dia sudah bangun. Ckk, malunya aku karena ketahuan keenakan didekapnya.
"Aww..." Ana menjerit karena keningnya disentil Azka.
"Bangun, sudah subuh, kamu gak sholat? Dari semalam aku gak lihat kamu sholat." Ujar Azka sembari melepaskan dekapannya yang nyaman dari tubuh Ana dan beranjak dari tempat tidur menuju ke kamar mandi.
Ckk, dia ternyata sama saja dengan kakaknya. Tahan banget tidur denganku tapi gak melakukan apa-apa. Apa aku memang gak semenarik itu sampai tidak ada pria yang bergairah kalau tidur bersamaku?
Sementara itu di kamar mandi, Azka langsung mengguyur tubuhnya dibawah shower dengan air dingin untuk meredakan gejolak hasratnya yang tiba-tiba naik pagi ini saat dia terbangun dengan Ana di dalam pelukkannya. Dia lelaki normal, jadi wajar saja jika dia bergairah ketika tidur dengan seorang wanita, apalagi Ana adalah wanita yang dicintainya.
Azka melihat ke bawah, ke arah juniornya yang masih tegak dan mengeras. Berkali-kali Azka menarik nafas untuk mengusir bayangan kelembutan tubuh Ana di dalam dekapannya tadi. Rasanya sangat tersiksa sekali.
***
Sementara itu di tempat lain, seorang gadis sedang termenung sedih di kamarnya. Dia teringat kejadian semalam saat dia menunggu Azka di ruang kerjanya hingga sore, tapi Azka tak kunjung datang. Bahkan Azka belum memakan makanan yang dibawanya. Dia sama sekali tidak tahu dimana Azka, bahkan saat dihubunginya ponsel Azka beberapa kali, Azka tidak mengangkatnya. Sampai akhirnya sekretaris Azka memberitahunya bahwa Azka tidak akan kembali ke kantor barulah dia pulang.
"Kenapa dia selalu dingin kepadaku? Bukankah dia tertarik kepadaku makanya dia melamarku?" Ucap Hanim lirih kepada diri sendiri.
"Hanim, kamu sudah bangun?" Sandra masuk ke kamar Hanim dan melihat putrinya sedang duduk melamun di tempat tidur. "Hei, Hanim. Kenapa melamun?"
Hanim tersentak mendengar panggilan Mamanya yang cukup keras. "Eh, Mama. Ada apa Ma?"
"Melamunin apa sih? Mama cuma penasaran mau dengar cerita kamu. Gimana kemarin? Azka suka gak sama masakkan yang kamu bawa?" Sandra langsung duduk di pinggir tempat tidur sambil menatap Hanim penasaran.
Hanim bingung mau jawab apa. Dia sebenarnya tidak mau berbohong kepada mamanya, tapi dia juga gak tega jika dia jujur mamanya akan kecewa.
"Suka kok, Ma. Makanannya habis semua." Padahal kenyataannya rantangnya diberikan kepada sekretaris Azka.
"Tapi kok rantangnya gak kamu bawa pulang. Jadi hari ini kamu bisa bawa makanan lagi ke kantornya."
Astagaaa...gimana ini, aku harus jawab apa.
"Eh..emmm...itu Ma, kan kemarin masih tersisa sedikit makanannya, dan Kak Azka membawa sisanya untuk dimakan di rumah katanya." Ya Allah, maafin aku sudah membohongi mamaku.
"Ohh..." Sandra tersenyum gembira mendengar ucapan anaknya. "Ingat, Hanim, kamu harus bisa merebut hati Azka. Kita membutuhkannya untuk mempertahankan perusahaan kita. Kalau kamu nanti menikah dengannya, pasti dia mau menyuntikkan modal untuk perusahaan Mama."
"Iya, Ma." Yang tidak mama Tahu, aku memang sudah jatuh hati kepada Kak Azka, aku tidak berpura-pura mencari simpati Kak Azka, batin Hanim.
"Ya sudah, sana kamu bawa makanan ke kantor Azka, Bibik sudah selesai masak."
Hanim yang memang anak yang patuh, segera mengikuti mamanya keluar kamar untuk segera berangkat ke kantor Azka agar saat jam istirahat Azka dapat memakan makanan yang dibawanya. Tapi tiba-tiba ponselnya bergetar. Hanim membaca nama si penelepon dan meringis. Si penelepon adalah pria yang sangat dicintainya dulu sebelum dia bertemu Azka.
Hanim menunggu mamanya keluar dari kamarnya dan menutup pintu kamarnya sebelum dia menerima telepon dari pria yang masih berstatus kekasihnya.
"Halo...."
"Hanim, apa Azka sudah menentukan tanggal pernikahan kalian?"
"Belum, Mas."
"Pastikan segera, Hanim. Jangan membuang-buang waktu."
"I..iya..Mas."
"Oke, Sayang. Semoga sukses. I love you."
Telepon langsung ditutup kekasihnya. Hanim menghela nafas. Dia dengan bodohnya menyetujui keinginan kekasihnya untuk memikat Azka agar menikahinya. Dia sangat mencintai kekasihnya itu, dulu, hingga mau melakukan apa saja yang diminta kekasihnya. Bahkan dia sudah menyerahkan segalanya untuk kekasihnya itu karena tergoda rayuan dan ketampanannya. Tapi entah kenapa, begitu melihat Azka, dia langsung jatuh cinta dan perlahan nama kekasihnya bergeser dari hatinya.
Sekarang dia benar-benar ingin meraih hati Azka, bukan karena perintah kekasihnya tapi karena dia memang menginginkan Azka menjadi miliknya. Tapi kekasihnya jangan sampai tahu kalau niatnya sudah berubah, bisa mati dia kalau sampai ketahuan.
*****
"Azka, kenapa kita berhenti di sini?"
"Turunlah. Kita ke toko itu dulu untuk membeli pakaian."
Ana pun menurut saja apa yang dikatakan Azka.
Ana memilih kemeja pas badan dan rok sepan mini, kemudian menyerahkannya kepada Azka.
Azka membentangkan rok yang dipilih Ana dan menatap jijij rok itu seolah rok itu adalah barang yang kotor. "Pilih yang lain. Aku gak suka kamu pakai pakaian seperti ini."
"Tapi aku suka." Bantah Ana.
"Aku gak suka pegawaiku memakai pakaian yang tidak sopan. Ini perintah."
Ana ingin membantah lagi ucapan Azka saat dilihatnya wajah Azka yang menatapnya tajam dan mengintimidasi, Ana jadi gentar. "Ya sudah, kamu saja yang carikan. Aku gak pandai memilih pakaian yang sesuai standarmu." Ucap Ana kesal.
Tanpa diduga Ana, ternyata Azka betul-betul mencarikannya. Dan Azka memilihkan celana panjang berbahan kain untuknya.
"Ini, pakai."
Ana berjalan ke ruang ganti dan dengan cepat mengganti pakaiannya. Tak lama berselang Ana keluar dari ruang ganti.
Azka menatap Ana dari atas ke bawah. Ana tampak canyik dan keren dengan baju formal ala wanita karir. Tapi mata Azka menatap tajam tanda tak setuju saat melihat dua buah kancing kemeja Ana yang terbuka hingga mempertontonkan dadanya yang mulus dan hampir memperlihatkan belahan dadanya.
"Kancing yang benar baju kamu." Perintah Azka.
"Kenapa? Kamu cerewet sekali seperti ibu-ibu arisan."
"Kamu kancing sendiri atau saya kancingkan!" Mata Azka sudah melotot.
"Iyaaa....cerewet." Tentu saja dia gak mau Azka mengancingkan bajunya. Gila kali si Azka!
==============
23082018
Kasih semangat buat author ya supaya dapat ilham terus untuk cerita ini.
Komen-komen kamu yang pasti kutunggu 😘😘😘

KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN LOVE
General FictionJANGAN LUPA FOLLOW DULU (PRIVAT ACAK) Iriana Balqis, gadis muda yang rapuh tapi angkuh. Hidup sebatangkara tanpa kerabat dan miskin membuat Ana, nama panggilannya, yang semula adalah gadis baik-baik dan pendiam, banting setir menjadi gadis genit da...