Ana melihat Azka dan Hanim berjalan berdampingan di lobby. Hanim terlihat membawa rantang. Rasanya sangat menyakitkan melihat mereka berdua. Mereka terlihat snagat serasi. Azka pria alim dan Hanim soleha.
Tak ingin lebih lama lagi melihat pemandangan menyakitkan itu, Ana berjalan dengan cepat menuju lift. Namun ternyata Hanim melihatnya.
"Mbak Ana?" Panggil Hanim.
Dengan terpaksa Ana membalikkan badannya. Tapi Ana tak bisa pura-pura bersikap ramah kepada Hanim karena kenyataannya dia sangat membenci gadis itu.
"Ya." Ujarnya dengan acuh.
"Kakak sudah makan? Ini aku bawa banyak makanan. Kalau kakak mau, kita makan bareng saja." Tawar Hanim dengan senyum lembutnya.
Ana tersenyum sinis, tak dipedulikannya tatapan tajam Azka kepadanya karena tidak ramah kepada tunangannya itu. "Gak perlu. Saya sibuk." Tandas Ana dan langsung membalikkan badannya meninggalkan Azka dan Hanim.
Sampai matipun aku gak akan sudi makan makanan kamu, anak pelakor.
Ana yang tadinya berniat makan di seberang kantor jadi batal gara-gara bertemu Azka dan Hanim tadi. Sekarang dengan perut melilit karena lapar, Ana duduk di kubikelnya. Tak ada seorangpun yang bisa dimintai tolong olehnya untuk membelikan makanan. Yuni sedang dinas luar, sedangkan Reni tidak masuk kantor karena sakit. Ckkk, apes banget dia.
Ruangannya sepi saat jam istirahat. Dan Ana sedang mengutuki kesialannya hari ini karena bertemu anak pelakor.
"Kamu Iriana Balqis kan?"
Ana yang sedang membaringkan kepala di mejanya terkejut mendengar sebuah suara yang menyebut namanya. Ana duduk tegak dan semakin terkejut melihat siapa yang ada di depannya.
"Aku yakin itu kau. Wajahmu sama persis dengan ibumu ketika muda. Apa kau tidak ingat padaku?"
Ana berdiri tegak dengan tangan terkepal dan wajah merah karena marah, benci dan dendam berkumpul jadi satu di hatinya saat ini.
"Kenapa aku harus mengingat anda? Seseorang yang tidak pernah ingat keberadaanku selama hampir seumur hidupku."
Wajah pria itu terlihat sangat terluka mendengar ucapannya. Tapi bukankah seharusnya aku disini yang terluka. Bukan bajingan di depanku ini?
"Maafkan Papa, Ana." Ucap Fariz dengan lesu.
Ana mendengus. "Apa kata anda? Memaafkan anda? Sampai matipun aku gak akan memaafkan Anda! Apa dengan kata maaf anda bisa mengembalikan tahun-tahun penuh kepahitan yang saya dan ibu saya alami! Apa anda tahu apa yang saya alami saat ibu saya meninggal dunia karena terlalu lelah dan tertekan batin! Apa anda pernah ingat saya makan atau tidak saat saya hidup sebatang kara! Sementara anda....anda hidup dalam kemewahan." Tukas Ana dengan nafas tersengal sangkin emosinya melihat pria di depannya. Ana sampai tak menyadari kalau dia sudah meneteskan air mata.
"Papa akan memperbaiki semua kesalahan Papa. Kasih Papa kesempatan, Ana. Papa menyesal telah menyia-nyiakan kamu." Mohon Fariz.
"Tidak ada gunanya. Saya pun sudah menganggap anda mati."
"Astaghfirullah Al adzim....istighfar nak!"
Ana tertawa hambar mendengar ucapan papanya yang menyuruhnya beristighfar. "Jangan pernah memanggilku 'nak'. Aku bukan anak anda lagi sejak anda meninggalkan kami. Anda sudah saya anggap mati....mati....matiiii....! Pergi dari sini!"
Dengan wajah pucat dan lesu, Fariz meninggalkan Ana. Sakit rasanya karena dianggap telah mati oleh anak kandungnya sendiri. Dia tahu dia sangat salah, tapi apakah tidak ada pintu maaf baginya untuk memperbaiki kesalahannya.
Sejak pertemuan pertama kali di rumah calon besannya, dia selalu terbayang-bayang dengan menantu keluarga itu. Dia merasa kenal dengan wajah itu, tapi baru seminggu yang lalu dia mulai ingat bahwa wajah Ana sangat mirip dengan wajah istri pertamanya. Dia yakin kalau Ana adalah putrinya. Namun baru sekarang dia berani menemui Ana. Dia pergi ke kantor tempat Ana bekerja dan menunggu keadaan sepi saat menjumpai Ana. Tapi memang seperti dugaannya, pertemuan mereka hanya membuat Ana akan semakin membencinya. Dia memang salah. Meninggalkan begitu saja anak dan istrinya tanpa pernah melihat mereka lagi sekalipun. Saat itu dia sangat terbuai dengan kekayaan yang dimilikinya. Dan merasa sangat bahagia dengan perkawinan keduanya tanpa pernah kekurangan materi, seperti saat bersama ibu Ana. Apalagi istri keduanya sering membawanya jalan-jalan ke luar negeri, membuatnya lupa segalanya.
Namun pernah sekali waktu dia ingin menjenguk anak dan istri pertamanya, tapi Sandra mengancam akan menceraikannya jika dia berani menemui anak dan istrinya. Sekali lagi karena takut kehilangan kenyamanan dan kemewahan, Fariz mengikuti saja kemauan Sandra.
***
Saat perdebatan antara Ana dan Fariz, tak ada yang tahu bahwa Azka telah melihat semuanya. Dia yang tadinya berniat memberi peringatan kepada Ana tentang sikap tidak sopannya terhadap calon istrinya, jadi terpaku sekaligus iba terhadap Ana. Ternyata Ana masih memiliki ayah kandung yang telah dengan tega membuangnya. Dan ayah kandung Ana adalah calon mertuanya.
Sekali lagi dia menelaah kehidupan Ana yang sangat rumit dan jauh dari kata bahagia. Pertama, Ana istri yang tidak dianggap, kedua Ana yang dibuang oleh ayah kandungnya.
Kenapa kau hidup seperti ini, Ana.
Azka melihat Ana yang sekarang sedang menangis tersedu-sedu di meja kerjanya. Hatinya turut merasakan sakit melihat Ana begitu sedih. Tanpa disadarinya, Azka melangkah mendekati Ana dan berdiri di samping Ana. Azka mengelus kepala Ana. Merasa ada yang mengelus kepalanya, Ana mendongak dan melihat siapa yang sudah mengelus kepalanya.
"Kenapa? Kamu gak perlu kasihan sama aku. Aku gak perlu rasa simpatimu. Aku gak apa-apa. Aku bisa menghadapi semua ini. Aku sudah biasa." Ucap Ana sambil terisak-isak dan menduga-duga sejauh mana Azka mengetahui kejadian tadi.
Tidak tahan melihat kesedihan Ana yang berusaha tegar, Azka menarik kepala Ana agar bersandar kepadanya, dan Ana semakin terisak menerima perhatian Azka dan memeluk pinggang Azka dengan erat serta menyandarkan kepalanya di perut Azka. Menumpahkan segala kepedihannya.
"Menangislah. Jangan sok kuat. Ikutlah denganku, aku tahu tempat yang bisa membuat hati tenang." Usai mengucapkan itu, Azka menarik tangan Ana dan masuk ke lift khusus dan langsung menuju ke basement. Azka membawa Ana masuk ke mobil sportnya dan melaju membelah jalanan Jakarta yang padat.
"Azka, kita mau kemana? Ini masih jam kerja. Nanti Pak Roy mencariku. Dan aku gak mau dipecat."
Azka tetap menatap lurus ke jalanan. "Tenang saja. Akulah bosnya. Kamu diam saja."
==============
13082018

KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN LOVE
Fiksi UmumJANGAN LUPA FOLLOW DULU (PRIVAT ACAK) Iriana Balqis, gadis muda yang rapuh tapi angkuh. Hidup sebatangkara tanpa kerabat dan miskin membuat Ana, nama panggilannya, yang semula adalah gadis baik-baik dan pendiam, banting setir menjadi gadis genit da...