Hari Eksekusi

940 57 24
                                    

Sekujur tubuhku terasa sakit semua. Aku seperti sedang diikat pada sebuah tiang. Di sini sangat gelap, aku tak bisa melihat apapun. Aku hanya mendengar suara yang sangat ramai. Suara yang mengatakan 'Bakar' secara berulang-ulang.

Tanganku benar-benar terikat melingkar kebelakang, kakiku juga. Aku benar-benar terikat. Tiba-tiba ada seseorang yang menarik kain yang sedari tadi menutupi mataku dan yang kulihat di sini adalah kumpulan para warga yang terlihat marah. Aku terikat di tiang, kakiku tak menyentuh tanah dan tepat di bawahku, ada jerami kering yang banyak. Apa yang telah terjadi?

"Vio,"

Tiba-tiba ada yang memanggil namaku. Aku menengok ke kiri dan melihat seorang gadis yang terikat sama sepertiku. Tunggu, aku mengenalnya. Dia temanku. Kenapa kami terikat? Tiba-tiba, sekelebat ingatan masuk ke kepalaku.

☆Flashback☆

Aku berlari sekuat tenaga tanpa menengok ke belakang. Bersama temanku yang bernama Misha. Kami sedang dikejar.

"Vi, kita harus ke pemukiman."

"Jangan Sha, itu akan membuat mereka tau keberadaan kita semua. Kita harus tetap lari,"

"Tapi sampai kapan?"

DUUAR

Sebuah ledakan berhasil menggulingkan kami sampai tersungkur di tanah. Empat orang berdiri di depan kami. Tiba-tiba, Misha merapal sebuah mantra.

"Cahaya sang mentari, memberi kehidupan dan bahkan kematian. Tolong beri aku kekuatan,"

Tiba-tiba sebuah bola cahaya muncul dari tangan Misha dan melesat kearah empat orang tadi. Tapi secara mengejutkan, salah satu dari mereka berempat menahan bola cahaya milik Misha dengan tangan kanannya.

"Ku kembalikan," ucapnya.

Orang yang tadi menahan bola cahaya milik Misha tiba-tiba melesatkan bola cahaya itu tepat kearah Misha.

DUUAR

"MISHAA," teriakku saat melihat Misha terpental karena ledakan tadi.

Aku berusaha berdiri, tapi tiba-tiba ada seseorang yang mencekikku.

GREP

"Khh kh khh." Aku kesulitan bernafas.

"Lawanmu adalah aku sekarang, jadi jangan pikirkan rekanmu,"

Aku mengambil selembar kartu di saku kiriku dan aku langsung berpindah tempat di samping Misha tergeletak.

"Teleportasi,"

"Dia menggunakan kartu sihir,"

"Cukup cerdas, jadi dia tak perlu merapalkan mantra."

"Misha, kau bisa dengar aku?" tanyaku sambil berusaha membangunkan Misha.

"Vio, larilah. Jangan pikirkan aku."

"Ngga akan, kita akan pergi bersama-sama."

Aku melingkarkan satu tangan Misha di leherku dan kuangkat dia sebisaku. 'Cih, kartu teleportnya belum pulih. Cepatlah,' batinku.

Kartu sihir teleportku membutuhkan waktu 5 menit untuk bisa dipakai lagi. Anehnya, disituasi seperti ini 5 menit itu terasa sangat lama.

Aku berusaha berjalan sambil menuntun Misha dengan sangat berhati-hati. Bola cahaya tadi tak melukai Misha secara fisik, tapi bola cahaya itu menyerang organ bagian dalam. Misha sekarang sedang terluka parah dan kartu teleportku belum pulih juga. Tiba-tiba, seseorang memukul tengkuk leherku dari belakang dan aku tak sadarkan diri sampai aku sadar dalam keadaan terikat seperti ini.

Sang PenyihirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang