Kami menginap di markas para pemburu malam ini dan esoknya kami sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan lagi.
"Kita mau kemana sekarang?" tanya Ryuu.
"Kita akan menyebar kebaikan lagi," ucapku.
"Iya, tapi kemana?" tanya Ryuu.
"Entahlah,"
"Jadi selama ini kalian berjalan tanpa tujuan?"
"Begitulah, hehe," Ucapku dan Misha bersamaan.
"Kenapa kak Vio dan kak Misha bisa berteman dengan pemburu biadab ini?" tanya Elfa.
"Hei jaga mulutmu. Kau memang terlihat imut tapi mana sopan santunmu pada yang lebih tua?" tanya Ryuu dengan wajah kesal.
"Enak aja, aku ini 100 tahun lebih tua daripada kau tau."
"Heeeee????"
Aku, Misha dan Ryuu sontak terkejut mendengar Elfa mengatakan hal itu. Emang iya sih, kebanyakan Elf usianya mencapai ratusan tahun tapi tak mempengaruhi fisik mereka seperti halnya pada manusia.
"Baiklah, sudahi perdebatan ini," ucapku.
"Baik, aku mengalah sekarang. Tapi jangan sebut aku biadab," ucap Ryuu.
"Terserahlah."
"Kalo gitu, apa kau punya saran kemana kita harus pergi?" tanya Misha pada Ryuu.
"Jangan tanya aku, tapi aku tau siapa yang bisa membantu," ucap Ryuu.
Setelah itu, kami berangkat ke tempat yang disarankan Ryuu. Masih di markas pemburu ini. Ke sebuah pondok yang ada di hulu sungai.
"Pondok kayu itu?" tanyaku.
"Yap,"
Kami berempat pun membuka pintu pondok itu dan tiba-tiba sebuah pedang meluncur ke arah kami. Tapi dengan mudah ditahan oleh Ryuu, seakan Ryuu sudah tau akan datangnya pedang itu.
"Jebakan yah?" tanya Misha.
"Orma, ini aku Ryuu." Ryuu memanggil seseorang bernama Orma.
"Oh ternyata kau Ryuu, aku kira siapa." Suara itu datang dari dalam.
Saat orang bernama Orma itu muncul, ternyata dia orang tua pendek berjanggut panjang. Tunggu, dia seorang Dwarf. Jenis elf yang kebanyakan menjadi pengrajin senjata dan baju tempur.
"Ada perlu apa Ryuu? Dan siapa tiga gadis ini?" tanya Orma.
"Ini Violeta the Witch dan Namisha the Sorcerer. Dan yang satunya, siapa namamu tadi?"
"Dasar pemburu bego, aku Elfa the Forest Elf," jawab Elfa.
"Wah, suatu kehormatan bisa bertemu dengan dua penyihir terhebat," ucap Orma sambil membungkuk.
"Jangan berlebihan, kami hanya penyihir biasa," ucapku.
"Apa yang bisa kubantu?" tawar Orma.
"Kami butuh tujuan ke tempat yang kiranya membutuhkan bantuan," ucap Ryuu.
"Ke tempat yang membutuhkan bantuan? Tujuan yang aneh."
"Kami berusaha menyebar kebaikan, supaya semua orang tau tak semua penyihir itu jahat," ucap Misha.
"Begitu yah. Baiklah silahkan duduk dulu, akan kubuatkan minuman dan cemilan untuk kalian."
Kami pun duduk dan Orma masuk ke dalam. Tak lama kemudian, dia keluar dengan beberapa gelas minuman dan cemilan dan juga sebuah buku. Orma menghidangkan cemilan itu untuk kami dan membuka buku itu di tempat kami duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Penyihir
Fantasy'Penyihir adalah musuh seluruh kaum.' Setuju? Tentu tidak. Dua penyihir ini berusaha mematahkan ungkapan itu.