Perang (part 2)

226 28 2
                                    

Di posisi Lylan dan Seig. Seig sedang berhadapan dengan Roy. Sieg melancarkan tendangan atas kanan. Namun Roy menunduk dan menghindarinya. Saat Roy hendak membalas serangan, tiba-tiba Seig membelokkan tendangannya kearah bawah dan mengenai Roy dengan telak.

"Lylan, kenapa kau seperti ini?" tanya Santia.

"Aku hanya ingin semua bisa menerima kehidupan setiap kaum dan mengehentikan pertikaian selama ini."

Tiba-tiba angin kencang muncul dan sesosok raksasa terlihat.

"Senior Luiz, menggunakannya," ucap Santia.

"Sang Penjaga, di gerbang Barat," ucap Lylan.

"Lylan, kita harus membantu Vio dan Misha," ucap Seig.

"Iya kak," ucap Lylan, "kak Santia, aku tak pernah menginginkan ini terjadi. Tapi tolong mengertilah, dan pahami posisiku yang seorang penyihir ini," ucap Lylan.

Lylan dan Seig segera berlari menuju gerbang Barat.

"Santia, ayo kejar mereka," ucap Roy.

"Aku juga ingin semua ini berakhir," ucap Santia yang tak memperdulikan ucapan Roy.

Santia berlari mengejar Lylan dan Seig, disusul oleh Roy dan beberapa pasukan yang masih mampu berdiri.

Sedangkan di posisi Rolland dan Lizz. Rolland dan Sean saling beradu pedang.

》CRING SRING

"Kenapa Senior menghianati para kesatria?" tanya Sean.

"Awalnya aliansi para kesatria terbentuk untuk menciptakan perdamaian dengan menyingkirkan ancaman yang terlihat. Tapi semakin ke sini, aku merasa bahwa para kesatria adalah ancaman itu. Jalan pemikiran para kesatria mulai berbelok dan kita seperti peran jahat di dunia ini."

Sean terdiam saat mendengar ucapan Rolland. Tiba-tiba angin berhembus dan raksasa itu muncul.

"Senior Luiz mengeluarkan sang Penjaga." Sean terkejut akan hal itu.

"Lihat? Luiz seenaknya mengeluarkan Sang Penjaga yang tingginya sampai dua puluh lima meter itu di dekat kerajaan. Akan banyak orang tak berdosa yang terluka. Pikirkan itu baik-baik, Sean. Tujuan sebenarnya para kesatria bukan untuk memusnahkan para penyihir. Tapi untuk memusnahkan kejahatan dan ancaman yang muncul di negeri ini," ucap Rolland, "ayo Lizz."

"Baik senior." Rolland dan Lizz berlari kearah sang Penjaga itu.

Kembali ke posisi Vio dan Misha. Vio membawa Misha yang telah kehabisan tenaga kedalam hutan.

"Vi, aku masih bisa bertarung," ucap Misha.

"Jangan bodoh, kau kehabisan hampir seluruh tenagamu."

"Tapi Vi, aku ...,"

"Sudah cukup aku kehilangan kedua orang tuaku, aku tak ingin kehilangan sahabatku juga."

Misha terdiam saat mendengar Vio mengatakan itu. Misha tersenyum ke arah Vio yang masih fokus berlari ke dalam hutan sambil menggendong Misha. Sang Penjaga menarik pedangnya dan kemudian menebaskannya ke tanah. Tanah pijakan Vio retak dan membuat keseimbangannya goyah. Vio terjatuh dan hempasan pedang sang penjaga mendorong Vio dan Misha sampai terdorong cukup jauh.

"Auw, punggungku," rintih Vio.

"Kau tak perlu menggendongku lagi Vi."

"Syukurlah, kau berat banget soalnya."

"Dasar, di situasi seperti ini masih sempat-sempatnya ngejek yah."

"Hehe. Baiklah ini pertempuran besar. Raksasa lawan raksasa."

Sang PenyihirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang