Pra Perang

247 31 0
                                    

Hari ini, Vio dan lainnya masih dalam kesibukan mereka. Iya, berjalan tanpa arah dan tujuan.

"Udah sampe mana nih?" tanya Misha.

"Entahlah," ucap Vio.

Tak lama kemudian, mereka melihat sebuah desa besar dan ya, mereka ke sana. Saat mereka masuk, para warga memandang mereka sambil berbisik-bisik.

"Hei, bukannya itu ...,"

"Kayaknya iya deh."

"Wah mereka sampai di desa kita,"

"Ngga nyangka yah."

"Keren,"

"Boleh minta tanda tangan ngga yah?"

"Coba samperin."

Mereka masih berjalan dengan agak was-was karna semua pandangan tertuju pada mereka.

"Para warga di sini mandangin kita terus loh," bisik Misha.

"Bersikap biasa aja," ucap Vio.

Tiba-tiba ada seorang gadis kecil yang menghampiri mereka berempat. Mereka berempat menatap anak kecil itu dan tiba-tiba, anak kecil itu mengulurkan selembar kertas.

"Boleh minta tanda tanganya kak?"

"Aww, kau manis sekali," ucap Vio, Misha dan Elfa.

"Boleh kan kak?" tanya gadis kecil itu.

"Tentu boleh."

Vio, Misha dan Elfa mulai menandatangani kertas gadis kecil itu.

"Waah, terima kasih kak." Gadis kecil itu terlihat sangat senang dan berlari pergi.

"Gadis kecil yang lucu," ucap Vio.

Tiba-tiba semua warga datang dan mengerumuni mereka berempat.

"Aku juga minta tanda tangan,"

"Aku juga,"

"Aku juga,"

Mereka sudah menjadi idola setiap orang. Ya walau tak semuanya. Di sisi lain negeri ini, para kesatria sudah merencanakan sebuah penyerangan.

"Kita temukan dua penyihir itu dan akhir perburuan kita," ucap Luiz.

"Kemana kita akan mencari mereka?" tanya Sean.

"Kita akan menghadang setiap jalur antar kerajaan. Dengan begitu, kita akan menemukan mereka dengan mudah."

"Oh iya, di mana Lylan dan Lizz?" tanya Santia.

"Mereka bersama Rolland, kita bergerak tujuh orang. Kita juga membawa pasukan kerajaan dan juga senjata rahasia. Semoga saja kita tak perlu menggunakannya. Baik, ayo berangkat."

Luiz dan para kesatria berangkat bersama pasukan berjumlah besar. Sedangkan di posisi Rolland, Lylan dan Lizz. Mereka masih di rumah Rolland.

"Semuanya udah berangkat senior," ucap Lylan.

"Apa yang senior rencanakan?" tanya Lizz.

"Aku, mengundang mereka untuk mampir ke rumahku," ucap Rolland.

"Apa yang akan terjadi jika mereka mau kemari?" tanya Lylan.

"Tak ada yang akan terjadi, tak ada rencana apapun. Ini hanya undangan untuk mampir bertamu."

Kembali ke tempat tokoh utama kita. Orang-orang yang mengerumuni mereka sudah tak ada. Mereka mendapat beberapa hadiah dari warga. Dari semua hadiah itu, Vio tertarik dengan sebuah gulungan. Dia mengambilnya dan membukanya, ternyata itu sebuah surat.

Sang PenyihirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang