Part 3

6.3K 217 8
                                    


Andini

Seperti yang dikatakan Andra waktu itu, aku dan Edgar akan tinggal seatap. Astaga, merinding rasanya jika membayangkan hal tersebut. Aku selalu gelisah jika pikiran kotor ala wanita dewasaku mulai bermain di kepala. Bagaimana tidak? Aku akan tinggal berdua dengan seorang pria muda. Oh God..

"Kamu gak usah khawatir yang berlebihan dong, nak." Ujar Ibu yang sama sekali tak merasa khawatir jika putri satu-satunya tinggal serumah bersama seorang pria.

"Kok ibu malah nyantai sih? Kalo aku di apa-apain gimana?" Tegasku ketakutan.

"Edgar itu masih sangat muda, mana mungkin ngelakuin yang enggak-enggak. Kalau pun hal itu terjadi, mungkin malah kamu yang bakalan ngelakuin hal itu ke Edgar."

"Hah? Nggak mungkin lah, Bu. Aku kan gadis baik-baik." Balasku kesal.

"Tapi, akhir-akhir ini kan kamu selalu merhatiin anak itu dari jauh. Hayoo.."

Apa yang dikatakan Ibu tak sepenuhnya salah, akhir-akhir ini pandanganku sering tertuju pada anak itu. Karena, untuk mendekatinya saja aku masih belum terbiasa, apa lagi menyapanya. Bagaimanapun juga aku harus secepatnya akrab dengannya agar aku bisa keluar dari neraka ini.

"Udah lah, sekarang kamu cari apartemen yang deket sama sekolah tempet Edgar daftar kemaren. Kalo udah ada yang cocok, kalian harus secepetnya pindah kesana. Paham?" Titah Ibu dengan santainya.

Sepertinya, aku benar-benar sudah mau di usir dari rumah ini.

****

Di sisi kota, ada sebuah Apartemen milik temanku yang disewakan. Setelah di survey ternyata tidak terlalu buruk, aku suka sekali. Mulai dari lokasinya yang tak jauh dari tempat Edgar bersekolah dan tempat kerjaku, tapi yang paling penting adalah, mereka memiliki 2 kamar tidur. Ah!! senangnya. Kupikir akan tidur bersama anak itu dalam 1 kamar.

Hari ini adalah hari pertamaku tinggal disana bersama Edgar. Ya, hanya berdua. Setelah membuka pintunya, aku pun masuk dan meletakkan tas besarku di tengah ruangan.

"Nah, ini dia tempatnya. Untuk sementara kita akan tinggal di apartemen ini." Ujarku pada Edgar. Dia terlihat menyukai tempat ini.

"Waahh.." balasnya kagum.

"Kenapa? Tempat nya bagus kan?" Kataku sedikit percaya diri.

"Enggak kok. Cuma ini pertama kali nya aku tinggal di rumah sehina ini."

Aku lupa kalau dia cucu dari konglomerat yang biasa tinggal di tempat yang bagus, aku merasa rendah ketika tadi kupuja-puja apartemen ini. Sial.

"Tapi aku suka kok, Tante." Lanjutnya.

Agak kesal mendengar ia memanggilku dengan sebutan itu. Aku pun mendekatinya dan duduk bersamanya di sofa.

"Edgar, kamu tau nggak berapa usiaku?" Tanyaku, ia menerawang sebentar.

"Emm.. sekitar 30 atau 32, mungkin."

Deg! Rasanya seperti tertampar berkali-kali. Apa wajahku terlihat setua itu?

"Salah. Usiaku baru 20an." Jawabku singkat, ia terkekeh sebentar.

"Jadi, mulai sekarang jangan panggil aku tante, oke?" Pintaku cukup tegas, walaupun dengan senyuman.

"Terus, aku harus manggil apa?"

"Apapun itu terserah, asal jangan tante!"

"Emm.. kalau begitu, bagaimana kalau, bebeb?"

Plaakk..!!

"Aww.."

Reflek satu pukulan telak mendarat di kepalanya. Dasar, anak ini cukup menyebalkan juga. Apa dia tidak bisa membuat perempuan senang?

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang