part 4

5.5K 185 10
                                    


Andra

"Ketemu!" gumamku pelan saat ku temukan papan bertuliskan 'Warnet & Rental PS' di Lobby utama gedung apartemen ini. Tempatnya cukup tersembunyi, tapi aku kagum ada tempat semacam ini di Apartemen besar.

Aku kagum pada anak itu, padahal belum sehari dia tinggal di sini, tapi penciumannya terhadap bau-bau game sangat tajam dan dengan cepat ia menemui tempat ini. Dasar maniak Game.

Edgar, aku sudah hidup dengannya cukup lama. Waktu Papa, keluargaku satu-satunya pergi meninggalkanku untuk selamanya, keluarga Edgar lah yang menolongku dari kelamnya hidup sendirian. Aku di jadikan anak angkat oleh ayah dan ibunya, dan kemudian Edgar lahir. Sejak pertama kali kami bertemu, ia masih berwarna merah seperti gulali. Dan sejak saat itu pula, aku menyayanginya seperti adik kandungku sendiri.

Kembali ke warnet.

Setelah aku masuk ketempat yang sudah mulai sepi tersebut, ku dengar ada suara ribut dari kabin paling pojok.
Ku hampiri Pria yang duduk di meja operator.

"Bang, anak itu udah main berapa lama?" Tanyaku. Ia menoleh sebentar kearah yang ku tunjuk tadi.

"Ooh.. bocah itu udah main seharian, tapi belum bayar juga." Balasnya agak gugup.

"Aku kakaknya." Kataku, ia hanya mengangguk.

Ku keluarkan dompet di celana dan kuambil beberapa lembar uang dan ku berikan padanya.

"Ini, cukup?"

"Lah, bang.. ini mah kebanyakan." Jawabnya.

"Yaudah, ambil aja kembaliannya. Maaf kalau adikku merepotkan." Balasku.

Kemudian aku berjalan mendekati Edgar. Saat ku intip, dia sedang asyik bermain game mobil kesukaan kami di PS. Lalu aku masuk kedalam kabin berukuran 2meter persegi tersebut dan membuatnya cukup kaget.

"Eh, sejak kapan?" katanya dengan mata membulat.

"Baru aja." Jawabku, lalu dia melanjutkan permainannya. Sial, aku di campakan.

"Boleh Mas ikut main?" Tanyaku mencoba mencairkan suasana. Lalu ia memberiku stik lainnya.

"Main yang benar." geramnya.

Akhirnya kami bermain game di Playstation bersama, cukup seru hingga lupa maksud kedatanganku kemari.

"Andini sedang mencemaskanmu." kataku mencoba memulai percakapan, Edgar diam sejenak lalu kembali membalap mobilku di game.

"Ada apa, Gar? Cerita sama Mas" lanjutku mencoba memancingnya agar ia bicara masalahnya.

Edgar menghela nafas panjang, lalu meletakan Stik PSnya ke lantai.

"Aku nggak bisa hidup dengan kak Andini. Aku.. Aku malu." ungkapnya, aku hanya tertawa lirih.

"Malu? Bukannya kamu suka?"

"Iya sih. Tapi entahlah, rasanya aneh. Aku belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Kayaknya aku pulang aja ke rumah Tante Mega." Jawab Edgar.

Ini sungguh di luar dugaanku. Ku kira Edgar akan senang jika tinggal berdua dengan Andini. Tapi ada satu hal yang aku lupa, ia belum cukup dewasa untuk melakukan hal semacam ini.

Keluarga kami yang merencanakan pendekatan yang kini mereka berdua jalankan. Ayah dan Ibu ingin mendapatakan cara yang instan untuk secepatnya membuat Edgar dan Andini akrab tanpa memikirkan perasaan mereka.

Ini memang kasar, tapi mereka lebih mirip hewan peliharaan yang dipaksa untuk kawin dengan cara di satukan dalam kandang. Tak jauh beda, bukan?

Bodohnya aku, seharusnya aku menolak cara ini waktu mereka meminta pendapatku. Rasanya terlalu di paksakan, apalagi Edgar yang masih belum paham apa yang harus ia lakukan.

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang