Andini
Ibu baru saja menelfonku, ia memintaku untuk pulang lebih cepat dari kantor. Katanya, ada pertemuan penting yang harus kuhadiri malam ini.
Sebenarnya aku sudah tahu ini pasti akan terjadi, Perjodohan, apalagi sejak kemarin ibu dan ayah selalu membicarakan hal aneh itu padaku.
Memangnya ini zaman apa sih? Kenapa sistem bodoh itu masih di lakukan hingga sekarang? Apalagi, kini aku yang menjadi korbannya.
Sebelum itu, perkenalkan, namaku Andini, seorang mahasiswa semester akhir yang baru saja mendapat pekerjaan di perusahaan media televisi. Aku adalah salahsatu mahasiswa yang cukup beruntung, karena aku sudah diterima bekerja sebelum aku lulus kuliah.
Tapi, mungkin itu hanya berjalan sebentar saja. Karena dalam waktu dekat, aku akan jadi ibu rumah tangga. Sial. Jangan-jangan Pria yang akan menjadi suamiku nanti adalah tipikal orang yang perintahnya harus selalu di turuti.
Sejak dulu, aku memang tidak tahu apapun yang bersangkutan dengan perjodohan tersebut, Ayah dan Ibu juga baru memberitahu ku seminggu yang lalu. Menurut info yang ku dengar dari mulut ke mulut, ini adalah perjodohan yang dibuat oleh mendiang kakekku dengan sahabatnya yang sudah menyusulnya bulan lalu. Ibu bilang, ini adalah amanah kedua orang itu dan tak bisa dibatalkan, karena mereka sudah wafat.
"Dasar kolot." Pikirku kesal.
Jangan seenaknya membuat sebuah janji, dan kenapa pula harus aku yang jadi korbannya.
"Karena kamu itu cucu pertama dari kakekmu, begitu kan perjanjiannya?" Ujar ibu.
"Tapi aku juga berhak memilih calon suamiku sendiri, Bu. Ini sama aja pemaksaan." Balasku mencoba memberi alibi yang masuk akal.
"Kamu itu, sekali aja dong nurut sama Ibu. Jangan egois. Kamu emangnya mau kakekmu mati penasaran karna gak bisa tepatin janjinya?"
Aku menghela nafas sejenak, orangtua memang sulit di tebak.
"Lagian kamu juga belom ketemu pria yang mau dijodohin sama kamu kan? Kenapa udah di tolak duluan?"
Lanjut ibu sambil memijit-mijit pelan bahuku."Emang ibu pernah ketemu sama dia?"
"Ya belom juga sih." Jawabnya sambil terkekeh.
Mendengar jawaban ibu membuatku kesal sampai aku mengacak-acak rambutku.
"Ya, tapi siapa tau kan calon menantu ibu itu orang yang baik, tampan, apalagi dia itu pewaris perusahaan besar milik kakeknya."
Aku berdiri dari sofa, lalu berbalik badan menoleh pada ibu sambil menatapnya lekat.
"Kalo gitu kenapa nggak ibu aja yang nikah sama dia?" Ujarku geram, lalu cepat berlalu meninggalkan ibu yang memasang wajah heran seolah ia berkata 'bener juga ya'
****
Yang Ibu katakan tadi masih terngiang-ngiang di kepalaku. Ia pikir, pria yang akan di jodohkan denganku adalah lelaki yang istimewa dan spesial. Padahal, dia sendiri belum pernah bertemu dengannya. Lagipula, kalaupun benar demikian, sepertinya aku tetap tak peduli. Yang jelas, aku benci perjodohan ini.Atau mungkin, ini semua adalah hukuman dari tuhan untuku.
Sejak menginjak masa-masa remaja, aku tak pernah dekat dengan seorangpun Pria. Entahlah, rasanya aku benci mereka, mahluk yang hanya peduli dengan kesenangannya sendiri tanpa peduli pada yang lain, itulah gambaran yang ada di kepalaku mengenai Pria, itupun ku simpulkan dari cerita teman-temanku yang sudah pernah berpacaran.
Maka dari itu, ekspetasi ku pada Pria yang hendak dijodohkan denganku cukup tinggi. Aku tak butuh informasi tentang kekayaan dan harta warisannya yang melimpah, karena sudah banyak Pria kaya raya yang mencoba mengajakku kencan, dan aku menolak mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Husband
RomanceAku mencintainya seperti seorang kekasih, atau seorang adik? ##################### Karena janji antara kakeknya dengan teman lamanya, sebagai cucu pertama, Andini (22th) harus menjalani sebuah perjodohan dengan seorang Pria muda bernama Edgar (17th)...